c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

05 September 2023

10:38 WIB

Penuhi Program Strategis 2024, Jaga Efisiensi APBN

APBN 2024 perlu tetap menjadi pijakan yang cukup solid untuk diwariskan ke pemerintahan berikutnya atau di APBN di 2025 dan seterusnya.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Penuhi Program Strategis 2024, Jaga Efisiensi APBN
Penuhi Program Strategis 2024, Jaga Efisiensi APBN
Presiden Joko Widodo bersiap menyampaikan pidato pengantar RUU tentang APBN tahun anggaran 2024 bese rta nota keuangannya di Jakarta, Rabu (16/8/2023). Antara Foto/Galih Pradipta

JAKARTA - Ekonom INDEF Abra Talattov mengungkapkan pemerintah perlu tetap mengimbangi upaya akselerasi pencapaian target program-program strategis 2024, dengan efisiensi dan mengedepankan prioritas. Meski ruang fiskal yang memadai memungkinkan pemerintah mengegolkan target-target yang belum tercapai.

Karena itu, dia mengingatkan, APBN 2024 perlu tetap menjadi pijakan yang cukup solid untuk diwariskan ke pemerintahan berikutnya atau di APBN di 2025 dan seterusnya. 

“Jadi diberikan cukup ruang yang memadai lah, untuk nantinya bisa meneruskan berbagai program atau kegiatan yang memang terbukti berhasil di periode ini dan memang layak untuk diteruskan dan ditingkatkan,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta (4/9).

Dengan penerimaan negara yang ditargetkan tumbuh sebesar 5,5% dari outlook APBN 2023 atau mencapai Rp2.781,3 triliun, pemerintah mematok pagu belanja sebesar Rp3.304,1 triliun atau tumbuh 5,8% dari outlook 2023 yang sebesar Rp3.123,7 triliun. 

Belanja negara 2024 terdiri dari belanja K/L Rp1.086,6 triliun, belanja Non K/L Rp1.359,9 triliun, dan transfer ke Daerah (TKD) Rp875,6 triliun.

Baca Juga: Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi 5,2% Tahun Depan Konservatif

Abra menilai, target penerimaan negara 2024 yang dirancang pemerintah cukup realistis mengingat fundamental perekonomian yang semakin solid. Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Juli 2023 sudah mencapai 64,5% dari target. 

Laju pertumbuhan penerimaan pajak yang cepat tersebut didorong aktivitas ekonomi yang semakin menggeliat serta hilirisasi sumber daya alam maupun manufaktur. "Tinggal juga dibarengi dengan kualitas belanjanya, istilahnya spending better,” imbuhnya.

Abra menekankan, APBN 2024 memang harus difokuskan untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia, sebagai landasan bagi keberlanjutan pembangunan di periode pemerintahan mendatang. Ketahanan pangan penting untuk memitigasi risiko perubahan iklim dan risiko inflasi pangan. Sementara ketahanan energi dapat dicapai dengan mengakselerasi transisi energi.

“Kita tidak hanya bicara bagaimana ketahanan energi, tetapi bagaimana energi itu juga bisa dilihat ke depannya bisa terus diarahkan kepada energi yang hijau,” katanya.

Pemerintah juga perlu mengejar pembangunan infrastruktur dasar yang menjadi penopang mobilitas maupun kelancaran industrialisasi. Alokasi anggaran infrastruktur yang naik 5,8% dibandingkan outlook 2023 atau sebesar Rp420,7 triliun, menurut Abra perlu diperhatikan kualitasnya dan dievaluasi.

Pemerintah pun didorong untuk dapat segera mengeksekusi pembangunan infrastruktur yang dinilai sangat krusial untuk mendorong produktivitas, mengurangi biaya logistik, dan sebagainya. Namun, yang dinilai kurang urgen, bisa ditunda atau bahkan dibatalkan sama sekali.

Abra menambahkan, Indonesia juga masih memiliki masalah ekonomi berbiaya tinggi (high-cost economic), tecermin dari tingginya angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Selain di tingkat nasional, ICOR di level provinsi menjadi pekerjaan rumah yang harus dibereskan.

Dengan begitu, belanja infrastruktur dapat lebih berkualitas dan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Peningkatan daya saing tercermin salah satunya lewat parameter berkurangnya nilai ICOR Indonesia.

“Sehingga bila nilai ICOR menurun, investor lebih tertarik untuk menanamkan investasi di Indonesia,” tutur Abra.

Mengutip BPS, ICOR merupakan parameter ekonomi makro yang menggambarkan rasio investasi kapital/modal terhadap hasil yang diperoleh (output), dengan menggunakan investasi tersebut. Semakin kecil angka ICOR, biaya investasi yang harus dikeluarkan semakin efisien untuk menghasilkan output tertentu. 

Tingkat ICOR sangat dipengaruhi oleh kemudahan dalam berbisnis dan daya saing tenaga kerja. Adapun rata-rata ICOR Indonesia periode 2021-2022 sebesar 7,6%. Lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain seperti Filipina yang hanya 3,7% serta Malaysia dan India 4,5%. 

Baca Juga: Subsidi Energi 2024 Tinggi, Kemenkeu: Antisipasi Ketidakpastian Dunia

Perbaikan SDM
Terkait belanja di sektor sumber daya manusia (SDM), Abra kembali menekankan pentingnya pemerintah memperhatikan kualitas penyerapan dan implementasi anggaran. Misalnya dengan mempercepat pengintegrasian data, sehingga manfaat yang diberikan maupun pendistribusiannya lebih tepat guna dan tepat sasaran. 

Selanjutnya, dirinya mendorong adanya harmonisasi program kegiatan SDM dari lintas sektor. 

“Anggaran-anggaran yang berkaitan dengan manusia, baik itu anggaran kesehatan, anggaran pendidikan, anggaran perlindungan sosial itu tetap mesti menjadi fokus pemerintah karena kita sedang sama-sama memiliki ekspektasi ataupun cita-cita yang sama, menjadikan Indonesia Maju di Indonesia Emas 2045,” pungkas Abra.

Pemerintah meyakini, pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkualitas tak lepas dari upaya perbaikan kualitas SDM yang berkelanjutan. Apalagi pada 2024, pemerintah juga akan fokus menghapus kemiskinan ekstrem dan penurunan prevalensi stunting nasional.

Sementara ini, berbagai indikator menunjukkan perbaikan kualitas SDM di Indonesia. Seperti penurunan tingkat pengangguran dari 6,26% pada Februari 2021 menjadi 5,45% pada Februari 2023. 

Selanjutnya, tingkat kemiskinan yang terus menurun menjadi 9,36% pada Maret 2023, dari puncaknya di masa pandemi 10,19% pada September 2021. Begitu pun dengan kemiskinan ekstrem yang turun dari 2,04% pada Maret 2022 menjadi 1,12% pada Maret 2023.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar