c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

30 Juli 2025

19:23 WIB

Pedagang: Penghapusan Beras Medium dan Premium Tak Solutif

Pedagang beras menilai keputusan pemerintah menghapus kelas beras premium dan medium untuk mengatasi isu beras adalah solusi yang tidak menyentuh akar masalah.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p>Pedagang: Penghapusan Beras Medium dan Premium Tak Solutif</p>
<p>Pedagang: Penghapusan Beras Medium dan Premium Tak Solutif</p>

Stok beras di gudang. Dok Bapanas/NFA

JAKARTA - Salah satu pedagang sekaligus pemilik toko beras Idolaku di Jakarta, Haryanto menilai, keputusan pemerintah menghapus kelas beras premium dan medium dalam mengatasi penjualan beras tak sesuai mutu tidak tepat sasaran. Menurutnya, langkah ini tak mengatasi masalah perberasan yang sebenarnya terjadi saat ini.

Haryanto menyebut, fenomena penjualan beras turun mutu atau beras premium yang dijual menggunakan kualitas medium di pasaran bermula dari tingginya harga gabah. Kondisi tersebut mendorong kenaikan biaya di hilir.

“Menurut saya, kebijakan itu (penghapusan beras premium-medium) tidak menyentuh akar masalah. Akar masalahnya itu ada di tingkat petani dengan tingginya harga gabah. Jadi yang harusnya ditertibkan dulu itu ya jual-beli gabahnya,” ungkap Haryanto kepada Validnews, Jakarta, Rabu (30/7).

Baca Juga: Indef: Cegah Beras Oplosan Terulang, Ganti Razia Jadi Pengawasan Cerdas

Dia membeberkan, harga gabah saat ini di beberapa daerah dijual di rentang harga Rp7.700/kg hingga Rp8.000/kg, atau terlampau jauh dari ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di Rp6.500/kg.

Untuk bisa menertibkan jual beli gabah, Haryanto mengusulkan, agar pemerintah bisa menetapkan batas atas dan batas bawah harga gabah atau menetapkan HET gabah di tingkat petani. 

Jika tak begitu, pedagang khawatir, perusahaan produsen beras swasta akan saling berebut gabah dengan menawarkan harga tinggi pada petani. Alhasil, produsen pun akan menaikkan harga jual beras di tingkat konsumen untuk menambal kerugian produksi karena harga bahan baku yang sudah telanjur tinggi.

Selain penertiban jual-beli gabah, Haryanto juga menyarankan kepada pemerintah untuk membatasi perizinan pendirian usaha pabrik beras. Usulan ini bertujuan untuk mengurangi perebutan gabah dari petani.

“Perizinan pembuatan kilang padi atau pabrik beras harus dibatasi atau diperketat. Kalau perbandingan pabrik versus produksi gabah tidak seimbang, akan mengakibatkan persaingan yang tidak sehat pada proses jual-beli gabah,” jelas Haryanto.

Baca Juga: Menkeu: Investasi Rp16,6 T Kerek Produksi Beras dan Rekor Bulog

Menurutnya, pertumbuhan pabrik beras modern dengan kapasitas produksi besar saat ini makin pesat. Situasi ini juga yang membuat persaingan pembelian gabah antara perusahaan swasta sampai pemerintah begitu ketat.

Sementara itu, Haryanto menyebut, pabrik beras yang sudah berdiri harus terus bisa berproduksi. Alasannya, menjaga suplai ritel langganan, menjaga aktivitas kerja para buruh, dan optimalisasi investasi mesin beras yang sudah terpasang dengan harga yang tak murah.

Kelas Beras Baru; Reguler dan Khusus
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi telah mengumumkan bahwa pemerintah akan menyederhanakan kelas mutu beras dari premium dan medium menjadi beras reguler. Sementara untuk beras khusus seperti beras fortifikasi, japonica, basmati, dan lainnya tetap ada. 

Penetapan tersebut nantinya akan menjadikan beras reguler tetap memiliki HET terbaru yang diatur pemerintah. Sementara beras khusus tidak diatur pemerintah, namun perlu menyertakan sertifikat dari pemerintah.

Baca Juga: Satgas Pangan Temukan 189 Merek Beras Bermasalah

Arief menjelaskan, keputusan pemerintah menghapus kelas beras premium dan medium karena pembagian kelas tersebut sudah tak relevan lagi dengan kondisi di lapangan.

“Menindaklanjuti arahan presiden... kita sepakat untuk segera melakukan penyempurnaan regulasi teknis perberasan. Pengelompokan kelas premium dan medium akan dihapus, dan regulasi akan disederhanakan agar lebih implementatif. Peraturan Badan yang lama juga akan kita revisi secara menyeluruh,” kata Arief, Selasa (29/7).

Saat ini, regulasi harga beras masih diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 5 Tahun 2024, sementara aspek mutu dan label mengacu pada Perbadan Nomor 2 Tahun 2023. 

Dengan revisi yang tengah dipersiapkan, Bapanas menargetkan penyusunan aturan baru ini dapat diselesaikan dalam waktu dekat dan segera diterapkan guna mendukung stabilitas pangan nasional yang sehat dan berkeadilan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar