c

Selamat

Jumat, 29 Maret 2024

EKONOMI

11 Oktober 2021

15:38 WIB

PATAKA Minta Pemerintah Hitung Ulang Kuota Impor Ayam GPS

Ada rekomendasi yang disampaikan PATAKA agar cutting ayam tidak dilakukan terus menerus

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

PATAKA Minta Pemerintah Hitung Ulang Kuota Impor Ayam GPS
PATAKA Minta Pemerintah Hitung Ulang Kuota Impor Ayam GPS
Pedagang melayani pembeli telur di Pasar Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (1/10/2021). ANTARAFOTO/Aprillio Akbar

JAKARTA – Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) kembali menyoroti industri perunggasan yang mengalami tekanan. Pelemahan permintaan dan kebijakan pemerintah yang membuat suplai berlebihan membelit industri perunggasan.

Pantauan PATAKA sejak September 2021, harga livebird anjlok menjadi Rp16–17 ribu/kg di tingkat peternak. Begitupun harga telur saat ini yang mencapai Rp14–17 ribu/kg. Harga itu, jauh di bawah harga acuan Permendag 7/2020 di Rp19-21 ribu/kg. 

Ketua PATAKA Ali Usman menjelaskan, masalah klasik oversupply masih terjadi pada komoditas ayam broiler. Berdasarkan Surat Edaran Oktober 2021 milik Ditjen PKH Kementan 06066/PK.230/F/1021, produksi DOC FS atau bibit ayam ada sebanyak 300.253.946 ekor. Sedangkan, kebutuhan sebanyak 212.669.913 ekor; sehingga terjadi potensi surplus sebesar 87.584.033 ekor. 

"Salah satu tuntutan aksi peternak yaitu ingin mencabut SE Ditjen PKH, karena tiap dilaksanakan berdampak pada harga DOC FS yang melambung tinggi. Kendati harga livebird masih berfluktuasi dan cenderung rendah," ujarnya dalam pernyataan resmi yang diterima, Jakarta, Senin (11/10).

Sebenarnya, Usman bilang, banjirnya pasokan DOC FS pada Oktober 2021 tidak lepas dari dampak alokasi kuota impor buyut bibit ayam (grand parent stock/GPS) sebanyak 675.999 ekor pada 2020. 

Meskipun, realisasi kuota impor di 2020 itu juga dikurangi sebanyak 31.001 ekor dibanding tahun sebelumnya, yang sebanyak 707.000 ekor. Sementara pada 2019 juga, data menunjukkan kelebihan GPS sebanyak 53.229 ekor. 

Karena itu, PATAKA berpendapat, jumlah ayam oversupply sepanjang 2021 merupakan dampak kuota impor ayam GPS pada 2020. Sebab, ayam GPS menghasilkan indukan ayam (parent stock/PS) dan bibit ayam (DOC FS).

"Jadi pemerintah harus cermat menghitung kebutuhan ayam di masyarakat, terutama di masa pandemi covid-19. BPS mencatat, konsumsi ayam masyarakat di masa normal sebesar 12,79 kg/kapita/tahun. Sementara, konsumsi ayam di masa covid-19 turun menjadi 9,08 kg/kapita/tahun,” paparnya. 

Selain itu, lanjutnya, jebloknya harga livebird dan telur juga tidak lepas dari daya beli masyarakat yang menurun, akibat PPKM level di berbagai daerah terutama Jawa-Bali. Banyak sektor hotel, restoran dan kafe (horeka) yang terpaksa mesti tutup. 

"Padahal, serapan pasar sektor horeka cukup tinggi. Selain juga pasar utama ayam karkas segar dan telur ayam diserap konsumen rumah tangga melalui pasar tradisional dan toko ritel,” terangnya. 

Oversupply 
Melihat data suplai-permintaan di 2021, Ditjen PKH Kementan menyebut, kebutuhan karkas ayam sebanyak 3.129.660 ton. Sementara, setelah proses cutting pun produksi ayam karkas masih mencapai 3.507.499 ton sehingga terdapat surplus 377.839 ton (12,46%).

"Seharusnya, pemerintah mengurangi jumlah kuota impor GPS sebesar 30% ke masing-masing perusahaan. Bukan melakukan pemusnahan ayam DOC FS yang berpotensi melanggar kesejahteraan hewan," tegasnya. 

Begitupun dengan telur ayam layer yang juga mengalami kondisi oversupply. Pasalnya, beberapa perusahaan pemain besar melakukan budidya ayam layer atau petelur. Saat ini, secara nasional, pelaku usaha integrasi menguasai produksi ayam petelur mencapai 15%. 

Padahal menurut Permentan 32/2017, pelaku usaha integrasi hanya melakukan budidaya sekitar 2%, sedangkan 98% sisanya ditujukan untuk peternak rakyat. Akibatnya, pasokan telur berlebih sehingga harga telur anjlok sejak awal September. 

"Banyak peternak ayam melakukan apkir dini (memusnahkan) karena tidak mampu menanggung kerugian berkepanjangan, terutama peternak di Blitar, Jatim dan Kendal, Jateng," terangnya. 

Butuh Kelancaran Distribusi 
Karena itu, Usman menekankan dan merekomendasikan, pemerintah untuk melakukan penyerapan ayam dan telur dari peternak untuk kebutuhan bantuan sosial atau bansos masa PPKM. Agar cutting ayam broiler tidak terjadi secara terus-menerus, sekaligus langkah menstabilkan harga ayam hidup dan telur hingga akhir 2021. 

Ia pun melanjutkan, selain bansos yang didistribusikan kepada masyarakat terdampak PPKM. Bansos daging olahan juga dapat disalurkan kepada siswa tingkat SD-SMA yang sekarang sudah mulai masuk tatap muka. 

Hal ini diprediksi dapat mendukung peningkatan konsumsi protein hewani, guna meningkatkan imunitas dan kecerdasan di masyarakat. 

“Upaya stabilisasi harga merupakan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah harus mengeluarkan ongkos stabilisasi (pasokan dan harga) melalui dana APBN,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER