19 Februari 2025
19:08 WIB
Kontribusi Manufaktur Terhadap PDB Harus Capai 25% Untuk PE 8% di 2029
Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB harus mencapai sekitar 25% agar pertumbuhan ekonomi bisa mencapai dan dipertahankan pada level 8%.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
Ilustrasi manufaktur. Pekerja menyelesaikan produksi air conditioner (AC) rumahan di LG Factory, Legok, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (23/5/2023). Antara Foto/Fauzan
JAKARTA - Perwakilan UN Industrial Development Organization (UNIDO) untuk Indonesia, Timor Leste, dan Filipina, Marco Kamiya mengatakan Indonesia perlu mendorong sektor manufakturnya untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2029.
Marco menyatakan berbagai penelitian dan pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB harus mencapai sekitar 25% agar pertumbuhan ekonomi dapat mencapai dan dipertahankan pada level 8%.
“Indonesia perlu mencapai pertumbuhan ekonomi 8% secara berkelanjutan, bukan hanya sesekali, jika ingin mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045,” kata Marco Kamiya dalam acara Indonesia Economic Summit, Rabu (19/2).
Baca Juga: Pemerintah Sayangkan Sektor Manufaktur RI Terus Merosot
Berdasarkan data Bank Dunia, kontribusi sektor manufaktur terhadap GDP Indonesia pada tahun 2023 mencapai sekitar 19%, lebih tinggi dari tahun 2022 yang berada di level 18%.
Namun, Marco menilai kontribusi sektor manufaktur terhadap GDP Indonesia terus menurun dari puncaknya titik pada tahun 2002 yang mencapai 32% pada saat itu.
Melihat hal ini Marco Kamiya menawarkan tiga solusi untuk mendorong sektor manufaktur. Pertama, meningkatkan kapasitas penyerapan teknologi baru baik untuk perusahaan besar maupun usaha kecil dan menengah (UKM).
Kedua, memungkinkan transformasi digital yang akan menjadi kunci untuk meningkatkan produktivitas, dan terakhir mendorong kewirausahaan.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri mengatakan untuk mendorong sektor manufaktur dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, Indonesia harus berhadapan dengan realitas berupa sektor informal yang masih menjadi sumber utama lapangan kerja, dan kurangnya tenaga kerja terampil.
Baca Juga: Benang Kusut Kurikulum Dan Penyerapan Industri Terhadap Tenaga Kerja
Dia menyebut sekitar 80 juta orang Indonesia bekerja di sektor informal, yang perlu ditingkatkan dalam hal pendapatan dan perlindungan sosial. Selain itu, sekitar 40% tenaga kerja Indonesia hanya memiliki pendidikan sekolah dasar, dan 20% lainnya hanya memiliki pendidikan sekolah menengah pertama.
“Kita tidak bisa mengharapkan mereka untuk bergabung di sektor teknologi atau melakukan hal-hal yang lebih canggih. Untuk itu pemerintah Indonesia harus melakukan lebih banyak upaya untuk merevitalisasi industri padat karya,” kata Yose Rizal.