06 Maret 2023
21:00 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA – Pandemi covid-19 meluluh-lantakkan sektor ekonomi. Pembatasan membuat warga tak leluasa berkegiatan seperti normalnya. Di sisi lain, tuntutan ekonomi tak berkurang. Justru pada pandemi, pos-pos baru timbul. Upaya menjaga kesehatan menjadi prioritas.
Di tengah keterpurukan, banyak pula warga yang menemukan kanal baru berkegiatan ekonomi. Salah satunya adalah Rafaela Deandra yang memutuskan menggeluti bisnis tembikar karakter dan unik, meski sebelumnya belum pernah menekuninya.
Perempuan 29 tahun, asal Surabaya ini kemudian membuat WildFlower. Dea, panggilan akrabnya, bercerita bahwa WildFlower dari rasa suntuk dan iseng yang dialami normal selama pembatasan mobilitas akibat pagebluk.
Dirinya pun mencoba menggali hobi baru yang belum ditekuni sebelumnya, yaitu membuat tembikar alias pottery.
Pada Oktober 2020, merupakan pertemuan pertama Dea dengan kegiatan kriya yang sudah ada sejak prasejarah ini. Awalnya, dia hanya iseng-iseng ikut sebuah workshop ketika bepergian ke Bali.
“Pas coba ikut workshop-nya ternyata seru, dan jadi keterusan. Memang sebenarnya keisengan karena zaman covid-19 kan kayak zaman bosen,” sebutnya kepada Validnews, Jakarta, Rabu (1/3).
Keseruan ini tak hilang. Dea merasa cocok mendalami dunia pottery selama setengah tahun di Pulau Dewa tersebut. Proses pendalaman ini pun mendorongnya untuk menekuni bisnis, ditambah dengan tren swakriya alias do it yourself (DIY) yang cukup santer di luar negeri.
Untuk lebih dari survive di bisnis baru itu, Dea sadar harus punya keunikan. Dia ingin karakter yang cukup unik untuk menjadi pembeda di pasaran, terutama dengan tembikar yang dibuat secara massal.
Dea menganggap produk yang dibuat secara manual dengan tangan memiliki sentuhan dan keunggulan personal yang tak dimiliki produksi massal.
Dengan begitu, Dea berharap, konsumen memiliki sensasi eksklusif setelah membeli produk buatannya.
“Jadi memang bentuknya pun kita sengaja buatnya lebih unik, karena lebih ada rasa ‘tangannya’ gitu, kayak enggak dibuat perfect seperti yang mass production,” jelasnya.
Awalnya, dia pesimistis kalau produknya dapat laku dijual di Indonesia. Perasaan ini muncul karena, dirinya kembali beranggapan, bahwa apresiasi masyarakat terhadap produk seni masih tergolong rendah. Apalagi dengan harga yang cukup menguras kantong.
Beranjak dari premis itu, Dea memfokuskan corong bisnis untuk ekspor ke luar negeri saja lewat marketplace khusus kriya global. “Rencananya begitu, tapi ternyata di Indonesia untuk kota-kota besar lumayan oke (penjualan), dan udah mulai berubah itu mindset-nya,” ungkapnya.
Pada akhirnya premis itu terpatahkan. Belakangan Dea menyadari pangsa produknya sekitar 80% berasal dari dalam negeri dan sekitar 20%-an datang dari luar negeri.
Cari Formula
Dea mengungkapkan banyak kendala dihadapi sebagai perajin yang tidak punya latar belakang pottery. Untuk mencari formula produk terbaik, dia menghabiskan waktu berbulan-bulan sejak Oktober 2020 untuk proses trial-error, Barulah dia mantap meluncurkan WildFlower pada Mei 2021.
Di benaknya, seluruh tahapan proses produksi yang cukup lama ini memiliki kesulitan masing-masing. Mulai proses pembuatannya dari membuat bentuk awal tembikar, pengeringan, pembakaran, menggambar, memberikan glazur, hingga pembakaran tahap kedua pada suhu tinggi.
Kendati banyak aral ditemukan, wanita berusia 29 tahun ini menganggap semua tahapannya merupakan proses yang menyenangkan.
“Setiap kali coba pasti ada aja problem barunya, tapi memang serunya di situ sih, trial-error-nya ini yang seru,” ucapnya.
Pada awal produksi, dia membeli oven pembakaran tembikar atau kiln dengan ukuran kecil sebagai investasi. Momen memiliki kiln juga membuat Dea semakin getol untuk mencari formula paling seimbang pada produk tembikarnya.
Keputusan membeli kiln yang lebih besar hadir ketika permintaan produk mulai naik drastis pada akhir 2022. Baginya, proses firing tembikar merupakan tahapan yang paling sulit dalam mengembangkan WildFlower sejak pertama kali berdiri.
“Entah glaze defect, keluar crack dan lainnya (akibat) faktor eksternal. Meski sudah jalan dua tahun pun, kejadian defect itu pasti ada pada setiap proses pembakaran, walaupun jumlahnya lebih rendah,” ungkapnya.
Selain dari sisi produksi, konsistensi membuat konten di media sosial juga menjadi bagian yang tak bisa dianggap remeh. Karena membuat konten yang bisa tetap relevan menggaet calon pembeli bukanlah hal mudah. Isi kontennya bisa berupa promosi produk, tahapan pembuatan, interaksi dengan pengikut dan lain sebagainya.
“Pertama kita juga buat (konten) Tiktok, cuman karena enggak konsisten akhirnya kita cuma (konsisten) di Instagram dengan bikin video reels, story dan feeds aja sih,” urainya.
Tonjolkan Keunikan Desain
Dea menyampaikan desain unik jadi jualan utama WildFlower. Hasil yang lebih mencolok pada bagian warna dan lekuk badan si tembikar menjadi pembeda.
Desain ini pun hanya keluar pada satu batch produksi, yang terus diperbarui temanya setiap dua pekan sekali. Wanita lulusan fashion marketing di Singapura ini juga menyampaikan, desain yang ditelurkan ini terinspirasi dari kesukaannya pada serial kartun dan makanan.
“Style (tembikar) kita lebih vibrant karena perpaduan warnanya yang lebih colorful, painting juga bisa dibilang lebih beda dari yang lain,” urainya.
Meski menonjol dari sisi estetik, Dea menggarisbawahi, produknya juga aman dan layak untuk jadi peranti makan orang-orang. Dia menggaransi semua tembikar buatannya tergolong food grade dan food safe, mulai dari campuran bahan pewarna hingga tahapan produksi.

Dia menegaskan, proses pembuatannya telah melewati beberapa tahap pembakaran di suhu tinggi 900-1.200 derajat celsius. Berkat proses mumpuni, produknya juga diklaim cukup awet.
“Sebenarnya, kalau dipakainya aman-aman saja sama seperti keramik yang lain. Lumayan longlasting bisa sampai kayak 10 tahun lebih juga,” katanya.
Di tahapan pro-produksi, tingkat kreativitas soal ide dan konsep desain produk menjadi tantangan lain yang harus terus dipecahkan setiap waktu. Apalagi tema yang dipatok setiap dua pekanan ini akan terlanjur basi, jika dibiarkan terulang bulan depan.
Kini, perbulannya, lima pegawai WildFlower dapat memproduksi hingga 100-150 pieces tembikar dengan bentuk variatif. Dea sempat terkekeh mengingat produksi WildFlower yang hanya mampu menembus 20-30 pieces per bulan ketika masih dikerjakan sendiri.
Buka Kelas
Untuk sekarang, terangnya, WildFlower tidak membuka jasa kustomisasi dalam jumlah kecil. Opsi kustomisasi dapat terbuka, jika konsumen hendak berniat membeli tembikar di atas 12 pieces saja.
Bicara soal pasar dan omzet, Dea mengaku penjualan tembikar di WildFlower tidak mengalami penurunan berarti. Yang ada, perkembangan secara bisnis terus merangkak naik sejalan dengan status endemi yang bergulir.
Dari penjualan produk, WildFlower bisa meraup omzet kasar sekitar puluhan juta rupiah setiap bulannya. Terpantau cukup naik dari penjualan di masa-masa awal yang hanya mentok di kisaran belasan juta rupiah saja.
“Aku yakin juga ke depannya bisa menjadi lebih besar (omzet), karena masih terbuka lebar ya (tren bisnis),” ungkapnya.
Selain itu, pelonggaran mobilitas masyarakat pulalah yang mendorong Dea untuk membuka kelas lokakarya tembikar yang sudah tertunda beberapa waktu. Kelas ini baru dibuka pada Januari 2023 yang digelar pekanan.
WildFlower juga membuka jasa pembakaran tembikar dengan fasilitas kiln hasil investasi selama ini. Fasilitas ini ditujukan bagi potter pemula yang kebingungan menghasilkan karya di sekitar Surabaya.
“Yang belum punya kiln atau space untuk tungkunya sendiri, jadi kita terima (jasa) pembakaran (tembikar) gitu,” terangnya.
Adapun demografi pembeli di usaha ini, didominasi oleh perempuan dengan profil umur 20-30an tahun yang berasal dari kota-kota besar di Indonesia, seperti DKI Jakarta. Untuk ekspor, WildFlower juga cukup rutin mengapalkan produk ke sejumlah negara tiap bulannya, seperti Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, Eropa, Qatar dan Dubai.
Customer biasanya mengutarakan produk WildFlower dapat digunakan sebagai kado atau hadiah. Selanjutnya, pelanggan juga menyampaikan produk unik yang dibuat Dea digunakan sebagai koleksi pajangan dan perangkat makan seperti biasa.
Untuk harga, Dea mematok produknya berdasarkan lama proses produksi sampai tingkat kesulitan penggambaran di bidang tembikar. Untuk tembikar mug dijual berkisar Rp275-400 ribu, sedangkan tembikar berbentuk piring dibanderol sekitar Rp350-450 ribu.

Perkuat Eksklusivitas Produk
Meski dalam tren pertumbuhan bisnis yang cukup baik, Dea berujar belum ingin memasalkan jumlah produksi tembikar di WildFlower. Setidaknya untuk 2023, produksi tembikar bulanannya mentok naik dua kali lipat menjadi 300 pieces saja.
Dia masih ingin pembeli merasa puas karena produk tembikar yang dijual WildFlower ‘eksklusif’. Pun, dia masih memegang teguh prinsip bahwa tembikar WildFlower dikerjakan tangan manual atau handmade saja, bukan untuk produksi massal.
Selanjutnya, Dea juga tengah mempelajari teknik print tiga dimensi (3D print), mulai dari cara pembuatannya dan molding. Rencananya, produk WildFlower selanjutnya ingin bisa memadukan antara produk tembikar dan karya hasil cetakan tiga dimensi ini.
Sembari menjaga peluang pasar yang masih terbuka, Dea juga berkeinginan untuk bisa menghadirkan WildFlower ke beragam pameran dan bazar keramik. Dia ingin menambah pengalaman di tingkat luring atau offline, meski belum berencana memiliki toko fisik.
Adanya pameran serta bazar, diyakininya menciptakan atmosfer baru bagi WildFlower dan tim. Ini diperoleh dari menyiapkan stok, bertemu pelanggan, melakukan penjualan langsung dan seterusnya.