c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

09 Maret 2024

09:11 WIB

Pemerintah Siap Kawal Realisasi Investasi CCS Australia Di Aceh

Realisasi investasi CCS Australia di Aceh menemui hambatan, termasuk hambatan regulasi.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Pemerintah Siap Kawal Realisasi Investasi CCS Australia Di Aceh
Pemerintah Siap Kawal Realisasi Investasi CCS Australia Di Aceh
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Media Briefing di Jakarta, Jumat (8/3). ValidNewsID/Khairul Kahfi

JAKARTA - Pemerintah mengaku siap mengawal realisasi investasi perusahaan asal Australia terkait pembangunan Carbon Capture and Storage (CCS) di Aceh. Kemenko Perekonomian mengakui, masih terjadi hambatan dalam proses realisasi investasi tersebut. 

Sebagai info, Carbon Aceh dan BUMD Pembangunan Aceh (PEMA) dalam proses joint venture telah membentuk PT PEMA Aceh Carbon. Perusahaa terkait saat ini sedang melakukan studi kelayakan reservoir CCS lapangan gas Arun yang diestimasi memiliki kapasitas penyimpanan akhir sebesar 1 miliar ton CO2.

“Pemerintah juga terus mengawal realisasi investasi perusahaan Australia untuk CCS di Aceh. Memang ada beberapa kendala dari segi regulasi, yang tentunya mereka minta agar kita mencarikan solusi,” kata Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam agenda Media Briefing di Jakarta, Jumat (8/3).

Secara teknis, perusahaan tersebut tengah membahas izin konsesi dan berkomunikasi langsung dengan BP Migas Aceh. “Secara teknikal, mereka merasa perlu dibantu pemerintah pusat terkait technicality dari konsesi mereka,” jelasnya. 

Baca Juga: Ini Cara LEMIGAS Hitung Potensi Penyimpanan Karbon Nasional

Sebelumnya (5/3), dalam kegiatan CEO Meeting di Melbourne, Managing Director and CEO Carbon Aceh hadir menyampaikan perkembangan kerja sama pembangunan CCS di Aceh

Kemenko Perekonomian menilai, proyek ini akan menjadi salah satu proyek CCS terbesar di kawasan ASEAN. Sehingga diharapkan dapat berkontribusi signifikan terhadap perekonomian Aceh. 

Di sisi lain, proyek ini diproyeksikan menciptakan lapangan kerja yang luas, meningkatkan pendapatan dan mendukung perkembangan industri terkait seperti produksi pupuk, hidrogen biru, dan produksi amonia.

Kementerian ESDM mengestimasi, saat ini Indonesia punya potensi CCS lebih dari 572,77 gigaton (GT) untuk salin akuifer, serta 4,85 GT pada deplated oil and gas reservoir.

Sebagai perbandingan, sumber daya untuk menyimpan CO2 dalam teknologi CCS/CCUS dengan potensi penyimpanan hingga 400 GT saja, membutuhkan investasi global hingga mencapai US$6,4 miliar. Dari angka itu, Asia berpotensi menyumbang sekitar US$1,2 miliar atau Rp18,4 triliun.

Indonesia disebut memiliki potensi besar menjadi pusat penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Storage/CCS) dan teknologi penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture, Utilization, and Storage/CCUS) industri hulu migas di wilayah Asia Pasifik.

Potensi ini dimungkinkan, lantaran Indonesia memiliki lapangan-lapangan migas tua yang siap menjadi lokasi penyimpanan CO2, serta dukungan posisi strategis nusantara yang berada di tengah-tengah Asia dan Australia.

Asal tahu saja, CCS dapat digunakan untuk menangkap dan menyimpan CO2 yang diproduksi oleh berbagai industri. Sedangkan CCUS, biasanya digunakan industri hulu migas untuk menangkap dan menyimpan CO2 yang mereka hasilkan, sekaligus memanfaatkannya untuk hal lain, misalnya peningkatan produksi.

Perkuat Kerja Sama Pengembangan Baterai EV
Dalam kesempatan sama, Menko Airlangga menyampaikan, Indonesia sepakat menindaklanjuti MoU kerja sama mineral dan ekosistem kendaraan listrik (EV), khususnya kendaraan mobil, dengan Australia. Kerja sama ini telah diteken saat dirinya bertemu Menteri Industri dan Ilmu Pengetahuan Australia, Hon Ed Husic.

Secara konkret, Indonesia sudah mulai mengekspor mobil listrik ke Negeri Kangguru dari pabrik yang ada di dalam negeri. “Ini jadi sangat streatgis, karena ini sesuai dengan apa yang diatur dalam IA-CEPA,” jelasnya. 

Selain itu, pemerintah Indonesia turut memperkuat kerja sama soal pengembangan baterai kendaraan listrik. Seperti diketahui, kendaraan listrik Indonesia terkenal dengan baterai berbasis nikel, sedangkan Australia terkenal dengan basis litium.

Baca Juga: Potensi CCS Indonesia Lebih Dari 572,77 Gigaton

Lewat kerja sama ini, pemerintah berharap, Indonesia-Australia bisa bersinergi soal baterai kendaraan listrik lewat berbagai mineral. Ditambah juga, pengembangan di bidang sains dan teknologi.

“MoU ini sudah ditandatangani 2022, jadi ini (bentuk) implementasi MoU-nya. Karena ada studi mengenai konten dari baterai, Australia mengembangkan material dengan mineral lain,” paparnya.

Pemerintah mendata, selama 2023, investasi asing (FDI) asal Australia di Indonesia tumbuh sebesar 4% atau setara US$545,2 juta, dengan jumlah proyek meningkat signifikan hingga 200,6%. Australia berada di peringkat 10 dari 168 negara yang berinvestasi di Indonesia. 

Ke depan, pemerintah juga berharap bisa mendorong kolaborasi sektor swasta dengan Australia yang lebih kuat pada sektor-sektor mesin pertumbuhan baru.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar