22 Oktober 2025
17:15 WIB
Kredit Perbankan September Tumbuh 7,70%, Tapi Belum Double Digit
BI mencatat kredit perbankan September tumbuh 7,70% atau meningkat tipis 0,14 poin dibandingkan bulan sebelumnya. BI memproyeksi kredit bank 2025 akan berada di batas bawah target 8-11%.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Seorang teller Bank Mandiri melayani nasabah saat melakukan transaksi penarikan tunai di Menara Mandiri, Jakarta (20/8). Validnews/Hasta Adhistra
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo melaporkan, kredit perbankan pada September 2025 berhasil tumbuh sebesar 7,70% (yoy), didorong oleh sisi penawaran dan permintaan. Dengan demikian, kredit perbankan September meningkat tipis 0,14 poin dibandingkan dengan kredit bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,56%.
Meski tumbuh lebih tinggi dari bulan sebelumnya, namun kredit perbankan pada September 2025 masih belum mampu tumbuh double digit.
"Pertumbuhan kredit perbankan perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," kata Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG-BI) Bulanan Oktober 2025, Jakarta, Rabu (22/10).
Baca Juga: BI-Rate Oktober 2025 Ditahan Di Level 4,75%
Dari sisi permintaan, belum kuatnya perkembangan kredit dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih wait and see, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, serta suku bunga kredit yang masih relatif tinggi.
Perkembangan ini tecermin dari fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada September 2025 yang masih cukup besar, yaitu mencapai Rp2.374,8 triliun atau 22,54% dari plafon kredit yang tersedia.
"Utamanya pada segmen korporasi dengan kontribusi utama dari sektor Perdagangan, Industri, dan Pertambangan, serta dengan jenis kredit modal kerja," ungkapnya.
Dari sisi penawaran, lanjutnya, kapasitas pembiayaan bank memadai ditopang oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 29,29% dan DPK yang tumbuh sebesar 11,18% (yoy) pada September 2025.
Baca Juga: BI: Penyaluran Kredit Baru Kuartal III Tumbuh Lebih Rendah
Hal itu seiring ekspansi keuangan pemerintah termasuk penempatan dana pemerintah pada beberapa bank besar serta kebijakan pelonggaran likuiditas dan insentif kebijakan makroprudensial BI.
"Minat penyaluran kredit perbankan pada umumnya cukup baik sebagaimana tecermin pada persyaratan pemberian kredit (lending requirement) yang cukup longgar, kecuali pada segmen kredit konsumsi dan UMKM seiring dengan sikap kehati-hatian bank di tengah risiko kredit pada kedua segmen tersebut," ujar Perry.
Dia menjelaskan, pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi melambat menjadi masing-masing sebesar 3,37% (yoy) dan 7,42% (yoy). Sedangkan pertumbuhan kredit investasi meningkat menjadi 15,18% (yoy).
Kredit UMKM dan pembiayaan syariah tumbuh melambat menjadi masing-masing sebesar 0,23% (yoy) dan 7,55% (yoy).
"Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8-11% dan akan meningkat pada 2026," terang dia.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan KSSK untuk meningkatkan pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan serta memperbaiki struktur suku bunga.
Likuiditas Bank Memadai
Masih dalam kesempatan yang sama, Perry menyampaikan, ketahanan perbankan tetap kuat, di mana permodalan terjaga pada level tinggi, likuiditas perbankan tetap memadai, dan risiko kredit rendah.
"Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Agustus 2025 meningkat menjadi sebesar 26,03%, sehingga semakin kuat dalam menyerap risiko," tutur Perry.
Baca Juga: BI Prediksi Kredit Perbankan Kuartal IV Tumbuh Lebih Tinggi
Kemudian, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan terjaga rendah sebesar 2,28% (bruto) dan 0,87% (neto) pada Agustus 2025.
NPL (bruto) UMKM sudah mulai menurun dari 4,55% pada Agustus 2025 menjadi 4,46% pada September 2025, meskipun masih pada level yang tinggi.
Hasil stress test Bank Indonesia menunjukkan, ketahanan perbankan tetap kuat ditopang oleh kemampuan bayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga.
"Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan," jelasnya.