27 Juni 2024
17:10 WIB
Meski Rupiah Anjlok, Pemerintah Belum Berencana Utak-Atik Subsidi BBM
Pemerintah belum berencana mengutak-atik harga dan besaran subsidi BBM di dalam negeri atas dampak dari pelemahan rupiah atas dolar AS yang berpotensi mendisrupsi kegiatan impor minyak bumi dunia.
Penulis: Khairul Kahfi
Sejumlah kendaraan antre mengisi BBM jenis Pertalite dan Pertamax di salah satu SPBU, Kota Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Antara Foto/Arif Firmansyah
JAKARTA - Pemerintah belum berencana mengutak-atik harga dan besaran subsidi BBM di dalam negeri atas dampak dari pelemahan rupiah atas dolar AS yang berpotensi mendisrupsi kegiatan impor minyak bumi dunia.
Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menjamin pemerintah terus memantau pergerakan harga jual minyak mentah di Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) yang sejauh ini masih dalam prediksi jangkauan APBN 2024. Kendati tekanan kurs yang meningkat cukup signifikan, dia menyebutkan tidak bisa diabaikan begitu saja.
“Jadi kita belum terlalu mendapat tekanan untuk sisi ICP, tapi memang dari sisi kurs kita mulai mendapat tekanan untuk subsidi BBM ini,” jelasnya menjawab pertanyaan wartawan usai Konferensi Pers APBN KiTa Edisi Juni 2024, Jakarta, Kamis (27/6).
Pemerintah pun bersyukur, besaran konsumsi BBM di tanah air masih bisa dikendalikan sehingga lebih rendah dari tahun lalu.
“Secara keseluruhan, kita melihat subsidi masih bisa kita pantau dalam range yang sudah disiapkan dalam APBN Kita…Sampai hari ini kita berusaha tetap mengelola dalam range yang sudah disiapkan dalam APBN kita,” paparnya.
Baca Juga: Rupiah Lemah Potensial Lebarkan Belanja Subsidi 2024
Selain itu, Kemenkeu juga cukup lega karena pergerakan subsidi di dalam APBN cukup ajek disepakati di APBN bersama DPR. Terlebih, pemerintah juga mendapat kepercayaan untuk bisa bertindak fleksibel soal subsidi menyesuaikan dengan kebutuhan saat ini yang dinamis.
Kemenkeu menginformasikan belum mengadakan rapat dengan Kementerian ESDM untuk melakukan perubahan di bidang energi.
“Untuk pembahasan, sampai saat ini tidak ada pembahasan mengenai kemungkinan kenaikan harga BBM dengan kementerian ESDM,” urainya.
Isa pun meminta semua pihak untuk bersabar mendapatkan gambaran proyeksi anggaran subsidi energi sampai akhir 2024. Nantinya, laporan terkait ini akan pemerintah sampaikan kepada DPR sekitar 1-2 pekan mendatang.
“(Laporan proyeksi APBN 2024) sekitar 1-2 minggu ini akan disampaikan di DPR oleh Bu Menteri (Keuangan), sebagai bagian dari siklus pengelolaan APBN dengan menyampaikan lapsem (laporan semester) I yang biasanya disertakan proyeksi sampai akhir tahun,” jelasnya.
Dalam paparan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengutarakan, pemerintah telah merealisasikan anggaran subsidi keseluruhan sebesar Rp77,8 triliun hingga Mei 2024. Capaian ini meningkat 3,7% dibandingkan belanja subsidi hingga Mei 2023 yang sebesar Rp75,1 triliun.
Baca Juga: Pemerintah Rencanakan Total Subsidi Energi 2024 Rp329,9 Triliun
Adapun besaran subsidi di Januari-Mei 2022 juga tak kalah tinggi mencapai Rp75,4 triliun atau tumbuh 33,3% imbas kenaikan harga minyak dunia yang cukup tinggi. Padahal, sebagai perbandingan, besaran anggaran subsidi 2020-2021 masing-masing hanya Rp48,9 triliun dan Rp56,6 triliun.
“Kita lihat tiga tahun berturut-turut (2022-2024), (besaran anggaran) subsidi sampai Mei nilainya cukup besar, yaitu melonjak tinggi dibandingkan tahun 2021 waktu harga minyak belum mencapai kenaikan tinggi. (Lonjakan anggaran subsidi) ini kombinasi harga minyak, kurs, dan volume (konsumsi),” nilai Menkeu.
Realisasi subsidi Januari-Mei 2024 yang sebesar Rp77,8 triliun berasal dari realisasi subsidi energi Rp56,9 triliun dan subsidi non-energi Rp21,0 triliun.
Secara spesifik, subsidi energi lima bulan 2024 ini diarahkan untuk komoditas BBM 5,57 Kiloliter yang tumbuh -1% dibanding tahun sebelumnya; LPG 3kg sebesar 2,7 juta Metrik Ton yang bertumbuh 1,9%; dan listrik bersubsidi kepada 40,4 juta pelanggan yang naik 3,1% dibanding periode sama di tahun lalu.
“Jadi APBN bekerja langsung ke masyarakat, baik melalui berbagai subsidi BBM, elpiji yang dinikmati masyarakat, dan listrik yang dinikmati oleh 40,4 juta pelanggan,” urainya.
Sudah Bayar Tagihan Subsidi Energi
Pada kesempatan sama, Isa menambahkan, pemerintah telah membayar tagihan subsidi sebesar Rp56,9 triliun kepada Pertamina dan PLN. Adapun siklus pembayaran subsidi energi biasanya dibayarkan setiap bulan.
“Untuk subsidi tadi Rp56,9 triliun yang ditagihkan dan sudah kami bayar, karena subsidi biasanya dibayarkan setiap bulan,” jelas Isa.
Namun, pemerintah mengaku belum membayarkan anggaran kompensasi karena perlu mendapat audit oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) ataupun BPKP. Jadi, pembayaran kompensasi biasanya dilakukan sekitar tiga bulan sekali.
“Untuk saat ini, tagihan (kompensasi) yang sudah masuk adalah untuk kuartal I/2024. Tagihan kompensasi ini totalnya dari PLN dan Pertamina Rp53,8 triliun, tapi ini masih perlu diaudit oleh Itjen Kemenkeu yang diperkirakan beberapa minggu ke depan bisa kita selesaikan,” ucapnya.
Pihaknya juga menggarisbawahi, tidak ada tagihan berkenaan subsidi dan kompensasi yang belum pemerintah bayar. Dia pun menjamin, pembayaran subsidi dan kompensasi untuk 2023 sudah dibayar lunas.
Pemerintah sudah membayarkan total biaya kompensasi 2023 kepada Pertamina dan PLN sebesar Rp201 triliun.
Adapun, sekali lagi, pemerintah belum membayarkan tagihan kompensasi kuartal I/2024 karena menunggu proses audit. Sedangkan, pembayaran kompensasi kuartal II/2024 baru akan pemerintah terima tagihannya akhir Juni atau awal Agustus.
“Untuk (tagihan kompensasi) 2024 ini kita belum membayarkan di kuartal I, ya karena memang prosesnya (audit) sedang berlangsung,” jelasnya.