c

Selamat

Jumat, 29 Maret 2024

EKONOMI

02 Februari 2022

20:50 WIB

Membidik Masa Depan Dengan Student Loan

Pinjaman pendidikan atau student loan kini banyak ditawarkan. Perhitungan cermat lebih dibutuhkan ketimbang hasrat hati.

Penulis: Rheza Alfian, Yoseph Krishna, Khairul Kahfi, Wiwie Heriyani,

Editor: Faisal Rachman

Membidik Masa Depan Dengan <i>Student Loan</i>
Membidik Masa Depan Dengan <i>Student Loan</i>
Ilustrasi siswa mencoret seragam sekolah saat perayaan kelulusan. Sumber: AntaraFoto/Dok

JAKARTAStudent loan atau pinjaman untuk pelajar, sebenarnya bukan skema yang terbilang baru sebagai program layanan biaya pinjaman untuk pendidikan. Dilansir dari laman resmi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, perencanaan skema student loan sudah ada sejak ratusan tahun lalu, tepatnya pada 1840 di Harvard University, salah satu perguruan tinggi elite di negara Amerika Serikat (AS).

Pada 1968, program pinjaman ini baru secara resmi ditawarkan kepada para pelajar di AS di bawah Undang-Undang Pendidikan Pertahanan Nasional. Program pinjaman diberikan untuk mendukung persaingan AS dengan negara-negara seperti Uni Soviet. Meski begitu, pinjaman hanya diperuntukkan terbatas. Penerima hanya siswa sekolah menengah yang berprestasi di bidang matematika, sains, teknik, dan bahasa asing, atau mereka yang ingin menjadi guru.

Seiring perkembangannya, tidak hanya Amerika Serikat yang menerapkan skema student loan. Ada banyak negara yang kemudian ikut menerapkan. Korea Selatan, Selandia Baru, Australia, India, Inggris, bahkan Indonesia, ada diantaranya.

Sebenarnya, program kredit pendidikan sudah ada di Indonesia sejak 1980. Program kredit kala itu lebih dikenal dengan KMI (Kredit Mahasiswa Indonesia). Lalu, program ini mengalami kegagalan. Untuk mendapat ijazah, kreditur disyaratkan harus dapat melunasi kredit pendidikannya. Pada kenyataannya, untuk mendapat pekerjaan mahasiswa hanya memerlukan fotocopy ijazah yang telah dilegalisir sehingga tidak memerlukan ijazah asli.

Gayung tak bersambut. Banyak kreditur/mahasiswa malah tak melunasi cicilan kredit pendidikannya. 

Student loan sebagai salah satu bagian dari program kredit pendidikan di Indonesia kembali hadir pascapidato Presiden Joko Widodo pada Maret 2018 lalu. Saat itu, Jokowi menyoroti rendahnya angka lulusan SMA sederajat yang bisa melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Padahal, menurutnya, persaingan kini sudah tidak lagi di lingkup Indonesia saja tetapi sudah taraf internasional, seperti MEA. 

Di sisi lain daya serap kredit di Indonesia juga masih tergolong rendah, dalam pidatonya Jokowi menyebut bahwa di beberapa negara maju dan berkembang, program student loan berhasil dilaksanakan meskipun masih ada kendala yang dihadapi. Jokowi mengungkapkan, keinginannya agar perbankan di Indonesia berani melaksanakan kredit pendidikan untuk perguruan tinggi. 

Tantangan disambut baik oleh perbankan nasional. Dalam selang waktu beberapa minggu, Bank Tabungan Negara (BTN) meluncurkan kredit pendidikan untuk mahasiswa mulai S1 hingga S3. Kemudian, disusul Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang juga meluncurkan kredit untuk mahasiswa S2 dan S3 dengan beberapa ketentuan.

Student Loan Dari Perbankan
Kini, ada beberapa Bank di Indonesia yang menawarkan program student loan. Pinjaman ini dinilai lebih mudah disetujui karena termasuk pembiayaan produktif. Dan, istilah yang sering dikenal adalah semacam KTA, dengan bunga yang cukup rendah antara 6-12% pertahun. 

Ketentuan atau syarat utama disetujuinya pinjaman ini oleh pihak bank tergantung dari perguruan tinggi tempat dimana mahasiswa kuliah. Diantara kredit itu adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI). Manajemen BNI dalam keterangan resmi menyatakan, skema student loan di BNI ditawarkan melalui produk Fleksi Pendidikan yang sudah berjalan beberapa tahun lalu, tepatnya pada 29 Maret 2018. 

Skema loan pertama kali diluncurkan BNI di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di  Jawa Timur, yakni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Sejauh ini, BNI telah berkerja sama menjalankan skema studen loan dengan 15 Universitas besar yang ada di Indonesia. 

Berdasarkan catatan BNI, minat masyarakat terhadap adanya skema kredit biaya pendidikan ini terbilang cukup tinggi dan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Program ini dapat digunakan untuk S1, S2 dan S3, sepanjang eligible dan dapat dinilai kelayakan sumber pengembaliannya. Apalagi buat 15 universitas yang telah bekerjasama, BNI memberikan kemudahan.

Selama hampir 4 tahun berjalan, program melalui produk Fleksi Pendidikan ini lancar. Hingga kini tak ada non performing loan (NPL) atau kredit macet. 

Bank ‘plat merah’ lainnya yang menyelenggarakan program pinjaman jenis ini adalah Bank Mandiri. Kini, produk Kredit Serbaguna Mikro (KSM) dengan fitur produk yang menyesuaikan profil mahasiswa tengah dikembangkan.

Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menjelaskan, produk KSM pendidikan ini nantinya merupakan kredit tanpa agunan yang bisa diakses oleh orang tua mahasiswa yang berpayroll di Bank Mandiri. Adapun profil mahasiswa yang dimaksud dapat berasal dari jenjang S1, S2 dan S3. Produk ini rencananya akan kembali dipasarkan kepada nasabah pada semester kedua mendatang. 

“Mengingat produk KSM ini menawarkan skema yang berbeda dengan produk KSM regular, maka calon debitur KSM ini akan dipersyaratkan untuk mengantungi rekomendasi dari Perguruan Tinggi terkait,” ujar Rudi kepada tim Validnews.

Rudi melanjutkan, sejak diluncurkan, program student loan dari Bank Mandiri dulu bentuknya kerjasama dengan perguruan tingginya, khususnya melalui mahasiswa yang mengikuti program bantuan pendidikan miskin berprestasi (Bidikmisi) di Universitas Gadjah Mada (UGM). Bunga kredit pendidikan dari bank Mandiri ini pun terbilang cukup rendah, yaitu 0,5% per bulan dengan tenor (jangka waktu pembayaran) selama 10 tahun.  

Bank BRI juga merupakan salah satu bank yang cukup cepat merespon arahan Presiden Joko Widodo. Bank ini menyiapkan Briguna Flexi Pendidikan sebagai student loan. Dilansir dari situs BRI, Produk kredit dana pendidikan ini ditujukan untuk mahasiswa perguruan tinggi negeri atau swasta dengan bunga 0,65-0,72 per bulan. Bedanya dengan student loan yang ada di Amerika, program ini hanya memberikan pembiayaan bagi mahasiswa S1, S2 dan S3 yang sudah memiliki penghasilan tetap.

Dalam program Briguna Flexi Pendidikan, mahasiswa S1 diberi jangka waktu kredit sampai dengan 5 tahun, mahasiswa S2 diberi jangka waktu pinjaman hingga 6 tahun dan mahasiswa S3 maksimal 10 tahun. Student loan BRI ini memiliki kelebihan, yakni adanya kelonggaran waktu pembayaran. 

Skemanya yakni melakukan pembayaran pokok pinjaman setelah mahasiswa lulus sampai jangka waktu pinjaman berakhir. Sementara selama pendidikan berlangsung, mahasiswa tersebut cukup membayar bunga berjalan.

Sementara, plafon kredit mahasiswa S1 adalah sesuai kebutuhan pendidikan atau maksimal Rp50 juta, sedangkan mahasiswa S2 dan S3 diberikan plafon sesuai kebutuhan pendidikan atau maksimal Rp250 juta.

Bank Tabungan Negara (BTN) juga punya program sama. Dilansir dari situs ajaib.co.id, program student loan atau kredit dana pendidikan dari BTN memiliki suku bunga 6,5% per tahun, dengan masa tenor hingga lima tahun dan nilai kredit maksimal Rp200 juta.

Skema student loan BTN ini sedikit berbeda dengan bank lain. Pinjaman hanya diperuntukkan bagi nasabah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) hingga Kredit Agunan Rumah (KAR). Dana pinjaman ini bisa digunakan untuk kebutuhan beragam biaya pendidikan mulai dari biaya masuk, biaya daftar ulang, dan biaya pendidikan lainnya.

Student Loan dari Fintech
Industri pinjaman dana pendidikan tidak hanya populer di dunia perbankan. Pada era serba digital, saat ini persaingan sistem keuangan juga ke ranah teknologi finansial (Fintech). Dalam dunia fintech, produk pinjaman online dana pendidikan dapat diajukan melalui sistem daring dan ada banyak pinjaman online yang diberikan dengan tujuan sebagai kebutuhan biaya kuliah. 

Daftar fintech di Indonesia yang saat ini masih eksis menawarkan fasilitas biaya pendidikan diantaranya yakni Cicil, Flaxi Cash By Jenius, dan DANAdidik. 

Dilansir dari situs pendaftaran.net, Cicil merupakan salah satu fintech yang khusus memberikan pinjaman dana pendidikan, dimana bunga yang ditawarkan memang cukup tinggi namun masih wajar, dan terdaftar serta diawasi oleh OJK. Proses pengajuan dapat dilakukan secara online melalui https://www.cicil.co.id/.

Selanjutnya, Flaxi Cash By Jenius merupakan salah satu fintech yang menawarkan jenis pinjaman serbaguna dari bank jenius berbasis online, di mana bagi yang sudah mendapatkan limit dapat digunakan untuk biaya pendidikan karena bunga yang ditawarkan 1-3% perbulan bisa digunakan untuk pinjaman biaya pendidikan.

Berdasarkan situs finansialku.con, DANAdidik adalah platform student loan yang menggunakan sistem penyedia layanan peer to peer (P2P) lending, dengan mempertemukan mahasiswa yang perlu dukungan finansial dengan pendana/ investor, sambil menawarkan imbal hasil (return) yang menarik untuk sponsor atau/ investor. 

Nantinya, mahasiswa yang mendapatkan pinjaman harus membayar suku bunga pinjaman setelah lulus dan memiliki penghasilan sebesar 10-30% sesuai penghasilan. Produk student loan dari DANAdidik memiliki tenor yang panjang hingga 4 setengah tahun dan cicilan ringan.

Karena dana ini untuk kuliah, maka dana ini akan langsung ditransfer ke kampus layaknya karakteristik student loan. Selain itu, masa kelulusan mahasiswa tersebut dalam waktu kurang dari 2 tahun dan minimal peminjaman rata-rata Rp10 juta. 

Potensi pasar ini diungkap PT Pinduit Teknologi Indonesia (Pintek). Pintek menilai, potensi dari peminjam dana pendidikan di Indonesia sangat besar mengingat adanya dorongan kepada ekosistem pendidikan untuk menciptakan pendidikan 4.0.  

"Kami menyediakan dana untuk seluruh stakeholders dalam pendidikan. Tidak hanya untuk pelajar (atau orang tua murid) saja, tetapi juga lembaga pendidikan formal (sekolah, perguruan tinggi) maupun non-formal (bimbel, kursus), bahkan hingga LPK yang banyak menyalurkan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri," ujar Tommy Yuwono, Co-founder dan Direktur Utama Pintek kepada Validnews

Ia pun menjelaskan, beberapa produk PO/Invoice financing untuk pelaku usaha/UKM pendidikan yang ditawarkan, semacam dana talangan untuk penyelesaian pekerjaan sesuai PO yang didapat atau invoice yang sudah ditagihkan. Dengan produk ini, pelaku usaha/UKM pendidikan dapat memperoleh omset yang besar karena dapat memberikan permintaan kebutuhan sekolah tepat waktu. Selain itu, produk ini dapat membantu pelaku usaha/UKM pendidikan mengambil beberapa proyek sekaligus.

Regulasi OJK
Terhadap program ini, OJK angkat bicara. Ada unsur kehati-hatian yang harus diterapkan. Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot menjelaskan, pada tahun 2018, Presiden Jokowi mencontohkan Amerika Serikat sebagai negara yang sukses menyalurkan student loan senilai hingga US$1,3 triliun (Rp 17.888 triliun). 

Namun, dia mulai menyoroti kenaikan total utang pinjaman pelajar di AS yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan, jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah setiap tahun.

“Perlu diketahui, pada 2010, jumlah total utang pinjaman pelajar di AS mencapai US$830 miliar. Kemudian di 2013, jumlah itu telah tumbuh menjadi lebih dari US$1 triliun dan diperkirakan akan terus bertambah sebanyak 10% per tahun,” ujar Sekar, saat dihubungi melalui pesan singkatnya. 

Sekar menegaskan, KTA Pendidikan itu sebenarnya merupakan bentuk pinjaman biasa. Tetapi, dana ini ditawarkan secara spesifik oleh bank dalam rangka memenuhi pembiayaan pendidikan. Ketentuan maupun persyaratan KTA Pendidikan pada umumnya mengikuti prinsip-prinsip perkreditan yang ada secara umum. 

Sekar melanjutkan, berkaca pada kasus NPL student loan di AS, terdapat regulator yang sebenarnya menjadi pengingat antisipasi untuk mencegah munculnya dampak negatif terhadap industri keuangan nasional. Menurutnya, secara umum, setiap bank memiliki bentuk antisipasi risiko kredit atau manajemen risiko masing-masing sesuai ketentuan yang telah ada. Hal itu pun sebenarnya berlaku secara menyeluruh dan tidak spesifik untuk KTA pendidikan saja. 

“Risiko kredit industri perbankan juga terkendali terlihat dari rasio non-performing loan (NPL) pada level 3% di akhir 2021 (di bawah threshold 5%) dan angka NPL ini cenderung turun dari tahun lalu (2020), jadi perbankan telah dengan baik memitigasi risiko kreditnya,” jelasnya.

Student Loan Sebaiknya Dihindari
Dari berbagai tawaran akan pinjaman dana pendidikan,Financial Planner/Perencana Keuangan Aulia Akbar menilai, secara personal pinjaman terhitung dalam kategori good loan. Sebab, menurutnya, loan yang diambil oleh mahasiswa atau nasabah bertujuan untuk investasi mereka sendiri. 

“Itu loan yang kita ambil dengan tujuan untuk investasi di diri kita sendiri atau di diri si siswanya,” ujar Aulia, kepada Validnews, Senin (31/01). 

Aulia memaparkan beberapa faktor munculnya tren kredit dana pendidikan di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Misalnya, karena faktor beban keuangan yang berbeda-beda di setiap golongan masyarakat, dan tidak menjadikan pendidikan sebagai faktor utama sehingga biaya yang ada diprioritaskan untuk kebutuhan lain.

“Tapi, yang paling umum terjadi itu ya karena mereka nggak punya uang, atau mereka punya uang tapi nggak bisa dipake ke pendidikan karena dipake ke pos-pos lain,” terangnya.

Namun, menurutnya, jika seseorang harus terpaksa mengambil student loan, harus bisa dipastikan apakah dia layak secara kredit. Jangan-jangan, justru pinjaman itu bisa membuat beban keuangannya menjadi semakin berat.

“Bayangin aja, ini memang sampe 5-6 tahun, butuh komitmen jangka panjang untuk menjaga si calon nasbaah yang mencoba ngambil ini dia masih bisa bayar tagihan itu kan jangka panjang,” ujarnya.

Dia terang menyebut, program student loan merupakan salah satu bentuk utang yang harus diantisipasi dan sebaiknya dihindari. Disarankannya, jika terpaksa harus meminjam, nasabah harus memilih institusi sekolah sesuai dengan kondisi keuangan. 

“Pasti ada desire untuk kuliah di tempat yang bonafit, tapi kalau dana pinjamannya makin besar kan makin berat juga,” imbuhnya. 

Berkaca pada masalah NPL student loan di AS, Aulia menilai, program student loan ini merupakan produk tanpa jaminan sehingga penerapannya di Indonesia harus benar-benar ketat. Untuk mencegah NPL tinggi, dibutuhkan penilaian kredit yang tidak hanya didasarkan dari laporan pajak dan keuangan si peminjam. 

“Kalau dia punya aset, kredit yang dia ambil tidak melebihi aset yang dia punya. Jadi, in case gagal bayar, dia masih bisa cairkan aset untuk dia bayar utang,” tutupnya.

Soal risiko yang harus dihadapi peminjam, salah satu yang menjadi patokan adalah debt to asset ratio. Student loan mungkin bisa jadi solusi, aman, terukur, meskipun si peminjam atau nasabah memiliki utang, namun masih dalam batas wajar karena berada di bawah 50% asetnya. Sebaliknya, salah perkiraan menyebabkan dua beban. Pendidikan tak tercapai, utang tak terbayar. Ambyar!   

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER