10 April 2025
08:16 WIB
Pemerintah Perlu Perbaiki Mekanisme TKDN, Bukan Hapus Kebijakan
Pemerintah perlu serius memperbaiki mekanisme perhitungan hingga administrasi kebijakan TKDN, bukan melonggarkan atau menghapus.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Ilustrasi TKDN. Pekerja melakukan perakitan ponsel cerdas Nokia C-series di PT Sat Nusapersada di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (8/11/2022). Antara Foto/Teguh Prihatna
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan pemerintah untuk memperbaiki mekanisme kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) agar lebih efisien dan transparan.
Head of Center Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho mengatakan, perbaikan serius dapat memberikan kemudahan masuknya investasi ke sektor industri dalam negeri.
"Kita harus jujur dulu ya memang mekanisme TKDN kita selama ini tidak sempurna. Banyak pelaku industri, termasuk investor asing merasa proses penilaian TKDN berbelit-belit, tidak transparan dan seringkali jadi hambatan bagi investasi," ungkapnya kepada Validnews, Rabu (9/4).
Andry memperhatikan, pelaku industri kerap terganjal biaya administrasi tinggi, hingga terdapat perbedaan interpretasi antar kementerian/lembaga yang mengurus mekanisme kebijakan TKDN.
Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah perlu serius membenahi jalannya kebijakan TKDN di Indonesia. Namun, ia menegaskan, melonggarkan atau bahkan menghapus TKDN bukan langkah yang tepat, meski sekarang dunia perdagangan global tengah was-was karena tarif resiprokal dari Amerika Serikat.
Pada 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana menerapkan tarif impor bagi negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia. AS membidik untuk mengenakan tarif resiprokal sebesar 32% pada Indonesia.
"Kalau respons pemerintah justru terlalu melonggarkan atau bahkan sampai menghapus TKDN, itu langkah yang cukup keliru menurut saya," kata Andry.
Baca Juga: Waspada China Ngamuk Gegara Indonesia Relaksasi TKDN Untuk AS
Dia menuturkan, hampir semua negara memiliki kebijakan serupa yang berfungsi melindungi industri dalam negeri masing-masing. Itu termasuk AS yang memiliki Buy American Act, serta China dan Vietnam yang juga memiliki local content requirements.
Pengamat Indef menilai, negara mitra dagang RI cukup selektif dalam mengelola kebijakan kandungan lokal, supaya negaranya tetap menarik investor asing. Sementara, Indonesia berencana menawarkan kelonggaran TKDN sebagai bahan negosiasi dengan pihak AS.
Ia mewanti-wanti, negara lain akan melihat lalu bereaksi ketika Indonesia memberikan perlakuan spesial hanya ke AS. Indonesia bisa kehilangan kepercayaan investor negara selain AS hingga menyurutkan posisi tawar RI.
"Jadi ini bukan soal apakah kita perlu melonggarkan TKDN atau tidak, tapi soal bagaimana kita memperbaiki mekanisme TKDN itu supaya lebih transparan, efisien, tapi tetap menjaga arah kebijakan industri nasional kita. Bukan malah dibuka bebas atau dihapus," tegas Andry.
Sebab, Ekonom Indef melihat, industri RI sudah memiliki daya saing, termasuk di pasar ekspor. Sangat disayangkan nantinya, jika TKDN dihapus atau dilonggarkan, ini akan membuat pasar domestik kebanjiran barang impor.
Dia mewaspadai perekonomian Indonesia bisa anjlok apabila kena tekanan lebih besar. Menurutnya, saat ini tekanan global sudah cukup tinggi, ditambah lagi banyak banjir impor barang murah, baik yang legal maupun ilegal.
Sejalan dengan itu, Andry menyarankan supaya menteri-menteri terkait tidak menelan pernyataan presiden mentah-mentah, yang menyebut bahwa kebijakan TKDN perlu lebih fleksibel.
Baca Juga: Pemerintah Jadikan Relaksasi TKDN Bahan Negosiasi Dengan AS
"Menurut saya ini harus diterjemahkan oleh menteri-menteri terkait bahwa statement presiden itu jangan ditelan mentah begitu saja, karena ini menurut saya cukup berbahaya," katanya.
Untuk diketahui, kebijakan TKDN bertujuan untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri di berbagai sektor industri. Dengan demikian, barang-barang yang diimpor dari luar negeri perlu mematuhi ketentuan minimal TKDN agar bisa beredar di Indonesia.
Di sisi lain, kebijakan TKDN juga diharapkan meningkatkan investasi di industri, termasuk sektor manufaktur. Ketika perusahaan diharuskan menggunakan komponen lokal, mereka terdorong berinvestasi di bidang teknologi dan lainnya, guna mencapai ketentuan TKDN.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto minta jajarannya untuk mengubah kebijakan TKDN. Menurutnya, kebijakan komponen lokal, khususnya untuk produk buatan Amerika, bisa dibikin lebih fleksibel.
"TKDN dipaksakan ini akhirnya kita kalah kompetitif, TKDN fleksibel saja lah. Mungkin diganti dengan insentif, tolong ya para pembantu saya, menteri saya, TKDN dibikin realistis," ujar RI 1, Selasa (8/4).
Lemahkan Kemandirian Industri
Terpisah, Dosen Departemen Ekonomi Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengutarakan, relaksasi kebijakan TKDN yang ditawarkan pemerintah Indonesia sebagai bagian dari konsesi dagang kepada AS justru bisa melemahkan komitmen kemandirian industri nasional.
Syafruddin mengatakan, TKDN selama ini bukan hanya soal persentase kandungan lokal. Namun, sebagai simbol untuk membangun kemampuan produksi dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat rantai pasok nasional.
"Jika negara tidak hati-hati, relaksasi ini hanya akan memperlebar banjir impor, mematikan industri lokal, dan menambah ketergantungan struktural terhadap produk asing," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (9/4).
Baca Juga: Khawatir Dikuasai Impor, Industri Mebel Minta Pemerintah Kerek TKDN Jadi 80%
Dalam jangka panjang, sambung Syafruddin, kebijakan relaksasi akan menyulitkan upaya Indonesia untuk lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Oleh karena itu, ia menilai, pemerintah perlu bersikap cermat dan berani memastikan setiap konsesi ekonomi harus memberi manfaat nyata dan berkeadilan nasional.
"Ketika pemerintah dengan mudahnya melonggarkan ketentuan tersebut tanpa kejelasan timbal balik yang setara dari pihak AS, maka yang terjadi bukanlah diplomasi, melainkan bentuk pengikisan kedaulatan ekonomi secara perlahan," tutup Syafruddin.