01 Juli 2025
16:16 WIB
Penuh Tekanan Global, Sri Mulyani: APBN Jadi Pelindung Perekonomian 2024
Menkeu Sri Mulyani membeberkan konflik berkepanjangan Rusia-Ukraina, konflik Timur Tengah, hingga bencana alam yang memberi guncangan bagi perekonomian sepanjang 2024.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR yang beragendakan Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2026 di Jakarta, Selasa (20/5). Dok KLI Kemenkeu/Hanny Hardy
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, pihaknya bersyukur APBN 2024 dinilai sehat dan memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP, di tengah kondisi tekanan global dan bencana alam yang mengguncang perekonomian dunia termasuk Indonesia.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi 2024 yang tercatat sebesar 5,03% (yoy) menggambarkan resiliensi atau daya tahan terhadap berbagai guncangan yang ada. Di mana pertumbuhan tersebut ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang terjaga di 4,94% (yoy) dan investasi yang tumbuh 4,61% (yoy).
Selain itu, inflasi juga ditutup pada level 1,6% (yoy), atau jauh di bawah asumsi APBN 2024 yang sebesar 2,8%, meskipun sempat mengalami tantangan akibat volatile food.
“Pulihnya situasi dan stabilitas (ekonomi) tidak terlepas dari manfaat APBN yang terus bekerja sebagai shock absorber untuk melindungi masyarakat dan perekonomian,” ungkap Sri saat menyampaikan pertanggungjawaban APBN 2024 dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-21, Jakarta, Selasa (1/7).
Baca Juga: Menteri Keuangan Ungkap Sisa Anggaran 2024 Di Kas Negara Rp457,5 Triliun
Lebih detail, Menkeu Sri membeberkan, sejumlah tekanan global yang terjadi sepanjang 2024, utamanya akibat konflik geopolitik dan bencana yang memengaruhi komoditas pangan.
Dirinya menyorot konflik antara Rusia dan Ukraina yang terus berlangsung sejak 2022, diikuti konflik di Timur Tengah yang mengalami peningkatan. Konflik militer fisik di sekitar Laut Merah juga menjadikan wilayah tersebut menjadi zona konflik maritim dan memperburuk ancaman terhadap rantai pasok global.
“Aktivitas pelayaran global melalui terusan Suez sempat menurun hingga 50% pada paruh pertama 2024,” imbuhnya.
Selain itu, pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui USTR juga diketahui mengumumkan langkah signifikan menaikkan tarif impor atas produk China pada Mei 2024.
Akibatnya, produk electric vehicle dari China mendapatkan tarif dari 25-100% dan baterai serta electric vehicle mendapatkan tarif 7,5-25%, sehingga kenaikan tarif untuk bahan mineral kritis, baja, aluminium, dan panel surya diberlakukan.
“Beberapa kali kenaikan lanjutan tarif tahun 2024 makin meningkatkan ketegangan dan konflik perdagangan antar dua negara terbesar di dunia,” tambahnya.
Selain itu, menurutnya, konflik antar negara di 2024 juga kental diwarnai oleh fenomena super election years, di mana agenda Pemilu 2024 yang dilaksanakan oleh lebih dari 70 negara termasuk negara yang tengah terlibat konflik.
Hal tersebut, berdampak pada peningkatan risiko ketidakpastian dan mengganggu stabilitas ekonomi, tekanan pasar keuangan, perlambatan investasi, dan gangguan rantai pasok global.
Tekanan Terhadap Ekonomi Domestik
Lebih lanjut, Menkeu Sri kembali mengingatkan, minyak mentah sebagai komoditas utama yang banyak dihasilkan di Timur Tengah sempat mengalami kenaikan tajam dari sisi harga, hingga mencapai US$91,2/barel pada awal April 2024, di mana tingkat tersebut melonjak tajam dibandingkan harga sebelum konflik terjadi yaitu pada kisaran US$80 per barrel.
Dirinya juga menyorot kondisi El Nino yang berlanjut di 2024, sehingga menyebabkan harga pangan dunia ikut melonjak, termasuk beras.
“Disrupsi dari sisi produksi, tekanan harga yang diperburuk oleh proteksi ekspor komoditas pangan oleh negara-negara produsen untuk melindungi kepentingan domestik mereka makin memperburuk eskalasi harga. India membatasi ekspor beras, gula dan bawang, sementara Rusia membatasi ekspor gandum, jagung, barley dan minyak bunga matahari,” beber Sri.
Baca Juga: Melambat, Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 5,03% Pada 2024
Dari berbagai tekanan global yang terjadi, dirinya menyebut di tahun 2024, inflasi volatile food menyentuh 10,3% (yoy) sehingga mendorong inflasi keseluruhan mencapai 3,1% (yoy) pada Maret 2024, di mana beras menjadi penyumbang terbesar inflasi pangan.
Selain itu, Menkeu kembali menyorot nilai tukar rupiah sempat terapresiasi tajam pada rata-rata Rp16.000 per US$ di awal tahun 2024, lalu mengalami depresiasi hingga ke Rp16.486 per US$.
“Ini merupakan titik terlemah dari rupiah pada tahun 2024,” imbuhnya.
Terakhir, Menkeu Sri juga menyorot Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengalami penurunan dari Rp7.300 di awal 2024 menjadi Rp6.726 pada Juni.
“Dengan latar belakang gejolak dan tekanan tersebut, kita patut bersyukur perekonomian Indonesia pada tahun 2024 berangsur pulih dan terus mampu menempuh kemajuan,” sebutnya.