25 September 2023
16:16 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma, Al Farizi Ahmad
JAKARTA - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik akan segera direvisi. Dengan permendag yang baru, perniagaan elektronik seperti TikTok Shop tak boleh lagi berjualan.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9).
"Pengaturan perdagangan elektronik, khususnya tadi kita membahas social commerce. Sudah disepakati, besok, pulang ini revisi Permendag 50/2020 akan kita tandatangani. Ini sudah dibahas berbulan-bulan dengan pak presiden," kata Zulkifli.
Zulhas begitu biasa disapa mengatakan bahwa social commerce itu nantinya hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa.
"Tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, enggak gak boleh lagi. Dia hanya boleh untuk promosi seperti TV. Di TV kan iklan boleh, tapi enggak bisa terima uang kan. Jadi dia semacam platform digital, tugasnya mempromosikan," jelasnya.
Selain itu, platform E-commerce dan sosial media juga harus dipisahkan. Hal ini untuk mencegah penggunaan data pribadi sebagai kepentingan bisnis.
"Tidak ada sosial media, ini tidak ada kaitannya, jadi dia harus dipisah, jadi algoritmanya itu tidak semua dikuasain, dan ini mencegah penggunaan data pribadi, apa namanya, untuk kepentingan bisnis," ujarnya.
Baca Juga: Revisi Permendag 50 Tahun 2020 Ditandatangani Minggu Ini
Zulhas menambahkan, produk-produk impor juga harus diperlakukan sama dengan produk buatan dalam negeri. Ia lalu mencontohkan, misalnya produk impor harus memiliki izin baik dari BPOM, sertifikat halal, serta harus memenuhi standar yang ditetapkan.
"Kita juga nanti diatur yang boleh langsung, produk-produk yang dari luar nih, dulu kita sebut dulu negative list, sekarang kita sebut positive list, yang boleh-boleh, kalau dulu negative list, negative list semua boleh kecuali. Kalau sekarang yang boleh, yang lainnya tidak boleh, diatur. Misalnya batik, buatan Indonesia, di sini banyak kok," ucapnya.
Zulhas juga mengingatkan bahwa platform media sosial juga tidak boleh bertindak sebagai produsen. Tak hanya itu, dalam regulasi ini juga diatur bahwa dalam sekali transaksi produk impor minimal senilai 100 dolar AS.
"Sudah diputuskan. Nanti sore sudah saya tandatangani revisi Permendag nomor 50/2020 menjadi permendag berapa nanti tahun 2023. Kalau ada yang melanggar seminggu ini, tentu ada surat saya ke Kominfo untuk memperingatkan. Setelah memperingatkan, (ketahuan melanggar) tutup," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan pihaknya akan secara tegas mengatur arus masuk barang.
Ini, katanya, bukan soal produk lokal yang kalah saing dengan barang di platform online atau offline, namun karena maraknya produk luar yang sangat murah dijual di platform global.
"Kita lagi mengatur perdagangan yang fair antara offline dan online. Karena ini offline diatur sedemikian ketat, tapi di online masih bebas. Kuncinya di revisi Permendag tadi. Jadi ada pengaturan dari platform, tadi sudah clear arahan presiden soal social commerce harus dipisah dengan e-commerce ya," jelasnya.
Baca Juga: Jokowi Sebut TikTok Shop Bikin UMKM hingga Pasar Anjlok
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menegaskan pemerintah harus mengatur perdagangan yang fair dan bukan lagi free trade atau perdagangan bebas.
"Tapi Fair Trade atau perdagangan yang adil. Jadi bagaimana sosial media ini tidak serta-merta menjadi e-commerce, karena apa? Di sini negara harus hadir melindungi pelaku UMKM dalam negeri. Kita harus fair, jangan barang di sana dibanting harga murah nanti kita klenger gitu," tegasnya.
Dia juga menekankan soal penggunaan data pengguna yang dimanfaatkan sebagai pembentukan algoritma bagi platform.
Dia menyebutkan kedaulatan data yang tidak boleh dipakai semena-mena. Ini, katanya, akan menumbuhkan ekspansi perusahaan besar besaran yang nantinya akan memonopoli perdagangan.
"Algoritmanya sudah diambil media sosial, nanti e-commerce, nanti fintech, nanti pinjaman online dan lain-lain. Ini kan semua platform ini akan ekspansi ke berbagai jenis dan itu harus kita atur, kita harus tata supaya jangan ada monopoli organik atau alamiah," imbuhnya.