c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

04 Agustus 2023

18:25 WIB

Pengamat: Meski Moderat, Level Kesenjangan di RI Cukup Mengkhawatirkan

Hal ini mengindikasikan pemulihan ekonomi pasca pandemi memiliki tendensi menciptakan kesenjangan yang semakin lebar.

Penulis: Khairul Kahfi

Pengamat: Meski Moderat, Level Kesenjangan di RI Cukup Mengkhawatirkan
Pengamat: Meski Moderat, Level Kesenjangan di RI Cukup Mengkhawatirkan
Ilustrasi. Rumah nelayan yang berdiri di atas air di Pemukiman Nelayan, Muara Angke, Jakarta Utara, Minggu (18/ 6/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyatakan tidak heran dengan capaian kesenjangan nasional yang dilaporkan meningkat per Maret 2023 ke level 0,388 poin. Berdasarkan pemantauan, fenomena ini konsisten terlihat sejak pandemi covid-19 mendera Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per Maret 2023, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio meningkat 0,007 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2022 yang sebesar 0,381 poin. Sedangkan, meningkat 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,384 poin.

“Tingkat kesenjangan meski meningkat, (tapi) masih terlihat moderat. Namun bila kita lihat indikator lain, tingkat kesenjangan kita mengkhawatirkan,” terang Direktur IDEAS Yusuf Wibisono kepada Validnews, Jakarta, Jumat (4/8).

Sekilas, lanjutnya, indikator rasio gini berbasis tingkat pengeluaran per kapita penduduk di atas masih cukup baik. Kendati, jika ditilik lebih dalam kondisinya belum tentu demikian.

Misalnya dengan melihat jumlah simpanan masyarakat di perbankan. Ia menyampaikan, pertumbuhan simpanan uang di rekening jumbo cenderung meningkat dalam rentang tiga tahun terakhir, sebaliknya pertumbuhan simpanan uang di rekening di bawah Rp100 juta cenderung menurun di waktu yang sama.

Yusuf menyampaikan, pertumbuhan simpanan di perbankan untuk kelompok tiering nominal di atas Rp5 miliar pada Maret 2023 tumbuh 9,6% (year-on-year/yoy). Sementara di Maret 2022 simpanan di atas Rp5 miliar tumbuh 13,3% (yoy) dan di Maret 2021 tumbuh 12,4% (yoy). 

Sedangkan pertumbuhan simpanan di perbankan untuk kelompok tiering nominal di bawah Rp100 juta di Maret 2023 hanya 3,6% (yoy), maka di Maret 2022 pertumbuhannya 4,8% (yoy) dan di Maret 2021 berkisar 6,3% (yoy).

“Hal ini mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi pasca pandemi memiliki tendensi menciptakan kesenjangan yang semakin lebar. Si kaya semakin kaya, sementara si miskin semakin miskin,” tegasnya. 

Baca Juga: BPS: Ketimpangan Pengeluaran Masyarakat Perkotaan Meningkat

Ia kembali menekankan, kondisi yang terjadi menggambarkan pola umum ekonomi Indonesia pasca pandemi. Yusuf mengingatkan, jika divisualisasikan, pola pemulihan ekonomi berbentuk huruf K (K-shaped) yang menandakan pemulihan ekonomi didominasi sektor tertentu.

Dirinya mensinyalir pemulihan ekonomi ini hanya menguntungkan kelas atas. Pasca covid-19, ekonomi Indonesia juga banyak didorong kondisi eksternal, terutama pulihnya mitra dagang utama dan kenaikan harga komoditas seperti batu bara dan sawit.

Disusul pemulihan sektor keuangan yang cepat, serta kini pulihnya sektor transportasi dan pariwisata seiring tidak adanya lagi pembatasan mobilitas masyarakat.

Hanya saja, dia menekankan lagi, manfaat pemulihan ekonomi dengan bentuk huruf K itu lebih banyak dinikmati kelas menengah-atas. Implikasinya, kualitas pertumbuhan ekonomi menjadi rendah dan penanggulangan kemiskinan berjalan lambat.

“Lebih jauh, pemulihan K-shape berpotensi melemahkan potensi pertumbuhan di masa depan seiring meningkatnya kesenjangan,” paparnya. 

Dirinya juga kembali menggunakan indikator simpanan masyarakat di perbankan yang menggambarkan kenaikan dan penurunan selama tiga tahun terakhir. Sejak pandemi, terlihat pola yang konsisten, rasio tabungan kelas atas meningkat tajam dan rasio tabungan kelas bawah semakin terpuruk. 

Rata-rata simpanan kelompok tiering nominal di atas Rp5 miliar meningkat, dari Rp29,2 miliar pada Maret 2020 menjadi Rp33,2 miliar pada Maret 2023. Sedangkan rata-rata simpanan kelompok tiering nominal di bawah Rp100 juta semakin menurun, dari Rp2,8 juta pada Maret 2020 menjadi Rp1,9 juta pada Maret 2023. 

Secara umum, Yusuf menggarisbawahi, semakin kaya kelas atas, semakin tinggi tabungan yang dimiliki dan semakin rendah konsumsinya. Sebaliknya, semakin miskin kelas bawah, semakin rendah tabungan mereka karena digunakan untuk bertahan hidup. 

“Dengan sebagian besar masyarakat adalah kelas bawah-menengah, maka tertekannya konsumsi mereka akan menekan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.  

Sementara itu, pangsa simpanan masyarakat di perbankan dengan tier nominal > Rp 5 miliar meningkat, dari 48,6% pada Maret 2020 menjadi 53,2% pada Maret 2023. Pada saat yang sama, pangsa simpanan dengan tier nominal < Rp100 juta menurun dari 13,6% menjadi 12,3%. 

“Secara keseluruhan, kecenderungan menabung yang semakin tinggi oleh si kaya ini akan membuat konsumsi agregat menurun sehingga melemahkan pertumbuhan dan pemulihan ekonomi,” ungkapnya.

Klaim Kekayaan Masyarakat Mulai Merata
Sebelumnya dalam konpers KSSK, Ketua LPS Purbaya Yudhi Sadewa menilai, kekayaan orang Indonesia dalam bentuk simpanan uang di rekening bank mengalami pemerataan. Terlihat dari pertumbuhan simpanan uang di rekening di atas Rp5 miliar yang tumbuh melandai, sementara simpanan di bawah Rp100 juta naik drastis.

LPS mencatat, per Juni 2023, rekening jumbo dengan dana di atas Rp5 miliar tumbuh 6,49% (yoy) dengan total dana mencapai Rp4.241,9 triliun. Sementara pada saat yang sama, simpanan dana pada rekening di bawah Rp100 juta bertumbuh 3,75% dengan total dana menyentuh Rp1.012 triliun.

Sekilas, Purbaya menyebut, orang kaya di dalam negeri seolah-olah menjadi semakin kaya lagi saat ini. Namun, hal ini tidak sepenuhnya benar karena simpanan rekening di bawah Rp100 juta mengalami lonjakan pertumbuhan dalam beberapa bulan terakhir.

Ia menjabarkan, simpanan rekening di bawah Rp100 juta pada Mei 2023 bertumbuh 3,39% (yoy) dan Juni 2023 naik lagi menjadi 3,75%. Sedangkan, pertumbuhan simpanan rekening di atas Rp5 miliar malah cenderung melandai beruntun, dari 10% (yoy), menurun ke 8,55%, dan 6,49% (yoy) selama April-Juni 2023.

“Jadi makin lama, (simpanan rekening di bawah Rp100 juta) tumbuhnya makin cepat. Orang yang tidak sekaya Rp5 miliar kayaknya makin kaya sekarang, sementara yang tadi (simpanan rekening di atas Rp5 miliar) pertumbuhannya turun. Jadi, ada pemerataan,” sebut Purbaya, Selasa (1/8).

Baca Juga: LPS: Per Juni, Kekayaan Orang Indonesia Mulai Merata

Sebagai tambahan, BPS melaporkan, Gini Ratio atau ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia di perkotaan saat ini mengalami kenaikan, berbanding Gini Ratio di perdesaan yang cenderung menurun.

Gini Ratio di perkotaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,409 poin. Atau naik dibanding Gini Ratio September 2022 yang sebesar 0,402 poin dan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,403 poin.

Gini Ratio di perdesaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,313 poin. Atau tidak berubah dibanding Gini Ratio September 2022 dan turun jika dibandingkan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,314 poin.

Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok penduduk 40% terbawah adalah sebesar 18,04%. Artinya, pengeluaran penduduk pada Maret 2023 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. 

Jika dirinci berdasarkan daerah, di perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,99% yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk di perdesaan, angkanya tercatat sebesar 21,18%, yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah. 



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar