09 Juli 2024
09:34 WIB
OJK: Sisa Kredit Restrukturisasi Covid-19 Per Mei 2024 Rp192,52 T
Sisa kredit restrukturisasi covid-19 pada Mei 2024, atau dua bulan sejak kebijakan dicabut tercatat sebesar Rp192,52 triliun.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Ilustrasi kredit perbankan. Shutterstock/dok
JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan, jumlah sisa kredit restrukturisasi covid-19 terus menunjukkan tren penurunan sejak kebijakan tersebut berakhir.
Asal tahu saja, kebijakan kredit restrukturisasi covid-19 pada industri perbankan telah berakhir pada tanggal 31 Maret 2024. Sementara untuk lembaga pembiayaan, pengakhirannya ditetapkan pada tanggal 17 April 2024.
Berdasarkan data OJK, sisa kredit restrukturisasi covid-19 pada Mei 2024, atau dua bulan sejak kebijakan itu dicabut tercatat sebesar Rp192,52 triliun. Jumlah tersebut terus menurun jika dibandingkan pada saat pengakhirannya dan juga dibandingkan pada April 2024.
Baca Juga: Pemerintah Berencana Perpanjang Restrukturisasi Kredit Hingga 2025
Tercatat, pada Maret 2024, sisa kredit restrukturisasi covid adalah sebesar Rp228,03 triliun. Kemudian pada April 2024 susut menjadi sebesar Rp207,40 triliun. Jumlah ini jauh menurun jika dibandingkan Mei tahun lalu yang sebesar Rp372,07 triliun.
“Nah, dengan pembagian bahwa jumlah restrukturisasi yang sifatnya targeted, yaitu Rp72,7 triliun dan jumlah restrukturisasi secara menyeluruh untuk covid-19 itu Rp119,8 triliun, sehingga jumlah totalnya Rp192,52 triliun,” kata Mahendra dalam konferensi pers secara daring, Senin (8/7).
Menurutnya, sisa kredit restrukturisasi covid-19 per Mei 2024 juga jauh lebih kecil dibandingkan pada periode puncaknya untuk kebutuhan restrukturisasi yang terjadi pada Oktober 2020, yakni sebesar Rp820 triliun.
Sejalan dengan hal itu, jumlah debitur juga terus menurun menjadi di kisaran 702 ribu nasabah dibandingkan pada periode puncaknya yang sebesar 6,8 juta nasabah atau mendekati 7 juta nasabah. "Jadi ada hampir 10 kali lipatnya," imbuhnya.
Mahendra menegaskan, pada saat OJK menetapkan pengakhiran kebijakan relaksasi terhadap kredit yang berpengaruh oleh pandemi covid-19, hal itu juga memperhitungkan seberapa besar “luka lebam” atau scaring effect dari pandemi terhadap kondisi perbankan dan juga perkembangan perekonomian secara menyeluruh.
Dia pun mencatat perbankan telah membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang sangat memadai mengingat coverage ratio-nya mencapai 33,84%.
Hal ini menunjukkan perbankan secara umum menerapkan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian yang baik.
"Industri perbankan secara umum kinerjanya baik, didukung dengan tingkat permodalan yang tinggi," terang dia.
Baca Juga: Pengamat Ungkap Dampak Restrukturisasi Kredit Covid-19 Dicabut
OJK juga menilai industri perbankan bukan saja mampu mempertahankan daya tahan yang baik terhadap potensi risiko ke depan, tetapi juga mampu memenuhi target-target untuk 2022 yang telah ditetapkan, baik untuk penyaluran kredit maupun target dana pihak ketiga (DPK).
"Oleh karena itu, sampai saat ini pihak perbankan optimis bisa mencapainya," pungkas Mahendra.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta program restrukturisasi kredit terdampak covid-19 diperpanjang hingga 2025. Hal itu dinilai karena akan mengurangi perbankan mencadangkan kerugian akibat kredit usaha rakyat (KUR).