23 Januari 2023
17:03 WIB
JAKARTA – Pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dinilai menjadi salah satu faktor meningkatnya okupansi atau keterisian kamar hotel di momen libur Tahun Baru Imlek kali ini.
"Pertama, Imlek tahun ini kan tidak ada pembatasan pergerakan atau PPKM sama sekali. Tentu kita perhatikan tuh cukup excited ya masyarakat untuk merayakan Imlek. Yang tidak merayakan Imlek juga mereka melakukan perjalanan liburan," kata Sekretaris Jendral Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Maulana Yusran seperti dilansir Antara , Senin (23/1).
Lebih lanjut, Maulana menjelaskan, momen libur Imlek kali ini juga bisa menjadi tambahan insentif setelah libur akhir tahun kemarin. Sehingga, target okupansi pada Januari bisa terpenuhi dengan baik.
"Kalau bicara target, kalau bulan Januari ini kita minggu pertama itu baru selesai konteks liburan akhir tahun. Dengan adanya Imlek ini jadi sebagai tambahan liburan,” ucapnya.
Ia mengatakan, walaupun Imlek tidak bisa menyamakan pergerakan akhir tahun, namun cukup berkontribusi. Khususnya destinasi-deetinasi wisata yag tak jauh dari daerah masing-masing.
”Destinasi yang dekat dari daerah asal mereka cukup menarik. Contoh misalnya Jakarta itu dengan Bogor atau puncak," ujarnya.
Di tahun Kelinci Air ini, Maulana juga menyampaikan, pihaknya sangat optimistis akan terjadi peningkatan karena pencabutan PPKM. Meski begitu, Maulana juga tak memungkiri, pihaknya juga masih tetap berhadapan dengan berbagai tantangan lain, salah satunya adalah potensi krisis global.
"Kami tentu sebenarnya di tahun 2023 ini memang sangat optimistis. Yang paling utama kan PPKM-nya dicabut. Karena kita tahu, kalau bicara soal sektor pariwisata itu, kita bicara pergerakan dan kegiatan di masyarakat," ungkap Maulana.
Ia pun berharap di tahun ini, PHRI bisa berkolaborasi dengan pemerintah untuk mendorong pergerakan wisatawan domestik agar kegiatan di sektor pariwisata tetap tumbuh, meski terdapat tantangan eksternal. Harapan itu, menurut dia, dapat diwujudkan melalui adanya program untuk menggairahkan kembali sektor pariwisata yang sempat terdampak selama pandemi, melalui regulasi atau kebijakan yang kondusif.
"Selain wisatawan mancanegara, wisatawan domestik itu bisa benar-benar kita fokuskan untuk bagaimana mengembangkan pergerakannya, itu juga pasti akan sangat-sangat membantu. Bisa menjawab tantangan yang ada. Karena tantangan global crisis dan segala macamnya ini kan masalahnya ada di daya beli masyarakat," bebernya.

Hotel Borobudur
Sebelumnya, Hotel Borobudur di Jakarta mencatat peningkatan tingkat hunian kamar atau okupansi menjadi sekitar 60%. Kondisi ini mulai terlihat sejak pekan lalu hingga libur Tahun Baru Imlek tiba.
“Desember kemarin bagus (okupansinya) tapi tren di hotel kami biasanya awal tahun memang agak slow. Tapi dengan awal tahun ini ada Imlek, jadi, wah, ternyata bagus. Jadi kita sudah hype di 60-an%,” kata Plt General Manager Hotel Borobudur Jakarta I Nyoman Sudimantra saat dijumpai media di Hotel Borobudur, Jakarta, Minggu.
Hotel bintang lima yang terletak di jantung ibu kota ini memiliki 695 kamar. Dengan okupansi 60%, Sudimantra memperkirakan hampir 500 kamar yang terisi di Hotel Borobudur. Dia menyebut peningkatan tersebut cukup signifikan dan berada di luar perkiraannya.
“Kemarin-kemarin di awal tahun memang kelihatannya, kok, nggak begitu gereget, ya. Tapi ternyata Imlek ini memberikan berkah,” ujar dia.
Director of Marketing Communications Hotel Borobudur Jakarta Karina Eva Poetry mengatakan, kenaikan okupansi hotel dapat dilihat sebagai wujud antusiasme masyarakat dalam merayakan Imlek bersama keluarga.
Sebagai informasi, pada Imlek kali ini pihak hotel menggelar berbagai pertunjukan dan kegiatan yang berkaitan dengan tradisi Tionghoa sehingga menarik minat tamu dan pengunjung. Menurut Karina, perayaan Imlek di Hotel Borobudur lebih meriah jika dibandingkan tahun lalu dan pada saat pandemi masih berlangsung.
“Tentunya peningkatan hunian ini, saya rasa juga menjadi salah satu bentuk optimisme bagi masyarakat ketika setelah pandemi kemarin, ini menjadi salah satu bentuk semangat baru terutama untuk masyarakat Tionghoa,” kata Karina.
Menurut Sudimantra, kinerja hotel pada akhir tahun 2022 sebetulnya menunjukkan angka yang bagus. Hal ini dimungkinkan karena Hotel Borobudur tidak hanya mengandalkan pendapatan dari keterisian kamar, melainkan juga berbagai ruang serbaguna (function room) yang disewakan untuk berbagai acara.
Pemanfaatan ruang serbaguna juga menjadi strategi Hotel Borobudur untuk meningkatkan pertumbuhan pada tahun ini. Sementara pada saat pandemi selama lebih dari tahun, Sudimantra mengatakan pihaknya tetap berusaha untuk bertahan, salah satunya dengan menyediakan fasilitas karantina.
“Baru sampai awal tahun 2022 kemarin kita sudah mulai normal, tepatnya di bulan Mei kita sudah mulai bangkit kembali,” lanjut Sudimantra.
Pengunjung Hotel Borobudur masih didominasi oleh warga dan wisatawan lokal, yang menurut Sudimantra, menjadi pasar yang sangat potensial. Dia berharap tren peningkatan okupansi terus terjadi sampai akhir Januari hingga sepanjang tahun ini.
“Harapan kita untuk akan balik, ya, setelah sekian lama kita mengalami pandemi. Jadi setelah Imlek ini dirayakan dengan sedemikian rupa, semoga saja tahun ini dan ke depannya menjadi tahun yang berkah buat kita semua, tidak cuma di hotel ini tapi juga secara keseluruhan,” kata Sudimantra.