c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

11 Februari 2025

16:08 WIB

Kontrol Solar Bersubsidi, Pertamina Tunggu Revisi Perpres 191

Sementara revisi Perpres 191 belum tuntas, upaya Pertamina untuk mengontrol distribusi solar bersubsidi, lanjtnya, dilakukan dengan menggunakan quick response code (QR code)

<p>Kontrol Solar Bersubsidi, Pertamina Tunggu Revisi Perpres 191</p>
<p>Kontrol Solar Bersubsidi, Pertamina Tunggu Revisi Perpres 191</p>

Petugas SPBU melayani pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis solar saat uji coba pembelian BBM menggunakan QR code di salah satu SPBU di Kota Kupang, NTT, Selasa (28/2/2023). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha

BADUNG – Pertamina menunggu tuntasnya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 untuk mengontrol distribusi solar bersubsidi, sebagaimana yang diinginkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.

“Sebenarnya secara regulasi, kan, kami masih menunggu, ya, untuk BBM subsidi ini regulasinya revisi Perpres 191,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso di Badung, Bali, Selasa (11/2).

Perpres Nomor 191 Tahun 2014 mengatur soal penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran bahan bakar minyak. Sementara revisi Perpres 191 belum tuntas, upaya Pertamina untuk mengontrol distribusi solar bersubsidi, lanjtnya, dilakukan dengan menggunakan quick response code (QR code).

“Untuk solar, sudah 100% yang beli solar harus memiliki QR. Itu merupakan salah satu upaya kami untuk mengatur siapa saja yang boleh membeli solar,” ujar Fadjar.

Dengan QR code, Pertamina dapat memiliki data orang-orang yang mengonsumsi solar bersubsidi. Fadjar juga menyampaikan kuota solar sampai akhir 2024 tercatat relatif aman. “Penerapan QR masih bisa mengontrol kuota solar bersubsidi,” kata Fadjar.

Sebelumnya, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati menyebut penggunaan QR code cukup efektif untuk penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang tepat sasaran.

“Penggunaan QR code sendiri kalau menurut kami sebenarnya cukup efektif, di luar dari adanya penyimpangan-penyimpangan (yang terjadi),” kata Erika.

Ia mengatakan, hal tersebut terbukti dari data yang menunjukkan terjadi penurunan konsumsi BBM subsidi terutama Jenis BBM Tertentu (JBT) atau solar pada pertengahan tahun 2022 hingga 2023.

“Terbukti pada tahun 2022 ke 2023 terjadi penurunan konsumsi solar. (Penerapan) QR code dimulai pertengahan 2022, dan itu sudah terjadi penurunan konsumsi solar. Lalu dari 2023 ke 2024 itu ada kenaikan, tapi sangat sedikit pertumbuhannya jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” jelas Erika.

Namun, Erika mengakui, masih ada sejumlah penyimpangan dalam distribusi BBM bersubsidi di berbagai wilayah di Indonesia, seperti pembelian berulang dengan QR code yang berbeda-beda di sebuah mobil dan truk. Hal seperti ini, lanjut dia, menimbulkan adanya total volume koreksi dan penyaluran BBM subsidi menjadi tidak tepat sasaran.

Untuk itu, Erika mengatakan BPH Migas terus mempererat koordinasi dengan Pertamina untuk mencegah kasus-kasus serupa terjadi lagi di kemudian hari. “Kami terus koordinasi dengan Pertamina untuk menanggulanginya. Salah satu saran seperti menggunakan PIN, jadi (hak BBM itu) benar-benar hanya digunakan oleh pemilik QR code tersebut,” kata Erika.

“Jadi, kita terus mendorong penggunaan QR code sambil membenahi bagaimana agar (hal tersebut) tidak disalahgunakan,” ujar dia menambahkan.

Selain itu, Erika mengatakan pihaknya juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum, serta membuka partisipasi masyarakat melalui hotline aduan via WhatsApp resmi. Sejak dikenalkan pada 2023, Erika menyebutkan sudah menerima lebih dari 3.000 aduan masyarakat, dengan 2.487 di antaranya merupakan aduan terkait potensi penyalahgunaan BBM subsidi pada tahun lalu.

Dipakai Industri
Terkait dengan pengontrolan subsidi solar, sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, pihaknya akan mengontrol distribusi solar bersubsidi. Bahlil menilai BBM solar bersubsidi perlu ditertibkan, sebab solar subsidi dipakai oleh industri.

“Saya tahu pemainnya bakal ribut lagi, tapi gak apa-apa. Saya sebagai orang Timur, sekali layar terkembang, pantang surut untuk balik,” kata Bahlil.

PT Pertamina Patra Niaga, sebagai Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) sendiri, siap menyalurkan BBM subsidi sesuai kuota dan skema pada 2025, yang ditetapkan pemerintah.

"Besaran kuota sudah kami terima dan siap kami distribusikan untuk 2025 dan kami terus melakukan upaya mewujudkan subsidi tepat sasaran melalui sistem digital QR code sembari menunggu skema yang akan ditetapkan pemerintah," ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansaria dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Besaran kuota subsidi BBM pada 2025 sesuai SK Kepala BPH Migas No 66/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2024 untuk penyaluran BBM bersubsidi jenis Biosolar adalah 17,3 juta kiloliter dan Pertalite 31,1 juta kiloliter. Sepanjang 2024, transaksi Biosolar sudah 100% tercatat secara digital.

Sementara untuk Pertalite 93,9% transaksi telah tercatat secara digital. Rincianya, 97,03% penyaluran ke kendaraan dan 2,97% sisanya kepada usaha perikanan, usaha pertanian, UMKM, dan layanan umum seperti fasilitas kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Ini menjadi upaya bagaimana Pertamina Patra Niaga memastikan penyaluran BBM bersubsidi semakin transparan penyalurannya. Dengan adanya subsidi dan kuota yang sudah ditetapkan, melalui program subsidi tepat, Pertamina Patra Niaga berkomitmen menyediakan data penyaluran yang setransparan mungkin, ini menjadi bukti validitas data dan bentuk tanggung jawab kami terhadap penugasan yang diberikan," beber Heppy.

Pada 2024, Pertamina Patra Niaga menyalurkan Solar sebesar 16.648.912 kiloliter dari kuota 16.940.519 kiloliter. Sedangkan, Pertalite sebesar 29.700.081 kiloliter dari kuota 31.604.602 kiloliter.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar