14 Desember 2024
17:34 WIB
OJK Telah Terima Dokumen Pernyataan Merger XL dan Smartfren
OJK tidak mempunyai kewenangan untuk mendorong atau melarang merger tersebut.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Ilustrasi merger XL Axiata dan Smarfren. Dok. Ist
JAKARTA - Raksasa telekomunikasi Indonesia, PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), serta PT Smart Telcom mengumumkan merger strategis senilai Rp104 triliun atau sekitar US$6,5 miliar. Nantinya, entitas gabungan ini akan dikenal sebagai PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (XLSmart).
Menanggapi hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa rencana merger EXCL dan FREN merupakan keputusan bisnis yang diambil oleh kedua emiten.
Oleh karena itu, OJK sebagai regulator tidak mempunyai kewenangan untuk mendorong atau melarang merger tersebut.
"Hal itu sepanjang rencana merger sesuai dengan seluruh ketentuan perundang-undangan yang terkait, salah satunya ketentuan di bidang telekomunikasi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/12).
Bersamaan dengan keterbukaan informasi terkait rancangan merger yang telah diumumkan, lanjut dia, OJK pun telah menerima dokumen Pernyataan Penggabungan dan saat ini dalam proses penelaahan.
"Sebagaimana kami sampaikan sebelumnya, dalam merger ini OJK juga akan mempertimbangkan pemenuhan ketentuan perundang-undangan terkait yang salah satunya memerlukan persetujuan dari regulator industri telekomunikasi, yang dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Digital," imbuhnya.
Secara terpisah, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengamini kesepakatan definitif antara EXCL dan FREN untuk melakukan merger atau penggabungan. BEI juga mengungkapkan kemungkinan penghapusan saham Smartfren yang akan menggabungkan diri dengan XL Axiata.
Nyoman mengonfirmasi bahwa penggabungan dua perusahaan tercatat akan mengakibatkan aset aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih secara hukum. Hal ini sebagaimana tertuang di Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT).
"Berdasarkan pada UU Perseroan Terbatas angka (9) pasal 1 disebutkan bahwa penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada, yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status bada hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum," kata Nyoman kepada wartawan, Kamis (12/12).
Selain itu, merujuk pada ketentuan B.5 Peraturan Bursa No. I-G Tentang Penggabungan Usaha Atau Peleburan Usaha, Bursa akan memberitahu dan mengumumkan mengenai kemungkinan dilakukannya penghapusan pencatatan atas saham Perusahaan Tercatat dari daftar saham yang tercatat di Bursa sebagai akibat dilakukannya penggabungan usaha atau peleburan usaha.
Selanjutnya, dalam angka (1) pasal 122 diatur bahwa penggabungan dan peleburan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
"Dalam kasus (case) merger antara EXCL dan FREN ini, maka berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan, FREN yang akan menggabungkan diri ke dalam EXCL, sehingga FREN akan berakhir karena hukum," jelasnya.
Dengan demikian, sesuai UUPT angka (3) huruf (b) pasal 122, pemegang saham FREN juga akan menjadi pemegang saham EXCL setelah penggabungan.
Kemudian, pada angka (1) huruf (c) pasal 62 UUPT diatur bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar. Hak ini dapat tidak disetujui oleh pemegang saham atau perseroan sebagaimana aturan yang ditetapkan perseoran.
Proyeksi Sektor Telekomunikasi
Sementara itu, Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menilai bergabungnya XL dengan Smartfren, otomatis membuat tersisa tiga pemain besar telekomunikasi, yakni PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (XLSmart) yang merupakan gabungan XL Axiata dan Smartfren, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), serta PT Indosat Tbk (ISAT).
Ke depan, Mirae Asset memproyeksikan sektor telekomunikasi akan agresif tahun depan, terutama di luar Jawa. Lantaran, permintaan layanan diperkirakan terus meningkat, terutama setelah berkurangnya jumlah pemain utama.
Saham telekomunikasi juga diperkirakan bakal mendulang untung di saat momen Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru).
Kendati demikian, Mirae Asset masih merekomendasikan saham Indosat (ISAT) untuk dapat dicermati para investor karena agresif dalam beroperasi.
"Indosat masih tetap menarik," kata Rully saat ditemui di Pacific Place, Jakarta, Jumat (13/12).
Selain itu, ditambah belum ada kepastian mengenai regulasi dalam hal kehadiran Starlink. Oleh karena itu, belum dapat dikaji dampaknya terhadap persaingan di industri telekomunikasi.