c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

19 September 2025

08:00 WIB

KPPU Buka Suara Soal Penutupan Keran Impor BBM SPBU Swasta

Pilihan konsumen berkurang semenjak SPBU swasta alami kelangkaan pasokan bensin

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">KPPU Buka Suara Soal Penutupan Keran Impor BBM SPBU Swasta</p>
<p id="isPasted">KPPU Buka Suara Soal Penutupan Keran Impor BBM SPBU Swasta</p>

Pengendara sepeda motor melintas di SPBU Shell, Medan, Sumatera Utara, Selasa (16/4/2024). Antara Foto/Fransisco Carolio

JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melakukan analisis mendalam terhadap kebijakan yang diluncurkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) soal pembatasan kenaikan impor bahan bakar minyak (BBM) oleh badan usaha swasta maksimal 10% dari realisasi penjualan tahun 2024.

Berdasarkan analisis tersebut, KPPU menilai kebijakan itu telah memberi dampak terhadap keberlangsungan bisnis badan usaha swasta yang notabene bergantung pada BBM impor. Hal itu juga berpengaruh terhadap hilangnya pilihan konsumen atas produk BBM non-subsidi dan memperkuat dominasi pasar PT Pertamina.

Pasalnya tambahan volume impor bagi badan usaha swasta hanya berada di kisaran 7.000-44.000 kiloliter (kl). Sedangkan di lain sisi, PT Pertamina lewat Subholding Commercial and Trading PT Pertamina Patra Niaga mendapat kuota impor BBM sekitar 613.000 kl untuk tahun 2025 ini.

Dari kaca mata persaingan usaha, kebijakan pembatasan impor dianalisis menggunakan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU) yang diatur dalam Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2023. DPKPU itu jadi instrumen untuk menguji kepatuhan kebijakan yang dirancang terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur lewat keterangan tertulis menerangkan dari analisis yang telah dilakukan, kebijakan pembatasan volume impor bersinggungan dengan DPKPU angka 5 huruf b, yakni terkait indikator pembatasan jumlah penjualan/pasokan barang dan/atau jasa lainnya.

Tak sampai situ, gaduhnya isu kelangkaan BBM swasta dewasa ini turut beririsan dengan DPKPU angka 6 huruf c karena adanya pengarahan supaya badan usaha swasta membeli pasokan kepada PT Pertamina Patra Niaga yang notabene merupakan kompetitor mereka.

"Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan tantangan dalam menjaga iklim persaingan usaha yang sehat, antara lain berupa risiko pembatasan pasar, perbedaan harga dan pasokan atau diskriminasi, serta dominasi pelaku tertentu," terang Deswin di Jakarta, Kamis (18/9).

Pembatasan impor BBM tersebut praktis bakal membatasi pula pemanfaatan infrastruktur yang dimiliki oleh badan usaha swasta. Akhirnya, terjadi inefisiensi yang menjadi sinyal negatif bagi investasi baru sektor hilir minyak dan gas bumi (migas).

"Karena itu, penting agar kebijakan yang diambil tetap memperhatikan keseimbangan antara tujuan stabilitas energi, efisiensi pasar, dan keberlanjutan iklim investasi," sambungnya.

KPPU menilai harus ada upaya untuk menjaga keseimbangan persaingan usaha supaya konsumen bisa mendapat manfaat dari keberadaan seluruh badan usaha.

Deswin menambahkan, saat ini struktur pasar hilir migas masih sangat terkonsentrasi di PT Pertamina Patra Niaga. Dalam segmen BBM non-subsidi, perusahaan pelat merah tersebut tercatat mengantongi pangsa sekitar 92,5%.

"Ini menggambarkan struktur pasar yang masih sangat terkonsentrasi, sehingga upaya menjaga keseimbangan persaingan usaha menjadi penting agar konsumen tetap memperoleh manfaat dari berbagai pelaku usaha," ungkap Deswin.

KPPU juga mencatat ada dampak nyata pada pegurangan pilihan konsumen dari kelangkaan pasokan BBM non-subsidi swasta yang terjadi akhir-akhir ini. Padahal di lain sisi, terdapat tren peningkatan konsumen BBM non-subsidi yang harus dijaga.

"Untuk itu, penting agar kebijakan publik senantiasa memastikan kelancaran distribusi, ketersediaan pasokan, serta terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat. Sehingga, manfaat dari tren positif tersebut bisa dirasakan secara berkelanjutan," tandas dia.

Evaluasi
Memperhatikan dinamika yang ada, KPPU menegaskan harus ada evaluasi berkala pada kebijakan impor BBM non-subsidi. Dengan begitu, iklim usaha yang seimbang bisa tercipta dan gairah investasi hilir migas bisa tetap terjaga.

Evaluasi berkala, sambung Deswin, juga bisa berdampak positif pada target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan Presiden Prabowo Subianto. Target itu bisa tercapai lewat peningkatan investasi dan peran badan usaha swasta, paralel dengan penguatan peran badan usaha milik negara (BUMN).

"Sejalan dengan itu, KPPU mendorong agar setiap kebijakan yang dirumuskan tetap selaras dengan berbagai indikator dalam DPKPU, agar tujuan menjaga stabilitas energi dan neraca perdagangan migas dapat dicapai tanpa mengurangi prinsip persaingan usaha yang sehat maupun pilihan produk bagi konsumen," pungkas Deswin Nur.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar