c

Selamat

Sabtu, 27 April 2024

EKONOMI

30 Juli 2021

17:59 WIB

Mendesak, Peningkatan Literasi Keuangan Dukung Pertumbuhan Fintech

Menurut data OJK di tahun 2019, tingkat literasi finansial di Indonesia jauh di bawah inklusi keuangan.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

Mendesak, Peningkatan Literasi Keuangan Dukung Pertumbuhan Fintech
Mendesak, Peningkatan Literasi Keuangan Dukung Pertumbuhan Fintech
Ketua SWI Tongam L. Tobing dalam jumpa pers pengungkapan kasus pinjol ilegal di Kantor Bareksrim Polri, Kamis (29/7). SWI/Dok

JAKARTA – Hilangnya sumber pendapatan akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diperkirakan dapat mendorong masyarakat untuk mencari pinjaman konsumtif dari perusahaan finansial teknologi atau fintech.

“Implementasi PPKM menyebabkan mata pencaharian sebagian anggota masyarakat berkurang bahkan hilang. Hal ini membuat mereka ‘terpaksa’ mengajukan pinjaman ke lembaga peminjaman fintech yang biasanya lebih cepat dan fleksibel dalam mencairkan pinjaman dibandingkan dengan bank,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu melalui siaran pers, Jumat (30/7).

Akan tetapi, Thomas menilai, tanpa adanya peningkatan literasi keuangan, hal ini dapat memicu terjadinya gagal bayar atau non-performing loan yang dapat merugikan peminjam dan pemberi pinjaman.

“Karena, pinjaman yang diajukan bersifat konsumtif dan dilakukan secara tergesa-gesa dan tanpa pengetahuan dan keterampilan pengelolaan keuangan yang memadai, mereka berpotensi mengalami gagal bayar,” terangnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan sektor fintech memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap peningkatan inklusi finansial di Indonesia karena dapat menjangkau mereka yang sebelumnya belum terakomodasi oleh lembaga keuangan konvensional seperti bank.

Data dari Pricewaterhouse Coopers (PwC) mencatat sekitar 70% nasabah fintech lending berasal dari golongan masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau oleh lembaga penyedia layanan keuangan konvensional.

Sayangnya, hal ini belum diikuti oleh literasi keuangan. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan atau OJK di tahun 2019, menunjukkan tingkat literasi finansial di Indonesia baru mencapai 38%.

Angka tersebut kontras jika dibandingkan dengan tingkat inklusi keuangan nasional yang telah mencapai 76%. Hal ini mengindikasikan banyak masyarakat yang sudah mengakses layanan keuangan di Indonesia, seperti perbankan, asuransi, dan lembaga keuangan mikro. 

Namun, mereka tidak memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai dalam hal pengelolaan keuangan, sehingga rawan terjatuh ke dalam gagal bayar.

Maka dari itu, Thomas merekomendasikan pemerintah dan pemangku kepentingan swasta untuk bekerja sama dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia sebagai bagian untuk memaksimalkan potensi ekonomi digital, khususnya di bidang fintech.

OJK, misalnya, dapat memperluas distribusi dan akses terhadap materi-materi literasi finansial yang terdapat pada situsnya. Perusahaan peminjaman fintech juga dapat menyampaikan hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh peminjam melalui aplikasinya.

Literasi keuangan yang dimaksud meliputi pelatihan peningkatan kemampuan untuk memahami jenis pinjaman beserta risikonya, tingkat suku bunga, tenggat waktu pembayaran, ketentuan restrukturisasi, dan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk dapat mengembalikan pinjaman berikut bunganya secara tepat waktu.

“Pemahaman akan hal-hal ini diharapkan dapat menurunkan persentase gagal bayar dan mendorong pertumbuhan di sektor fintech lending,” tutupnya.

Berantas Pinjol Ilegal
Sejak tahun 2018 hingga Juli 2021 ini, Satgas Waspada Investasi atau SWI telah menutup sebanyak 3.365 fintech lending ilegal.

Pada Juli ini saja, SWI menemukan dan menutup 172 pinjol ilegal yang beredar secara digital melalui penawaran lewat SMS, aplikasi gawai dan di internet yang berpotensi merugikan masyarakat karena bunga dan tenggat pinjaman yang tidak transparan, serta ancaman dan intimidasi dalam penagihan.

Teranyar, SWI mengapresiasi upaya penegakan hukum yang dilakukan Bareskrim Polri terhadap pelaku pinjaman online (pinjol) ilegal, yaitu KSP Cinta Damai dan Aplikasi RpCepat.

“Tindakan penegakan hukum oleh Bareskrim Polri terhadap pelaku pinjol ilegal KSP Cinta Damai dan Aplikasi RpCepat harus terus dilanjutkan untuk memberantas pinjol ilegal yang sangat merugikan masyarakat,” kata Ketua SWI, Tongam L. Tobing dalam jumpa pers bersama Bareskrim yang mengumumkan penindakan terhadap PT Luar Biasa Teknologi di Jakarta, Kamis (29/7).

Lebih lanjut, Tongam menjelaskan, penegakan hukum terhadap pelaku pinjol ilegal ini sangat diperlukan untuk memberantas dan memberi efek jera pada para pelakunya.

Sebelumnya, pihak Kepolisian RI juga telah menindak terhadap empat pelaku pinjol ilegal, yaitu PT Vcard Technology Indonesia (Vloan), PT Vega Data, Barracuda Fintech, dan PT Southeast Century Asia.

SWI yang beranggotakan 12 Kementerian dan Lembaga disebutnya akan terus melakukan berbagai upaya pencegahan melalui patroli siber untuk menutup pinjol ilegal yang beroperasi melalui pesan singkat, Appstore, atau Playstore dan sosial media.

Menurut Tongam, pihaknya juga akan terus menggencarkan edukasi ke masyarakat untuk tidak menggunakan pinjol ilegal dan hanya memanfaatkan fintech lending yang terdaftar di OJK.

SWI juga menyampaikan ciri-ciri pinjol ilegal, diantaranya tidak memiliki izin resmi, tidak memiliki identitas dan alamat kantor yang jelas, pemberian pinjaman sangat mudah, informasi bunga dan denda tidak jelas, bunga tidak terbatas.

Kemudian, denda tidak terbatas, penagihan tidak batas waktu, akses ke seluruh data yang ada di ponsel. Selain itu, adanya ancaman teror kekerasan, penghinaan, pencemaran nama baik, menyebarkan foto/video pribadi. Serta, tidak ada layanan pengaduan.

"Bagi masyarakat yang terjebak pinjol ilegal bisa melapor di Polda dan Polres seluruh Indonesia atau melalui website https://patrolisiber.id dan info@cyber.polri.go.id atau menghubungi Kontak OJK 157 atau WA 081157157157," tutup Tongam. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar