c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

27 Oktober 2025

19:52 WIB

Menperin Prioritaskan Perlindungan Pasar Domestik Sekaligus Kejar Pasar Global

Ada empat sumber demand pasar domestik yang harus dijaga. Pada saat yang sama, pemerintah mengejar diversifikasi pasar global.

Penulis: Ahmad Farhan Faris

<p id="isPasted">Menperin Prioritaskan Perlindungan Pasar Domestik Sekaligus Kejar Pasar Global</p>
<p id="isPasted">Menperin Prioritaskan Perlindungan Pasar Domestik Sekaligus Kejar Pasar Global</p>

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita memberikan arahan dalam rapat kerja di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (27/10). ValidNewsID/Ahmad Farhan Faris

JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa perlindungan pasar domestik adalah prioritas tertinggi. Realitasnya, kata dia, menunjukkan bahwa 80% dari output industri ini diserap oleh pasar domestik, dan hanya 20% yang diekspor.

“Maka, melindungi pasar domestik merupakan hal yang sangat penting. Dengan struktur seperti itu, pasar domestik tidak boleh goyah. Karena kalau pasar domestik goyah, impor masuk maka dampak negatifnya akan dirasakan oleh industri nasional,” kata Agus saat memberi arahan Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2025 di Kantor Kementerian Perindustrian pada Senin (27/10).

Menurut dia, perlindungan pasar domestik berarti menjaga empat sumber demand yaitu pemerintah, rumah tangga, swasta, dan investasi. Untuk pemerintah, lanjut Agus, kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) harus diperluas cakupannya.

“Harus makin banyak industri-industri masuk dalam e-katalog, sehingga belanja negara benar-benar menjadi mesin penggerak industrialisasi,” ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah Tetapkan BMTP Pada Sejumlah Impor Benang Kapas

Untuk rumah tangga dan swasta, Agus mengatakan Kementerian Perindustrian perlu memperkuat daya beli masyarakat dan memperkuat daya beli masyarakat ini bisa diambil dari kebijakan proteksi. Untuk investasi, kepastian pasar domestik adalah syarat utama agar investor mau menanamkan modalnya.

“Selain itu, kita juga harus menyesuaikan instrumen tarif dan non-tarif barrier, kita juga harus mampu menata ulang entry port produk impor jadi. Ini sesuatu menjadi PR yang masih harus kita perjuangkan,” jelas dia.

Ia menyebut banyak industri tidak mampu bersaing, atau bahasa lebih kerasnya lagi kalah, bukan karena tidak mampu. Tetapi, kata dia, karena pasar dibanjiri oleh produk-produk impor yang masuk bebas seolah-olah tanpa kendali, baik itu ilegal maupun legal.

“Kebijakan proteksi ini bukanlah merupakan kebijakan proteksi yang membabibuta. Tujuannya semata-mata dalam rangka menciptakan ruang bagi industri nasional agar mereka bisa tumbuh, mereka bisa berinovasi, dan akhirnya mereka memiliki daya saing dan kompetitif,” ungkapnya.

Tak Tutup Mata pada Pasar Global
Meski fokus utama pasar domestik, Agus menekankan Kementerian Perindustrian tidak boleh menutup mata dari pasar global. Kata dia, Kementerian Perindustrian harus menjaga ekspor yang ada sekaligus dapat memperluas ke pasar-pasar non-tradisional. Diversifikasi pasar ekspor sangat penting, mengingat ketidakpastian geopolitik dan geoekonomi.

“Saya setiap berkesempatan kunjungan kerja ke Jepang, China, negara-negara yang memproduksi otomotif, salah satu yang selalu saya bawa adalah memperjuangkan perluasan pasar ekspor bagi industri-industri otomotif yang pabriknya ada di Indonesia. Alhamdulillah, perluasan pasar ekspor semakin lama semakin baik, semakin lama semakin banyak,” kata Agus.

Baca Juga: Menperin: SBIN Sanggup Bawa Industrialisasi RI Tahan Goncangan Global

Kata Agus, beberapa perjanjian dagang baik bilateral maupun regional memberikan peluang bagi Indonesia untuk masuk ke rantai pasok global yang selama ini dirasakan sulit untuk ditembus. 

Untuk itu, diplomasi industri harus diperkuat agar pada waktunya nanti Indonesia berani menyatakan bukan hanya sebagai eksportir bahan-bahan mentah.

“Tetapi menjadi eksportir produk manufaktur yang memiliki nilai tambah. Industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) harus diarahkan sepenuhnya untuk ekspor. Dengan keunggulan kita sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia berpeluang besar menjadi pemain kunci dalam ekosistem industri baterai global,” tegasnya.

Di samping itu, Agus menyampaikan investasi yang diupayakan tidak boleh lagi sekadar investasi padat karya murah atau investasi berbasis ekstraksi sumber daya alam. Menurutnya, investasi harus diarahkan pada subsektor industri bernilai tambah tinggi, serta mendukung substitusi impor bahan baku dan bahan penolong.

Pipeline investasi prioritas harus mencakup hilirisasi mineral strategis, kimia dasar, farmasi, komponen elektronik, dan pangan strategis. Setiap investasi harus menghasilkan efek ganda yaitu menciptakan lapangan kerja berkualitas, memperkuat struktur industri, dan mengurangi ketergantungan pada impor,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar