21 Oktober 2025
13:02 WIB
Mau Tumbuh 8%? Ekonom: RI Jangan Andalkan SDA, Wajib Perbaiki ICOR
Ekonom berpendapat Indonesia perlu melepas ketergantungan pada SDA sebagai motor ekonomi apabila ingin membidik pertumbuhan hingga 8% di 2029. Di sisi lain, RI perlu makin serius memperbaiki ICOR.
Penulis: Siti Nur Arifa
Forum Diskusi Publik Capaian Satu Tahun Kinerja Kabinet Merah Putih di Bidang Perekonomian 'Kemajuan Ekonomi Menuju Asta Cita: Sudah Sejauh Apa?', Jakarta, Senin (20/10). Dok Kemenko Ekonomi
JAKARTA - Ekonom Senior Raden Pardede berpendapat, Indonesia perlu melepas ketergantungan pada Sumber Daya Alam (SDA) sebagai motor usaha pertumbuhan ekonomi dalam negeri, apabila pemerintah ingin membidik pertumbuhan ekonomi 8% di 2029.
Menurutnya, pemerintah perlu fokus untuk mengoptimalkan investasi yang hadir di tanah air dalam menghasil output, dengan memperbaiki Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
"ICOR, mesin pertumbuhan ini perlu di-upgrade. Kalau mesinnya semakin bagus, maka penggunaan bahan bakar akan lebih efisien. Kita harus naik pangkat, jangan hanya bergantung kepada sumber daya alam saja… itu hanya bonus," ujar Raden dalam agenda Capaian 1 Tahun Kinerja Kabinet Merah Putih di Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (20/10).
Baca Juga: APINDO Ungkap Tantangan Struktural Sektor Riil Dalam Pertumbuhan Ekonomi
Sebagai perbandingan, tim asistensi Menko Perekonomian tersebut menyorot sejumlah negara seperti Vietnam dan China yang telah menjalankan kebijakan tersebut. Hasilnya, kedua negara ini menurutnya berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif.
Ditambah lagi, Vietnam sebelumnya telah menjadi negara tetangga Indonesia yang baru saja melaporkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang kuat pada kuartal III/2025 mencapai 8,22%, dari sebelumnya mencapai 7,96% pada kuartal II/2025.
Baca Juga: ICOR RI Kalah dari Vietnam, Wamen Investasi: PR Kita Besar
Adapun capaian pertumbuhan Vietnam tersebut jauh lebih tinggi dari Indonesia yang baru mencapai 5,12% pada kuartal II-2025. "Itulah yang harus kita bisa perbaiki," tegas Raden
Maksimalkan Swasta
Senada, Chief Economist Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip dalam kesempatan sama juga meminta pemerintah tidak hanya fokus menarasikan investasi yang dilakukan atas SDA.
Namun yang utama, menurutnya adalah keseriusan dalam memperbaiki iklim investasi. Salah satunya, dengan mengevaluasi tingginya biaya bunga pinjaman sehingga membuat swasta tak bisa berkompetisi akibat tingginya risiko.
"Efek cost-nya harus ditekan. Supaya apa? Kalau bisa ditekan, maka swasta punya peluang untuk melakukan fundraising di capital market dengan cost yang lebih rendah," ujar Sunarsip.
Baca Juga: Zulhas Bocorkan 3 Kunci Utama Pertumbuhan Ekonomi 2026 Minimal 6%
Namun di saat bersamaan, dirinya menekankan upaya pemerintah dalam menekan cost of fund juga harus diiringi dengan pembenahan teknis dalam berinvestasi di dalam negeri, termasuk menjalankan proyek (debottlenecking).
Dia berharap, langkah debottlenecking tidak hanya menyasar kepada aspek regulasi, melainkan juga lebih dalam lewat aspek teknis yang kerap menghantui korporasi swasta dalam risiko berbisnis.
Baca Juga: Menperin: Pertumbuhan Industri Tak Merata, Pendidikan-Kesehatan Jadi PR Utama
Selain itu, Sunarsip juga menyorot salah satu instrumen investasi dalam bentuk surat utang negara yang saat ini masih didominasi oleh pemerintah hingga mencapai sekitar 90%, sementara sektor swasta hanya memegang andil sebesar 10%.
“Kalau kita lihat struktur capital market kita, keterlibatan korporasi di dalam penerbitan surat utang itu hanya 10% dari total bond market kita, 90% nya itu didominasi oleh bond-nya pemerintah itu artinya apa? itu artinya swasta belum banyak terlibat di dalam proses kegiatan investasi,” tutur Sunarsip.