c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

15 Mei 2025

13:12 WIB

Laporan Ekspor Impor BPS Ditunda, Ekonom Ingatkan Ini

Wijayanto Samirin mengingatkan penundaan penyampaian laporan ekspor impor BPS berpotensi merusak reputasi. Sementara itu, Syafruddin Karimi menilai langkah itu memperkuat reputasi negatif Indonesia.

Penulis: Erlinda Puspita

<p id="isPasted">Laporan Ekspor Impor BPS Ditunda, Ekonom Ingatkan Ini</p>
<p id="isPasted">Laporan Ekspor Impor BPS Ditunda, Ekonom Ingatkan Ini</p>

Pekerja membongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas (TPK) Pelabuhan Batu Ampar Batam, Kepulauan Riau, Senin (28/4/2025). AntaraFoto/Teguh Prihatna

JAKARTA - Ekonom Senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai, penundaan laporan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terkait data ekspor dan impor nasional yang seharusnya dilakukan hari ini, berpotensi merusak reputasi BPS. Menurutnya, selama ini kinerja instansi penghimpun dan pengelola data statistik nasional tersebut sudah apik.

“Penundaan berbagai laporan tersebut, jika menjadi kebiasaan, akan merusak reputasi BPS yang sudah bagus selama ini,” ujar Wijayanto saat dihubungi Validnews, Kamis (15/5).

Wijayanto berpendapat, penundaan penyampaian rilis data ekspor impor oleh BPS kali ini memang masih bisa dimaklumi. Ini terkait adanya perang dagang imbas kebijakan tarif resiprokal Trump pada awal April 2025 lalu.

“Situasi sedang sangat dinamis akibat perang dagang Trump, bisa dipahami keterlambatan ini,” ungkapnya.

Baca Juga: Ini Alasan BPS Tak Lagi Rilis Data Ekspor Impor Sementara

Sementara itu, ia juga meyakini penundaan laporan rilis data ekspor impor bisa mempengaruhi pelaku usaha di dalam negeri, walau sangat kecil efeknya karena data yang disampaikan merupakan data historis.

Adapun untuk perencanaan bisnis oleh pelaku usaha, Wijayanto menyebut hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan pertimbangan lainnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, BPS mengumumkan adanya perubahan penyampaian rilis data perkembangan ekspor dan impor (eksim) mulai Mei 2025. Jika sebelumnya pengumuman perkembangan eksim dilaksanakan setiap tanggal 15, mulai saat ini pengumuman akan dilakukan pada awal bulan.

“Dalam rangka meningkatkan kualitas data, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis angka tetap perkembangan ekspor impor setiap awal bulan,” jelas BPS dalam keterangan resminya, Kamis (15/5).

Sejalan dengan perubahan waktu pengumuman rilis data eksim, BPS pun menyatakan data yang akan dirilis bukan lagi angka sementara, melainkan angka tetap dari kinerja ekspor dan impor Indonesia.

“Sebagai bentuk komitmen BPS untuk menghadirkan data yang berkualitas, BPS tidak lagi merilis angka sementara perkembangan ekspor impor yang biasanya dikeluarkan setiap tengah bulan. Dengan demikian, pengguna data langsung memperoleh angka tetap kinerja ekspor dan impor untuk dimanfaatkan lebih lanjut,” tutup pernyataan BPS tersebut.

Negara Paling Proteksionistik di Dunia
Terpisah, Syafruddin Karimi, Ekonom dari Universitas Andalas menilai keputusan BPS menunda rilis data ekspor-impor bulanan berdampak negatif. Pasalnya, langkah ini memperkuat reputasi negatif Indonesia sebagai negara dengan hambatan perdagangan tertinggi di dunia.

Mengutip Trade Barrier Index (TBI) 2025, Syafrudin menyebut Indonesia menempati peringkat terakhir dari 122 negara. Posisi ini mencerminkan tingkat proteksionisme yang ekstrem di berbagai aspek kebijakan perdagangan, termasuk transparansi informasi.

“Keterlambatan dan penghapusan data sementara yang sebelumnya rutin diumumkan setiap pertengahan bulan menciptakan ruang ketidakpastian yang luas di kalangan investor, pelaku usaha, dan analis pasar. Ketika negara lain berupaya meningkatkan keterbukaan dan kecepatan informasi ekonomi, Indonesia justru mengambil langkah mundur yang bertentangan dengan prinsip perdagangan modern yang berbasis transparansi dan prediktabilitas,” paparnya.

Baca Juga: BPS: Surplus Neraca Perdagangan RI Maret 2025 Naik Jadi US$4,33 M

Ia menilai langkah BPS ini bukan sekadar perubahan teknis. Bahkan, langkah ini mencerminkan mentalitas birokrasi yang enggan diawasi dan tidak menempatkan kebutuhan pasar sebagai prioritas.

Menurutnya, ketertutupan data, apalagi menyangkut ekspor dan impor yang menjadi fondasi neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, hanya akan memperkuat persepsi internasional bahwa Indonesia tidak serius membuka diri terhadap integrasi global.

Jika Indonesia ingin keluar dari stigma sebagai negara paling proteksionistik, maka konsistensi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam penyajian data publik harus menjadi langkah awal yang tidak bisa ditawar.

“Transparansi bukan kelemahan, tetapi fondasi kepercayaan. Ketika data disembunyikan atau ditunda tanpa alasan teknis yang meyakinkan, maka keraguan pasar akan berubah menjadi keyakinan bahwa ada yang sedang disembunyikan. Dan itu, lebih merugikan daripada angka defisit itu sendiri,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar