01 Desember 2023
13:05 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Komitmen transisi menuju energi yang lebih bersih telah disuarakan oleh banyak negara, termasuk Indonesia yang membidik Net Zero Emission (NZE) tercapai pada 2060 atau lebih cepat.
Artinya, sumber energi baru dan terbarukan akan menjadi tulang punggung ketahanan energi nasional, baik cepat maupun lambat.
Namun demikian, ambisi besar itu tak membuat pemerintah langsung meninggalkan energi berbasis fosil, khususnya batu bara.
Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pembangkit listrik berbahan baku batu bara yang besar. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan penetapan target NZE tak lantas menghilangkan batu bara dalam waktu dekat.
Baca Juga: Tanpa Langkah Komplet, Transisi Energi Bebani Pertumbuhan Ekonomi
Setidaknya, butuh waktu sampai 2057 sesuai peta jalan menuju NZE yang digagas Kementerian ESDM, sambil secara paralel memperkuat pemanfaatan EBT untuk menopang ketahanan energi nasional.
Kontrak PLTU batu bara sendiri sejatinya tersisa sekitar 20-30 tahun lagi. Jadi, momen puncak penggunaan PLTU batu bara ialah tahun 2030-2035 dan akan melandai secara perlahan.
"Setelah itu akan melandai sejalan dengan PLTU yang sudah selesai masa kontraknya," ungkap Dadan lewat keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (1/12).
Ketika penggunaan batu bara melandai, pemerintah akan mengembangkan dan menyediakan energi yang lebih bersih, yakni EBT, untuk menyuplai kebutuhan energi bagi masyarakat.
Hilirisasi
Karena itu, batu bara yang nantinya tidak terpakai lagi sebagai bahan baku pembangkit listrik bisa dimanfaatkan dalam bentuk yang sudah diolah dan lebih hijau lewat proses hilirisasi.
"Kita ini harus mengarah ke green product, kita harus menciptakan green industry di sini, karena memang nanti akan dilihat dari sisi prosesnya itu, bagaimana sih cara memproduksi produk ini," sambungnya.
Produk batu bara, sambung Dadan, bisa diolah menjadi Dimethyl Ether (DME) lewat proses gasifikasi. Setelah itu, DME dapat digunakan sebagai pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) dengan konsumen yang sudah ada.
Baca Juga: Melihat Peran Gas Bumi Sebagai Jembatan Transisi Energi
Sebelum menjadi DME, batu bara juga bisa diolah menjadi metanol yang banyak dipakai sebagai bahan baku strategis sejumlah industri dengan syarat proses pengolahannya harus bersih dan tidak menghasilkan emisi.
"Sebelum menjadi DME juga itu bisa menjadi methanol. Metanol ini banyak dipakai di industri-industri, kita bisa pakai metanol tapi dengan syarat nanti prosesnya harus bersih enggak ada emisi, menjadi produk hijau," imbuh dia.
Dengan menyulap batu bara menjadi produk hijau, hasil hilirisasi dapat lebih mudah diekspor ke luar negeri. Apalagi, negara-negara Eropa akan melihat pada proses memproduksi suatu barang yang menjadikan green industry dan green product sebagai komoditas yang kompetitif di pasar global.
"Nanti mereka (Eropa) akan tanya cara produksinya seperti apa, untuk mengetahui berapa karbonnya, nah kalau tinggi kalau melewati batas mereka akan terapkan pajak karbon terhadap produk tersebut," tandas Dadan Kusdiana.