Mentan-Menko Pangan Buka-Bukaan Ungkap Alasan Food Estate Selalu Gagal
Menteri Pertanian mengungkap alasan gagalnya proyek food estate selama ini. Di antaranya karena belum dilakukan dengan mekanisasi, serta pengelolaan oleh pihak yang tak profesional.
Ilustrasi lahan sawah dengan padi yang sudah menguning siap panen. Dok Kementan
JAKARTA - Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan, alasan gagalnya proyek food estate atau lumbung pangan di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), lantaran tidak menggunakan mekanisasi dalam praktiknya dan tidak dikelola pihak profesional. Hal tersebut dinilai menjadi permasalahan besar.
Usai adanya cetak sawah secara masif saat itu, Amran menjelaskan, ternyata dalam budidaya pertaniannya tidak melibatkan sistem mekanisasi. Dia juga memperkirakan, setiap orang yang memiliki tugas dalam proyek
food estate itu harus mengelola lahan seluas 1.000 hektare (ha).
"Kenapa masalah besar (kegagalan
food estate) yang terjadi di Kalimantan, Sumatra, dan Papua, karena dahulu kita cetak sawah kemudian ditinggalkan. Padahal satu orang memiliki 1.000 hektare, tidak mungkin diolah dengan manual," kata Amran dalam penjelasannya di Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Rabu (4/12).
Baca Juga: Food Estate Dinilai Gagal Karena Perencanaan Tak Matang
Bahkan dirinya mendapat laporan, akunya, terdapat satu orang yang memiliki kewajiban mengelola lahan sawah 400 ribu ha, namun masih minim peralatan mekanisasi.
"Di Kalimantan satu orang melapor punya sawah dengan lahan seluas 400 ha, itu tidak mungkin dengan cangkul atau sapi. Tapi harus full mekanisasi dan dikerjakan orang profesional," tegasnya.
Terkait pengelolaan food estate bukan oleh profesional, juga sempat disinggung oleh Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam kesempatan berbeda.
Mantan Mendag ini menjelaskan, gagalnya program pengembangan lumbung pangan di Indonesia selama ini akibat moral hazard atau tindakan tidak bermoral karena keterlibatan unsur politik.
Hal tersebut membuat posisi pengelola sektor pertanian justru dipegang oleh pihak yang memiliki kepentingan politik dan tidak profesional.
Dirinya juga sempat mengidentifikasi permasalahan pengembangan
food estate tanaman sawah yang gagal seperti di Kalimantan Tengah. Saat itu, dia menduga mandeknya pengembangan proyek lumbung pangan akibat ketiadaan kesungguhan petugas untuk mengelola atau
moral hazard.
Baca Juga: Food Estate Tuai Kegagalan Sejak Era Suharto
"Kita pelajari apa sebabnya, apakah karena tidak adanya kesungguhan atau
moral hazard... Kita pelajari saya kira kok selalu gagal, kadang-kadang faktor tertinggi karena reformasi, karena politik macem-macem lah," ungkap Zulhas dalam acara Sarasehan 100 Ekonom, Selasa (3/12).
Zulhas bercerita, dirinya sempat bertemu seorang direktur utama di Lumajang, Jawa Timur yang memimpin salah satu anak usaha PTPN. Direktur tersebut, menurutnya, masih tergolong berusia muda dengan kinerja sangat mumpuni, mulai dari penelitian hingga kerja sama dengan kelompok-kelompok pertanian.
"Pendek kata, anak muda itu keren dan bagus sekali, padahal (masih) muda. Tapi nanti kalau udah ketularan politik mungkin sana-sini, nanti bisa diganti. Nah yang kaya gitu-gitu yang bisa merusak (pertanian) kita. Nanti ditaro (pejabat) yang enggak pas, akhirnya kebunnya jadi rusak," jelasnya.