c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

03 Februari 2023

15:22 WIB

Legislator Keheranan Masalah Minyak Goreng Kembali Terulang

Legislator menilai kepatuhan pada ketentuan DMO 20% tidak berjalan, sehingga masalah minyak goreng kembali terulang.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Legislator Keheranan Masalah Minyak Goreng Kembali Terulang
Legislator Keheranan Masalah Minyak Goreng Kembali Terulang
Sejumlah pedagang membeli minyak goreng subsidi MinyaKita untuk dijual kembali dalam operasi pasar di Pasar Sawojajar, Malang, Jawa Timur, Jumat (3/2/2023). Antara Foto/Ari Bowo Sucipto

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengaku heran dengan kasus kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng yang kembali terulang. Alih-alih menyelesaikan akar permasalahan, pemerintah hanya sibuk mengatur sisi hilir atau pemasaran akhir.

Pada akhirnya, kondisi yang terjadi membuat masyarakat golongan menengah-bawah, terutama pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) menjadi korban. Amin menilai, berkurangnya pasokan bahan baku atau crude palm oil (CPO) merupakan masalah klasik ini. 

Lebih jauh, kelangkaan pasokan CPO seharusnya tidak terjadi, apabila pengusaha sawit mematuhi kewajiban penyediaan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang diatur dalam domestic market obligation (DMO).

“Masyarakat berhak curiga, jika pengawasan oleh pemerintah terhadap kepatuhan pengusaha dalam memenuhi DMO 20% CPO tidak berjalan,” terangnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (3/2).

Baca Juga: KPPU: Harga Minyak Goreng Curah Lampaui HET

Sebagai pengingat, Permendag 49/2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat menetapkan dan mewajibkan pelaku usaha sawit untuk menyediakan DMO CPO sebesar 450 ribu ton/bulan. Sementara itu, kebutuhan CPO untuk minyak goreng di dalam negeri ditaksir sekitar 300 ribu ton/bulan.

Amin pun mempertanyakan komitmen pengusaha untuk dapat mematuhi ketentuan DMO CPO sebesar 20%. 

Selain itu, dipertanyakan pula apakah hasil DMO tersebut sudah benar-benar diproduksi menjadi minyak goreng, untuk didistribusikan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Saya melihat ada kelalaian pemerintah dalam memonitor pasokan minyak sawit atau CPO,” tegasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, jika aturan Permendag tersebut dilaksanakan dengan baik, semestinya pasokan CPO lebih dari cukup. Bahkan, jumlah yang tersedia ini dapat menjadi cadangan yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kebutuhan.

Sedangkan alasan pasokan CPO tersedot untuk program biodiesel B35, menurutnya, bukan merupakan alasan yang logis. Program Biodiesel sendiri ditujukan untuk menyerap kelebihan pasokan, akibat larangan impor CPO Indonesia oleh negara-negara Uni Eropa.

Dirinya pun kembali dibuat heran, jika program biodiesel 35% (B35) malah menyedot CPO untuk minyak goreng rakyat, di tengah turunnya permintaan ekspor akibat larangan impor oleh Uni Eropa.

“Seharusnya (program) biodiesel diprioritaskan untuk menampung kelebihan produksi CPO non-DMO,” jelasnya.

Karena itu, Amin mendesak pemerintah membuka hasil audit implementasi kepatuhan pengusaha dalam memenuhi DMO CPO selama ini. Dirinya pun menekankan, bahwa audit yang dikerjakan secara konsisten penting dilakukan.

“Untuk menjaga stabilitas dan pengendalian harga dan pasokan minyak goreng di dalam negeri, terutama minyak goreng,” sebutnya.

Baca Juga: Airlangga Jamin B35 Tidak Ganggu Pasokan Minyak Goreng

Capaian Biodiesel Tujuh Tahun Terakhir
Data tambahan, Kemenko Ekonomi mencatat, dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, tingkat pencampuran biodiesel terus ditingkatkan dari 15% (B15) pada 2015; naik menjadi 20% (B20) pada 2016; dan 30% (B30) pada 2020. 

Pemerintah pun telah menetapkan, bahwa mulai 1 Februari 2023 tingkat campuran mandatori biodiesel akan kembali dinaikkan menjadi 35% (B35). Pemerintah menjelaskan, kebijakan ini sebagai wujud nyata komitmen dalam mempercepat transisi energi inklusif dan berkelanjutan.

Kebijakan B35 tersebut diharapkan dapat menyerap 13,15 juta kiloliter biodiesel bagi industri dalam negeri. Implementasi kebijakan juga diperkirakan akan menghemat devisa sebesar US$10,75 miliar dan meningkatkan nilai tambah industri hilir sebesar Rp16,76 triliun. 

Lebih jauh, kebijakan B35 juga diproyeksikan akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 34,9 juta ton CO2.

Berkaca dari implementasi B30 pada 2022, telah disalurkan biodiesel sebesar lebih dari 10,5 juta kiloliter. Capaian tersebut telah mampu menghemat devisa sekitar US$8,34 miliar atau setara lebih dari Rp122 triliun. 

Program B30 juga berhasil menyerap tenaga kerja lebih dari 1,3 juta orang serta pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sekitar 27,8 juta ton CO2.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar