16 Maret 2023
12:04 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI merekomendasikan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan tingkat suku bunga (BI7DRR) di level 5,75%. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi momentum pertumbuhan di dalam negeri
“Kami melihat, bahwa BI harus mempertahankan suku bunga kebijakannya pada 5,75% bulan ini, sambil terus menerapkan langkah-langkah makroprudensial untuk mendukung momentum pertumbuhan,” Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky, Jakarta, Kamis (16/3).
Sebagai pertimbangan, menurutnya, kondisi perekonomian Indonesia semakin membaik dilihat dari angka inflasi Februari 2023 yang relatif terkendali, meski mengalami peningkatan. Per Februari 2023, angka inflasi bertengger di kisaran 5,47% (yoy), terhitung naik dari inflasi bulan sebelumnya di level 5,28% (yoy).
Kondisi ini sempat mematahkan pola penurunan yang terjadi sejak September 2022. Di sisi lain, angka tersebut juga masih berada di atas target atas bank sentral yang dipatok sebesar 4%, selama sembilan bulan berturut-turut.
Pergerakan inflasi bulan kedua tahun ini terutama disumbang oleh kombinasi dari gangguan pasokan akibat banjir pada musim panen hingga menyebabkan beras menjadi salah satu pendorong utama tekanan inflasi ke atas.
Di sisi lain, kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10% yang mulai aktif ditetapkan sejak awal 2023 juga jadi faktor lain yang berpengaruh pada kondisi inflasi tahunan di Februari 2023.
Hasilnya, inflasi kelompok pengeluaran untuk makanan, minuman, dan tembakau melonjak menjadi 7,23% (yoy) dibandingkan dengan 5,82% (yoy) pada Januari 2023.
“Selain itu, low base effect juga turut berperan dalam meningkatkan tingkat inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau pada Februari 2023,” tambahnya.
Baca Juga: BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 5,75%
Dari sisi eksternal, ekspektasi kenaikan suku bunga yang agresif oleh The Fed demi menghalau capaian inflasi yang naik di AS telah mendorong dana keluar dari Indonesia. Terpantau selama pertengahan Februari hingga pertengahan Maret 2023, arus modal keluar dari Tanah Air tercatat sebesar US$938 juta.
Hal ini tercermin dari kenaikan substansial dalam imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia untuk tenor 1 dan 10 tahun. Untuk tenor 1 tahun, imbal hasil naik dari 5,77% menjadi 6,12%.
Selanjutnya, pola imbal hasil yang meningkat juga terlihat pada tenor 10 tahun yang dimulai dari 6,75% pada pertengahan Februari dan berakhir pada 6,97% pada pertengahan Maret 2023.
Selain itu, aliran modal keluar juga berdampak negatif terhadap pergerakan mata uang domestik. Berhadapan dengan Dolar AS, Rupiah sempat terdepresiasi menjadi Rp15.445 pada 10 Maret 2023, atau lebih lemah dibandingkan dengan Rp15.130 pada 10 Februari 2023.
“(Kendati) mata uang domestik akhirnya stabil setelah serangkaian depresiasi, dengan Rupiah kini berada di kisaran Rp15.367,” papar Riefky.
Bahkan apresiasi sebesar 1,3% (ytd), sambungnya, menjadikan Rupiah sebagai yang terbaik di antara mata uang negara berkembang lainnya bersama dengan Peso Filipina dan Lira Brasil. Sementara Baht Thailand tetap tidak berubah.
Adapun ketahanan cadangan aset Februari 2023 juga meningkat.Riefky menilai, kenaikan ini bakal mendukung perekonomian nasional saat ini. Cadangan devisa meningkat dari US$139,4 miliar menjadi US$140,31 miliar pada Februari 2023, menjadikannya rekor tertinggi sejak periode yang sama di 2022.
“Dengan kecenderungan cadangan (devisa) yang meningkat, Indonesia mungkin memiliki ruang yang cukup untuk meredam guncangan eksternal,” paparnya.
Baca Juga: Jokowi Ingatkan Semua Pihak Hati-Hati Setelah Kolapsnya SVB
The Fed Akan Mengerem Suku Bunga
Riefky memproyeksi, The Fed tidak akan bertindak terlalu agresif dalam merespons kejadian kebangkrutan SVB di AS baru-baru ini.
Desakan penundaan kebijakan pengetatan moneter oleh AS pun menggema untuk dapat dilakukan dalam waktu dekat. Mengingat situasi pasar keuangan di Negeri Paman Sam yang masih dalam kondisi tidak stabil.
Pada gilirannya, realisasi itu nampaknya akan menciptakan momentum aliran dana masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Selain itu, peluncuran Term Deposit Valas Hasil Ekspor Devisa (TD Valas DHE) pada awal Maret 2023 diharapkan, dapat mengamankan pasokan devisa di pasar domestik,” jelasnya.