07 Juli 2025
15:55 WIB
Pengamat: Kebijakan LPG Satu Harga Bisa Bikin Subsidi Bengkak
Pengamat menilai kebijakan LPG 3 kg satu harga tidak akan efektif menjadikan program subsidi tepat sasaran. Kebijakan BBM Satu Harga tak bisa serta merta direplikasi pada produk LPG 3 kg.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Sejumlah warga antre membeli gas LPG 3 kilogram saat operasi pasar penyeimbang di Pasar Datah Manuah, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Sabtu (5/7/2025). Antara Foto/Auliya Rahman
JAKARTA - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, kebijakan satu harga untuk produk LPG 3 kg tidak akan efektif untuk menjadikan program subsidi tepat sasaran.
Kepada Validnews, Fahmy menegaskan, penetapan kebijakan satu harga untuk gas melon hanya akan membengkakkan beban subsidi. Pasalnya, ada tambahan biaya selisih transportasi antardaerah dalam penyaluran LPG 3 kg.
"Penerapan kebijakan satu harga LPG 3 kg akan semakin membengkakkan beban subsidi LPG 3 kg untuk membiayai selisih biaya transportasi antardaerah dan wilayah," jelasnya, Jakarta, Senin (7/7).
Baca Juga: LPG 3 Kg Satu Harga Segera Berlaku 2026, Menteri ESDM Kebut Regulasi
Menurutnya, penyaluran LPG 3 kg tak bisa disamakan dengan Bahan Bakar Minyak (BBM). Pemerintah punya program BBM Satu Harga karena seluruh penyaluran dilakukan oleh SPBU yang notabene terkontrol oleh PT Pertamina.
Sementara untuk LPG 3 kg, terlalu banyak rantai pasok yang harus dikontrol. Karena, dia ingatkan, penyaluran gas melon dilakukan sampai ke tahap pangkalan dan agen tunggal, serta melibatkan pengecer.
"Distribusi LPG 3 kg dilakukan oleh pangkalan dan agen tunggal, juga melibatkan ribuan pengecer di sekitar lokasi konsumen," kata Fahmy.
Di lain sisi, pengecer merupakan pengusaha akar rumput yang terdiri dari warung-warung kecil di sekitar permukiman masyarakat. Mereka mengandalkan penjualan LPG 3 kg untuk mengais pendapatan.
Dengan adanya kebijakan satu harga, bukan tidak mungkin para pengecer harus menaikkan harga jual untuk menutup biaya transportasi. Alhasil, keuntungan yang mereka dapatkan pun semakin menipis.

Disparitas harga di pangkalan dan agen tunggal dengan harga di pengecer sejatinya masih bisa diwajarkan dan dapat diterima. Karena dalam hal ini, konsumen tidak mengeluarkan biaya transportasi tambahan.
"Sementara harga di antara pengecer akan membentuk harga keseimbangan. Sehingga, mustahil bagi pengecer mematok harga LPG 3 kg hingga mencapai Rp50 ribu per tabung," jabar dia.
Baca Juga: Kementerian ESDM Tunjuk Pertamina Wujudkan LPG Satu Harga Nasional
Karena itu, Fahmy menyebut kebijakan soal LPG Satu Harga bisa menjadi blunder terbaru yang dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.
Meski tujuannya untuk memastikan harga yang terjangkau dan subsidi tepat sasaran, mengingat ada anggaran Rp87 triliun per tahun untuk elpiji, Bahlil seyogianya melihat lebih jauh potensi pembengkakkan biaya subsidi dari kebijakan tersebut.
"Dengan tujuan yang sama, kebijakan sebelumnya adalah melarang pengecer menjual LPG 3 kg yang justru menimbulkan antrean konsumen di pangkalan. Kebijakan yang menyusahkan rakyat miskin itu akhirnya dianulir oleh Presiden Prabowo," sebut dia.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (kedua kiri) berdialog dengan warga yang mengamuk saat antre membeli gas 3 kg di Karawaci, Tangerang, Banten, Selasa (4/2/2025). Antara Foto/Muhammad Iqbal
Kebijakan LPG Satu Harga pun, sekali lagi menurutnya, tak akan menjadikan program subsidi lebih tepat sasaran. Mengingat, siapa pun termasuk orang kaya masih leluasa membeli LPG 3 kg di pasaran.
Baca Juga: Tarif LPG Satu Harga Bakal Ditentukan Pemerintah Pusat
Maka dari itu, Fahmy menegaskanm Menteri ESDM harus segera membatalkan kebijakan itu. Jika dipaksakan, kebijakan itu hanya akan menambah portofolio blunder yang dilakukan oleh Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut.
"Kalau Bahlil nekat menerapkannya, kebijakan satu harga LPG 3 kg berpotensi akan dibatalkan oleh Presiden Prabowo (lagi), yang akan semakin menjatuhkan reputasi dan kapabilitas seorang Menteri ESDM," jelasnya.
Dalam Raker pada Rabu (2/7), buat gambaran saja, pemerintah dan Komisi XII DPR sepakat menggunakan range atau kisaran kuota buat LPG 3 kg di 2026 sebanyak 8,31-8,79 juta metrik ton (MT).
Adapun usulan ini merupakan saran besara kuota LPG dalam RAPBN 2026 oleh Kementerian ESDM sekitar 8,31 juta MT. Sementara ini, realisasi penyaluran LPG 3 kg pada Januari-Mei 2025 tercatat sebesar 3,49 juta MT.
Usulan kuota LPG 3 kg tersebut langsung legislator revisi menjadi lebih tinggi sebesar 8,79 juta MT. Finalisasi besaran subsidi tahun depan sendiri akan dipastikan kedua pihak lewat pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.