c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

04 Juni 2025

17:50 WIB

Mendag: Kebijakan Tarif AS Bikin Surplus Neraca Dagang RI Makin Merosot

Mendag Budi Santoso mengungkap alasan surplus neraca perdagangan Indonesia terus mengalami penurunan, salah satu penyebabnya adalah kebijakan repsirokal presiden AS Donald Trump.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p id="isPasted">Mendag: Kebijakan Tarif AS Bikin Surplus Neraca Dagang RI Makin Merosot</p>
<p id="isPasted">Mendag: Kebijakan Tarif AS Bikin Surplus Neraca Dagang RI Makin Merosot</p>
Mendag Budi Santoso menjelaskan penerapan kebijakan tarif impor AS memegang andil besar penurunan capaian surplus neraca dagang Indonesia saat ini, Jakarta, Rabu (4/6). Validnews/Erlinda PW
JAKARTA - Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan, penerapan kebijakan tarif impor Amerika Serikat memegang andil besar penurunan capaian surplus neraca dagang Indonesia saat ini. Meski AS belum menerapkan tarif resiprokal secara utuh sebesar 32%, sementara ini Indonesia tetap terkena tarif dasar impor baru 10%.

Di sisi lain, pihaknya juga mensinyalir penurunan capaian positif perdagangan internasional Indonesia juga bisa terjadi karena bersamaan dengan momen libur lebaran. Bahkan, menurutnya, kondisi serupa juga turut dirasakan oleh negara lainnya di kawasan ASEAN.

"Setelah kami cek juga di beberapa negara seperti di Malaysia, Filipina, Vietnam, kita analisa yang pertama kemarin kan awal April masih libur lebaran, jadi masih banyak libur, maka ekspor berkurang. Yang kedua, ini banyak terkait kebijakan Trump," ujar Budi dalam konferensi pers di Kantor Kemendag di Jakarta, Rabu (4/6).

Baca Juga: Surplus Dagang April Anjlok 96,53%, BI: Masih Positif Jaga Ketahanan Eksternal RI

Budi menyatakan, banyak negara ASEAN yang terdampak signifikan dari kebijakan fiskal pemerintah AS yang disampaikan mendadak 9 April 2025. Adapun keluhan tersebut mengemuka dalam pertemuan di forum KTT ASEAN baru-baru ini.

Kurang lebih, Mendag menyampaikan, dinamika perdagangan yang 'diciptakan' AS tersebut juga membuat banyak eksportir lebih memilih menunggu kegiatan pengiriman atau penjualan barang ke luar negeri, sehingga terjadi penurunan kinerja ekspor.

Terlebih, hingga kini kondisi perdagangan dunia yang semakin tidak pasti mengenai penetapan tarif resiprokal tersebut.

"Jadi tidak hanya sekadar ekspor ke Amerikanya (yang turun), tetapi ekspor ke negara lain pun juga saling menunggu. Apalagi kan sekarang, sepertinya belum ada kejelasan lagi gitu kan ya. Kita juga masih menunggu untuk dijadwalkan negosiasi yang kedua," paparnya.

Baca Juga: Surplus 60 Bulan, Neraca Dagang Indonesia Ditopang Surplus Dari AS

Sebagai pengingat, BPS melaporkan, surplus neraca dagang RI pada April 2025 merosot tajam 96,3% dibanding bulan sebelumnya, dari US$4,33 miliar menjadi hanya senilai US$160 juta. Capaian ini menandai capaian surplus dagang Indonesia terendah yang sudah berlangsung sekitar 60 bulan terakhir.

Budi mengindentifikasi juga, penurunan surplus tersebut utamanya karena nilai ekspor Indonesia selama April cenderung menurun dibandingkan Maret 2025, yakni dari US$23,25 turun menjadi US$20,74 miliar.

Adapun untuk impor cenderung meningkat 8,8% (mtm), dari US$18,92 miliar menjadi US$20,59 miliar di April 2025. Budi menjelaskan hal tersebut terjadi karena Indonesia masih banyak mengimpor barang-barang sebagai bahan baku penolong industri.

"Impor kita kan meningkat ya, karena kita impor bahan-bahan penolong, kemudian barang modal yang meningkat," imbuhnya.

Baca Juga: Surplus Neraca Dagang 2024 Indonesia Menipis, Tiongkok Unggul Sumbang Defisit

Kenaikan impor bahan penolong dan barang modal tersebut pun dia klaim sebagai bentuk tumbuhnya perekonomian nasional. Lantaran produksi di dalam negeri terus berjalan seiring dengan kenaikan permintaan. Budi pun berharap perbaikan surplus neraca dagang bisa terjadi dan mulai naik pada Juni 2025. 

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar