c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

31 Maret 2023

08:54 WIB

Pentingnya Verifikasi Identitas Digital di Layanan Publik

Verifikasi identitas digital berbasis biometrik adalah aspek yang sangat penting bagi layanan publik, salah satu agar program seperti Kartu Prakerja tepat sasaran

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

Pentingnya Verifikasi Identitas Digital di Layanan Publik
Pentingnya Verifikasi Identitas Digital di Layanan Publik
Warga berswafoto dengan kartu identitas untuk registrasi pinjaman online di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Selasa (21/2/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Direktur Teknologi Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Kementerian Koordinator Perekonomian, Samsu Sempena mengatakan bahwa verifikasi identitas berbasis biometrik adalah aspek yang sangat penting bagi layanan publik.

"Terlebih untuk memastikan apakah betul penerima bantuan dana APBN seperti Kartu Prakerja tepat sasaran," katanya dalam pernyataan resmi, Kamis (30/3).

Dia menjelaskan, perkembangan teknologi termasuk teknologi biometrik saat ini semakin canggih sehingga sudah banyak diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Di beberapa negara, pemanfaatan teknologi biometrik bahkan menjadi bagian integral dari layanan publik dan pemerintahan. 

"Tak tertinggal, Indonesia kini telah menerapkan verifikasi biometrik untuk mempermudah segala layanan publik berbasis online yang lebih cepat, aman, dan praktis, mulai dari e-KTP, pemeriksaan imigrasi, boarding Kereta Api, hingga verifikasi bantuan sosial," sebutnya.

Samsu menuturkan, didukung teknologi liveness detection, biometrik dapat memastikan bahwa orang yang difoto memang orang sesungguhnya.

"Jadi kalau dia kasih foto hasil cetak atau misalnya memakai topeng, nah itu tidak akan lolos dari pengecekan liveness. Kemudian face recognition akan mencocokkan foto dari wajah pendaftar itu kepada basis data centralized yang ada di Dukcapil," jelasnya.

Samsu menambahkan kombinasi kedua metode verifikasi biometrik yakni liveness detection dan face recognition adalah bagian dari proses verifikasi identitas yang aman. 

“Ini adalah mekanisme yang dilakukan di Prakerja untuk memperketat tahap verifikasi dan masih ada beberapa lagi tindakan verifikasi yang dilakukan sebetulnya. Tapi, biometrik yang kita lihat paling efektif dan ampuh untuk melakukan pengamanan data ini," imbuhnya.

Dalam panel diskusi yang sama, VIDA sebagai penyedia layanan identitas digital menyampaikan terdapat beberapa faktor untuk memastikan kelancaran teknologi biometrik wajah. 

Head of Product VIDA, Ahmad Taufik menjelaskan faktor pertama yakni akurasi data, yang kini dapat ditunjang oleh teknologi kecerdasan buatan. Dia menjelaskan, ketika face recognition itu dilakukan, platform harus memastikan bahwa yang bersangkutanlah yang melakukan proses onboarding.

"Di situlah kegunaan metode liveness detection. Terlebih dengan tren biometrik yang semakin advance karena telah banyak dikembangkan banyak orang, assurance level dari AI menjadi penting karena teknologi itulah yang menggantikan proses verifikasi secara manual," katanya.

Dia menambahkan, AI akan memberikan skor, seberapa mirip wajah tersebut dengan pattern yang telah ditentukan ketika dibandingkan dengan biometrik wajah yang berada di pusat data kependudukan nasional.
 
Faktor kedua, jelas Taufik, yakni seberapa besar tingkat kepercayaan pihak yang melakukan verifikasi, dan bagaimana mereka dapat menjaga data pribadi, atau digital trust

“Yang perlu kita perhatikan, pihak mana yang bisa kita percayakan untuk memproses data kita, terutama kaitannya dengan biometrik yang merupakan data sensitif. Sebagai PSrE berinduk Kominfo, VIDA menjaga data pribadi pengguna dan digunakan hanya untuk keperluan pengguna, dengan menerapkan enkripsi end-to-end bagi seluruh transmisi data," sebutnya.

Berbekal sertifikat elektronik, mulai dari verifikasi, keputusan otentikasi layanan digital, hingga proses tanda tangan elektronik, menurutnya VIDA memastikan persetujuan atau consent ada pada pengguna sepenuhnya.

Lebih lanjut, Taufik menjelaskan bahwa Indonesia telah menerapkan teknologi biometrik dalam skala besar, salah satunya data kependudukan nasional yang menyimpan data wajah, sidik jari, dan juga iris. 

“Praktiknya dari ketiga data tersebut, wajah adalah yang paling efektif, efisien, dan memiliki tingkat usability (penggunaan) yang tinggi," ujarnya.

Dia menerangkan, untuk meng-capture wajah cukup menggunakan kamera, dan kamera itu ada di handphone setiap orang dan dapat digunakan dengan mudah. 

"Kalau menggunakan biometrik fingerprint, kita memerlukan handphone dengan kriteria khusus, yang ada finger scan-nya, apalagi iris,” jelas Taufik.

Pemanfaatan Verifikasi Digital di Ranah Global
Pentingnya kehadiran teknologi yang inklusif itu diaminkan oleh Bank Dunia. Senior Financial Sector Specialist World Bank, I Gede Putra Arsana menjelaskan bahwa verifikasi digital identitas telah menjadi salah satu isu penting di berbagai negara. 

Di Bank Dunia, dari berbagai prinsip yang bisa diaplikasikan (terkait identitas digital), ada tiga hal yang penting, yakni inklusivitas, desain aplikasi terkait pelindungan data, dan dari sisi governance atau aturan. 

"Harapannya sih tiga sampai empat tahun ke depan kita bisa melihat digital ID versi Indonesia yang serupa dengan contoh yang punya Singapura," ungkapnya.

Lebih lanjut, I Gede menjelaskan bahwa di Singapura, 97% penduduk dewasa sudah menggunakan SingPass sebagai digital ID secara online, dengan transaksi sudah lebih dari 300 juta kali dalam satu tahun. 

Adanya identitas digital dengan model seperti ini menurutnya dapat mendorong transformasi digital di berbagai sektor seperti sektor keuangan, sektor kesehatan, perpajakan, bansos dan lainnya.

Dalam konteks Indonesia, Bank Dunia menyarankan pentingnya beberapa kriteria identitas digital seperti skalabilitas, privasi data, dan juga tata kelola yang baik.

Dia mengatakan, scalable artinya tidak boleh hanya bisa digunakan oleh satu institusi atau satu sektor saja, tapi bisa digunakan oleh berbagai sektor.

Data privacy, memastikan ada elemen consent. Pemilik datanya sendiri yang akan menentukan seberapa banyak data yang bisa diberikan dan untuk apa data itu akan digunakan nantinya. 

"Yang ketiga tentu saja harus ada aturan yang cukup melindungi baik dari sisi penggunanya, pemanfaatan datanya, kemudian untuk pertukaran datanya,” tutup I Gede.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar