c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

28 Mei 2025

20:53 WIB

Paket Stimulus Kuartal II Diproyeksi Minim Pulihkan Ekonomi

Paket stimulus ekonomi pemerintah dinilai akan minim berdampak bagi pemulihan ekonomi. Lantaran data penerima manfaat yang tidak akurat dan besaran bantuan yang tidak signifikan.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Khairul Kahfi

<p>Paket Stimulus Kuartal II Diproyeksi Minim Pulihkan Ekonomi</p>
<p>Paket Stimulus Kuartal II Diproyeksi Minim Pulihkan Ekonomi</p>

Warga membawa paket bantuan sosial dari pemerintah yang ia terima di kawasan Koja, Jakarta, Sabtu (2/5/2020). Antara Foto/Hafidz Mubarak A/hp.

JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meragukan keberhasilan upaya pemerintah dalam mengerek daya beli dan memulihkan perekonomian melalui paket stimulus yang digelontorkan di kuartal II/2025.


Alasan utama keraguan tersebut dilatarbelakangi oleh ketidakakuratan data yang dimililiki pemerintah untuk digunakan dalam menentukan paket-paket stimulus yang dibuat.


"Akan terjadi bias (data), banyak (penerima manfaat) yang akan dikecualikan dari stimulus ini," imbuh Bhima dalam diskusi publik yang mengukur realita jumlah masyarakat miskin dan pengangguran di Indonesia, Jakarta, Rabu (28/5).


Baca Juga: Data Kemiskinan Dan Pengangguran Usang, Celios Desak Pemerintah Perbarui Metode


Sebagai pengantar, Bhima menilai, masalah utama dari ketidakakuratan data yang dapat memengaruhi keberhasilan program stimulus ekonomi adalah ketidakseriusan pemerintah, khususnya dalam memperbarui data kemiskinan dan pengangguran yang sebenarnya terjadi di lapangan.


Sebagai contoh, dirinya menyorot stimulus Bantuan Subsidi Upah (BSU) senilai Rp150 ribu per bulan untuk sekitar 17 juta pekerja dengan gaji sampai dengan Rp3,5 juta atau sebesar UMP/Kota/Kab yang berlaku, serta kepada 3,4 Juta guru honorer selama dua bulan.


Nyatanya, dia mengungkapkan, data tersebut hanya mencakup pekerja formal berdasarkan data yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga data tersebut mengecualikan pekerja di sektor informal atau pekerja dengan status outsourcing yang dipastikan juga tidak mendapat subsidi upah.


"Pemerintah seolah berbaik hati untuk menggelontorkan stimulus agar daya beli masyarakat pasca lebaran bisa lebih meningkat lagi. Di sisi lain, karena data enggak ada dan datanya juga enggak dicari secara serius, banyak pekerja yang menjadi korban diskriminasi bantuan sosial, jadi mereka ter-exclude (dikecualikan) dari bantuan sosial," urainya.


Baca Juga: Angka Kemiskinan Bank Dunia VS BPS Beda, Ini Penjelasannya


Secara paralel, kondisi tersebut juga dapat berkaitan dengan subsidi diskon tarif listrik sebesar 50% yang cenderung salah sasaran.


Sebagai catatan, diskon tarif listrik yang dimaksud diberikan kepada sebanyak 79,3 juta rumah tangga dengan kapasitas daya di bawah 1.300 VA.


"Lalu bagaimana dengan pekerja yang tinggal di kos-kosan dan kontrakan 2.200 VA ke atas? Yang punya rumah bukan mereka, tapi mereka menanggung beban biaya listrik, karena kebetulan rumah yang disewa daya listriknya di atas 1.300 VA," imbuhnya.


Baca Juga: Pasrah Terengah Si Kelas Menengah


Berangkat dari hal tersebut, Bhima menilai, paket stimulus yang diberikan pemerintah dirasa tidak akan memberikan dampak besar bagi pemulihan ekonomi di kuartal II/2025. 


Ekspektasi negatif itu juga diperkuat dengan berkaca dari hasil paket stimulus sebelumnya di awal 2025 yang tidak memberikan dampak berarti, terbukti lewat capaian perekonomiam di kuartal pertama yang hanya mencatatkan pertumbuhan di angka 4,87% (yoy).


"Stimulus yang dilakukan oleh pemerintah sudah kecil, datanya juga tidak terlalu akurat. (Jadi) efeknya juga pasti akan minim kepada pemulihan ekonomi di kuartal kedua 2025," paparnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar