c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

24 Juli 2024

17:15 WIB

Pemerintah Trenggalek Berhasil Kembangkan Pertanian Lahan Kering

Pertanian lahan kering dibuat dengan metode sederhana, namun hasil panennya bisa lebih baik daripada pertanian lahan basah.

Editor: Rikando Somba

<p>Pemerintah Trenggalek Berhasil Kembangkan Pertanian Lahan Kering</p>
<p>Pemerintah Trenggalek Berhasil Kembangkan Pertanian Lahan Kering</p>

Ilustrasi lahan pertanian kering di Benda, Tangerang, Banten. ValidNews.ID/James Manullang

TRENGGALEK - Dinas Pertanian Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, mengembangkan sistem pertanian hemat air di lahan kering. Tujuannya untuk mengantisipasi perubahan iklim yang tidak menentu selama beberapa tahun terakhir. Menilik hasil panen yang bisa beberapa kali dalam satu musim tanam, Trenggalek berencana memperluas sistem itu.

Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, Rabu (24/7) mengatakan, uji coba sistem pertanian hemat air telah dilakukan di sejumlah lahan pertanian daerah itu dalam kurun dua musim tanam terakhir.

Salah satu uji coba dilakukan Kelompok Tani Sinar Harapan di Desa Sukorejo, Kecamatan Gandusari yang mana hasilnya telah dipanen dua kali sejak uji coba pada 2023.

“Kami melakukan panen pada uji coba pertanian hemat air dan juga hemat pupuk. Ini sudah dua kali panen," kata Mas Ipin, panggilan akrab Bupati Nur Arifin.

Dikutip dari Antara, dia mengaku puas dengan hasil panen padi pada sawah demplot (demonstration plot) di Desa Gandusari, beberapa hari lalu. Menurutnya, perbandingan hasil panen antara sawah lahan basah dengan sawah lahan kering yang dilakukan treatment (perlakuan khusus), jelas signifikan.

Hasil dari lahan kering yang mendapatkan treatment itu jauh lebih baik. "BPS (Badan Pusat Statistik) sudah datang dua kali dan membandingkan, hasilnya lebih baik ini," ujarnya.


Inovasi sistem tanaman yang tidak tergantung pada cuaca itu berawal dari kegelisahan para petani. Mereka pusing karena dengan kondisi cuaca yang tidak menentu  mengakibatkan   minim panen, atau bahkan gagal panen. 

"Sekarang iklim tidak bisa ditebak. Ketika menanam padi ternyata hujan tidak turun. Kemudian menanam jagung ternyata setelah tanam hujan turun tidak berhenti-henti," kata Ketua Kelompok Tani Sinar Harapan, Isnanto.

Menjawab tantangan itu, Mas Ipin mengamanahkan untuk membuat sistem pertanian hemat air.

Dia menjelaskan pula pembuatannya.   Pertama adalah menggali tanah sedalam 50 cm. Tanah galian itu kemudian diberikan lembaran plastik UV, yang diharapkan bisa bertahan 8 -10 tahun.

Bekas galian itu kemudian dicampur dengan pupuk organik dan ditimbun. Setelah itu diberikan aliran air dan dilakukan penanaman.

"Lembaran plastik UV itu fungsinya untuk menahan air sehingga sawah nantinya memiliki kecukupan air. Dengan begitu sawah itu tidak lagi tergantung hujan turun atau tidak,' kata dia.

Perpaduan pupuk dan suplai air yang cukup itu menghasilkan produktivitas apik. Sejak awal 2023, uji coba menggunakan sistem itu sudah menunjukkan hasil positif dengan panen dua kali. Dengan lahirnya inovasi itu, pihaknya berharap target IP 400 di lahan kering dapat terwujud.

"Kami berharap bisa mencapai IP 400. Dalam satu tahun benar-benar bisa panen empat kali," ujarnya.

Smart Farming
Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) di kesempatan berbeda, juga punya upaya senada. Dinas ini memacu petani guna meningkatkan produksi dengan menerapkan teknologi smart farming salah satunya dengan program Sarung Si Dingtan.

Kepala Distanak Sultra La ode Muhammad Rusdin Jaya, di Kendari, Senin, mengatakan program Sarung Si Dingtan adalah inovasi yang dibuat oleh Distanak Sultra guna meningkatkan produksi petani melalui pelatihan terhadap penggunaan teknologi.

“Salah satunya yang dilakukan adalah penerapan penyiraman otomatis berbasis Internet of Things (IoT) sehingga mampu mengefisienkan tenaga sekaligus mengurangi pemborosan air,” kata Rusdin Jaya.

Menurut Rusdin, program ini sudah ada sejak tahun 2023 lalu yang diterapkan di salah satu kelompok tani di Kecamatan Baula, Kabupaten Kolaka dimana masih menerapkan sistem pertanian konservatif dengan sistem penyiramannya secara manual dengan rata-rata panen 4-5 ton per hektare.

“Tetapi setelah diterapkan program ini hasil produksi mereka meningkat hingga melebihi 5 ton,” katanya.

Di sistem ini, petani bisa menggunakan teknologi sederhana untuk proses penyiraman tanaman yang mampu menghemat tenaga untuk melakukan penyiraman secara manual. 

“Kedua mengajarkan petani agar hemat menggunakan air karena bila kita lihat di persawahan terbuang percuma maka kita ajak mereka menghilangkan kebiasaan tersebut dengan inovasi,” katanya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar