c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

01 Desember 2022

19:31 WIB

Menkeu Kembali Ingatkan Potensi Krisis 2023

Indonesia harus mewaspadai tiga potensi krisis yang akan terjadi di 2023 yaitu krisis pangan, energi hingga keuangan

Penulis: Khairul Kahfi

Menkeu Kembali Ingatkan Potensi Krisis 2023
Menkeu Kembali Ingatkan Potensi Krisis 2023
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo berbincang dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat sesi intervensi KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022). Antara Foto/Prasetyo Utomo

JAKARTA - Pemerintah kembali mengingatkan situasi ekonomi global yang makin menantang di 2023, sesaat setelah pandemi covid-19 menyerang  dunai sejak 2020. Eksplisit, pemerintah menilai, krisis yang sebelumnya diwarnai oleh sektor kesehatan berubah menjadi krisis finansial di tahun depan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan, Indonesia harus mewaspadai tiga potensi krisis yang akan terjadi, terutama di negara yang tidak memiliki pondasi kuat di 2023 yaitu krisis pangan, energi hingga keuangan.

“Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan berbagai risiko tersebut,” katanya dalam konpers usai Penyerahan DIPA dan Buku Daftar Alokasi TKD TA 2023 di Jakarta, Kamis (1/12).

Meski masih menikmati pertumbuhan positif di kuartal II-III/2022, lanjutnya, pemerintah terus berupaya menjaga nafas pertumbuhan sambil melanjutkan optimisme proses pemulihan ekonomi. Sri Mulyani menyebut, risiko global masih harus terus diwaspadai.

Risiko tersebut, dipengaruhi faktor tensi geopolitik, penerapan zero covid policy di China yang menyebabkan perlambatan ekonomi. Kemudian, dampak pengetatan kebijakan moneter di negara maju untuk mengendalikan inflasi yang akan berakibat perlemahan ekonomi global, hingga meningkatkan suku bunga global.

Kesemua ini, lanjutnya, berpeluang menimbulkan stagflasi sekaligus meningkatkan risiko dari non ekonomi. “(Situasi ini) memicu aliran modal keluar dan menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar (Indonesia),” ujarnya.

Sejauh ini, dirinya masih percaya diri, proyeksi negatif ke depan masih memungkinkan untuk diredam lewat penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena itulah, APBN 2023 dirancang sebagai instrumen untuk menjaga optimisme dan meningkatkan kewaspadaan Indonesia terhadap perubahan risiko global.

Dirinya pun cukup bangga, APBN sudah sangat bekerja luar biasa keras selama tiga tahun untuk menangani covid-19 yang melanda di Indonesia (2020-2022). Di 2023, pemerintah berkomitmen dan menargetkan defisit APBN sebesar 2,84% atau setara Rp598,2 triliun, sesuai amanat Perppu 1/2020 atau UU 2/2020 berupa konsolidasi fiskal defisit di bawah 3%.

Sebagai perbandingan, di 2020,Indonesia membelanjakan lebih dari Rp2.595,5 triliun dengan defisit yang melonjak akibat pandemi mencapai Rp947,7 triliun. Kemudian di 2021, belanja Nusantara juga meningkat lagi menjadi Rp2.786,4 triliun dengan defisit menurun tajam ke Rp775,1 triliun.

“Pelaksanaan APBN telah mampu melindungi masyarakat dan perekonomian. Sekarang saatnya juga APBN mulai disehatkan kembali,” ungkapnya.

Karena itu, dirinya juga mengapresiasi legislator yang sudah bekerja sama dengan pemerintah dalam menghadirkan kebijakan APBN yang responsif, fleksibel dan akuntabel di tiga tahun terakhir. Pada akhirnya, hal tersebut mendukung upaya dan proses pemulihan ekonomi akibat terpaan pandemi.

“(Sehingga dapat) mengawal dan mempercepat proses pemulihan ekonomi yang sangat kompleks dan menghadapi gejolak-gejolak ekonomi global baru yang menantang saat ini,” ungkap Menkeu dalam laporannya.

Sekadar informasi, belanja negara yang disepakati dalam APBN 2023 adalah sebesar Rp3.061,2 triliun. Jumlah tersebut dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.246,5 triliun serta TKDD sebesar Rp814,7 triliun.

Sementara itu, pendapatan negara dalam APBN 2023 direncanakan sebesar Rp2.463,0 triliun; yang berasal dari perpajakan Rp2.021 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp441,4 triliun, dan hibah Rp0,4 triliun.

Lebih Akut
Sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Managment Budi Hikmat menilai, sebaran dan keparahan krisis ekonomi 2023 berisiko lebih lama dan akut. Setidaknya jika dibandingkan dengan krisis-krisis ekonomi sebelumnya, seperti yang terjadi pada 1998 dan 2008.

"Hal ini didorong oleh konflik geopolitik multi polar dan polemik kebijakan moneter pascapandemi yang lebih membutuhkan kerjasama internasional terutama antara negara yang berseteru," ujar Budi di Jakarta, Rabu (30/11.

Menurut Budi, pertumbuhan ekonomi telah kehilangan momentum akibat pandemi covid-19 yang kemudian diperparah perang Rusia-Ukraina, serta perang dagang Amerika Serikat-China yang meningkatkan risiko utang negara miskin dan potensi krisis pangan di sejumlah kawasan.

"Pengaruh berbagai cost-push factors pasca pandemi yang pelik terutama terkait upah, gangguan rantai pasok, lonjakan biaya energi dan pangan, mempersulit upaya bank sentral mengendalikan inflasi. Kebijakan pengetatan lanjutan berisiko memicu stagflasi global," kata Budi.

Perekonomian Indonesia sendiri diharapkan dapat bertahan di tengah terpaan badai resesi global dengan ditunjang fundamental kuat. Perekonomian domestik secara umum, lanjutnya, masih menunjukkan ketahanan dengan ditopang peningkatan permintaan domestik, investasi yang terjaga, dan berlanjutnya kinerja positif ekspor meskipun mulai menunjukkan indikasi pelemahan temporer pada September 2022.

Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia, imbuhnya, meneruskan akselerasi di tengah kontraksi dan pelemahan manufaktur di negara-negara besar, seperti Eropa, Tiongkok, dan Korea Selatan. Selain memanfaatkan kenaikan berbagai income commodity (batu bara, nickel, CPO dan karet) ketimbang cost commodity (khususnya minyak mentah), program hilirisasi sektor minerba (mineral dan batubara) juga dinilainya memperkuat fundamental perekonomian.

Selanjutnya, tidak hanya surplus neraca berjalan, peningkatan penerimaan pajak pun menjadi penting, guna meredam dampak kenaikan harga bahan bakar untuk tidak langsung ditanggung oleh masyarakat yang belum lama menghadapi pandemi. Program re-industrialisasi juga lebih menjanjikan, dalam penciptaan kesempatan kerja terampil untuk menaikkan pendapatan dan kesejahteraan

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar