24 Januari 2025
20:07 WIB
Makin Terpuruk, UOB Prediksi Rupiah Capai Rp16.800/Dolar AS Di Kuartal III/2025
Rupiah diproyeksi tertekan hebat di kuartal III/2025 dengan depresiasi mencapai Rp16.800/dolar AS. Adapun pelemahan rupiah akan cenderung membaik di akhir 2025 ke level Rp16.500/dolar AS.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Khairul Kahfi
Petugas menjunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Jumat (17/1/2025). Antara Foto/Muhammad Adimaja/tom/apri.
JAKARTA - PT Bank UOB Indonesia memproyeksi nilai tukar rupiah di akhir 2025 akan terpuruk ke level Rp16.500/dolar AS. Namun, Head of Deposit and Wealth Management UOB Indonesia Vera Margaret menyampaikan, tekanan rupiah terberat akan terjadi pada kuartal III/2025 dengan depresiasi mencapai Rp16.800/dolar AS.
"Dari view (proyeksi) UOB, pada akhir tahun rupiah berada di angka Rp16.500 per dolar AS. Kemungkinan akan mengalami terpuruk terparah di kuartal III/2025 di level Rp16.800, itu prediksi dari teman-teman UOB," ujar Vera dalam agenda 'Strategi Finansial di Tengah Tantangan Ekonomi', Jakarta, Jumat (24/1).
Baca Juga: Ada Pelantikan Trump, Rupiah Menguat Di Rp16.367
Adapun tantangan itu utamanya berasal dari keputusan The Fed yang sudah menurunkan suku bunganya (Fed Fund Rate/FFR) dari level 5,00-5,25% menuju 4,50-4,75%, medio September-Desember 2024. Hal ini juga yang menyebabkan rupiah melemah hingga Rp15.800 di akhir 2024 akibat aksi modal yang 'pulang kampung' (outflow) dari tanah air.
Meski begitu, level moneter AS tersebut sudah cenderung menjinak ketimbang pada pertengahan 2023 hingga Juli 2024 yang bertengger di kisaran 5,25-5,50%, menandai level FFR tertinggi dalam 22 tahun terakhir. Hal tersebut beralasan karena ditujukan untuk inflasi global yang meningkat usai pandemi covid-19 mereda.
Lebih lanjut, Vera memperkirakan, keberlangsungan penurunan FFR di 2025 seperti ekspektasi pasar akan tetap membayangi volatilitas rupiah, meski pun penurunan FFR ini akan cenderung melambat. Sehingga perkembangan yang ada pada akhirnya tetap dapat mendorong penguatan dolar AS dan berisiko menekan mata uang lain, termasuk rupiah.
"By the way, enggak cuma rupiah aja yang melemah, semua mata uang sekarang juga melemah terhadap US dolar," ucapnya.
Dirinya pun melihat, The Fed belum mengambil keputusan untuk menurunkan suku bunga acuannya pada Januari 2025 dalam FOMC yang akan dihelat pada 28 dan 29 Januari nanti. Meski begitu, ekonomi domestik disinyalir akan tetap bergeliat usai Bank Indonesia yang secara mengejutkan menurunkan BI-Rate 25 bps menjadi 5,75% di awal 2025.
"Penurunan ini supaya market lebih grow (bertumbuh), sehingga pengusaha-pengusaha lebih bisa bernafas saat menjalankan ekonominya," ucapnya.
Bayang-Bayang Kenaikan Inflasi
Di samping itu, Vera menerangkan, proyeksi pelemahan rupiah tersebut akan berdampak langsung pada kenaikan biaya impor. Pasalnya, pengusaha akan cenderung mengeluarkan uang lebih banyak untuk produk impor dibanding waktu sebelum-sebelumnya.
Pada gilirannya, kondisi itu akan memengaruhi harga-harga bahan baku industri hingga barang konsumsi yang ikut menjadi mahal. Sehingga dapat memicu inflasi karena produsen cenderung menaikkan harga produk.
Baca Juga: Analis Ramal Rupiah Bisa Anjlok ke Rp16.500 Akhir 2024
Selain itu, Vera menuturkan, cuaca ekstrem juga akan memperparah produksi sektor pertanian sehingga akhirnya menimbulkan inflasi sejumlah bahan pangan. Berdasarkan perhitungan analisis UOB, inflasi di 2025 diperkirakan akan bergerak mencapai 2,5% (yoy).
"Berdasarkan hitungan ekonom UOB, sampai 2025 inflasi akan ditutup 2,5%. Ini mengalami kenaikan dari sebelumnya 2,3%. Masalah soal suplai yang berkurang dan kenaikan permintaan masih akan berlanjut di 2025," ucapnya.
Terpisah, Gubernur BI Perry Warjiyo mengeklaim akan melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah secara berkelanjutan di tengah ketidakpastian pasar global dan penguatan mata uang dolar AS di awal tahun ini. Pihaknya juga akan terus melakukan penguatan strategi stabilisasi nilai tukar rupiah.
"Kami pastikan bahwa nilai tukar tetap stabil di tengah gejolak global," ujar Perry dalam Konpers KSSK I Tahun Anggaran 2025, Jumat (24/1).
Perry pun menjabarkan, ada beberapa upaya yang ditempuh untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Di antaranya, intervensi di pasar valas, dan transaksi swap secara Domestic Non Delivery Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial tetap longgar, terutama untuk meningkatkan kredit pembelian perbankan. Upaya ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.