03 Juni 2025
10:57 WIB
Kontraksi Aktivitas Manufaktur China Bisa Tekan Pelemahan Rupiah Lebih Jauh
Rupiah diprediksi kian melemah. Kontraksi manufaktur China imbas perang dagang AS-China dan diperparah sentimen kenaikan bea impor alumunium-baja 50%, dapat menekan rupiah lebih dalam.
Editor: Khairul Kahfi
Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan menggandakan tarif impor baja dan aluminium dari 25% menjadi 50% mulai Rabu (3/6) di hadapan para investor sektor baja dalam sebuah kampanye di Pittsburgh, Pennsylvania, Sabtu (31/5). Instagram/@potus
JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memprediksi, nilai tukar (kurs) rupiah melemah karena aktivitas manufaktur China yang mengalami kontraksi. Dia mensinyalir, pelemahan ini kemungkinan besar dipengaruhi perang tarif antara China dengan AS.
“Data dari China barusan dirilis yang menunjukkan aktivitas manufaktur di China secara mengejutkan turun dan terkontraksi di 48,3 (poin), di bawah perkiraan untuk ekspansi 50,6 (poin). Data ini bisa melemahkan rupiah lebih jauh,” jelasnya melansir Antara, Jakarta, Selasa (3/6).
Baca Juga: Usai China-AS Turunkan Tarif Sementara, Trump Bakal Gelar Pembicaraan Dengan Xi
Mengutip Anadolu Agency, Presiden AS Donald Trump disebut menuduh China melanggar kesepakatan dagang baru-baru ini yang berpotensi membuat perdagangan global kembali ke dalam ketidakpastian. Trump sendiri tak menyebutkan secara spesifik pelanggaran apa saja yang telah dilakukan oleh China.
Adapun China dengan tegas menolak tuduhan Trump bahwa negara itu melanggar ketentuan kesepakatan dagang pada pertengahan Mei 2025 di Jenewa, Swiss. Kementerian Perdagangan China menegaskan tuduhan Trump ini tak masuk akal, dan Beijing akan terus melindungi kepentingannya.
Baca Juga: AS Pertimbangkan Pangkas Tarif Untuk China
Ketegangan tersebut meningkatkan kekhawatiran dan perburukan hubungan dagang antara keduanya. Hal ini terutama pasca kritik berulang China terhadap kontrol AS pada ekspor artificial intelligence chip, menghentikan penjualan perangkat lunak desain chip (electronic design automation) ke China, dan mengumumkan pencabutan visa untuk pelajar China.
Karena itu, dikhawatirkan tidak ada kesepakatan perdagangan yang langgeng akan tercapai dalam waktu dekat.
Juru Bicara Kedutaan Besar China di Washington Liu Pengyu menekankan, pihaknya mendesak AS segera memperbaiki tindakan yang keliru, menghentikan pembatasan diskriminatif terhadap China, dan menegakkan konsensus yang dicapai pada pembicaraan tingkat tinggi di Jenewa.
Sebelumnya, AS dan China telah menangguhkan tarif pembalasan selama 90 hari dan saling menurunkan tarif sebesar 115%. Tarif bea masuk AS terhadap China akan diturunkan dari 145% menjadi 30%, sementara tarif China terhadap AS dipotong dari 125% menjadi 10% mulai 14 Mei.

Sentimen Bea Impor Baja dan Alumunium
Pada pagi ini, Lukman melaporkan bahwa dolar AS terpantau rebound karena investor mengantisipasi potensi perubahan sikap Trump sebelum penerapan kenaikan tarif baja dan aluminium pada Rabu (4/6). Adapun sentimen ini merupakan dinamika terbaru dalam 'episode perang tarif AS' yang masih belum menunjukkan tanda-tanda klimaks.
Baca Juga: Trump Gandakan Tarif Impor Baja Menjadi 50%
Menjelang akhir pekan lalu (30/5), Trump secara mengejutkan mengumumkan kenaikan besar tarif impor baja dan aluminium dengan menggandakan tarif dari 25% menjadi 50%, sebagai langkah melindungi industri domestik AS.
Trump berpendapat, kenaikan kebijakan fiskal tersebut dapat menutup celah yang selama ini dimanfaatkan para pesaing asing untuk mengakali tarif sebelumnya.
Di hadapan para investor sektor baja, Trump menyatakan tarif sebesar 25% masih belum mampu mengamankan industri tersebut dari para pesaing. Namun, dengan tambahan tarif menjadi 50%, Trump yakni tidak ada lagi yang melewati celah 'bisnis' pada tarif sebelumnya.
Baca Juga: Ancaman Tarif Baja Trump Bisa Bikin Rupiah Menguat? Begini Prediksinya
Di sisi lain, Lukman juga tak menutup kemungkinan penguatan dolar AS juga dipengaruhi aksi investor yang mulai ambil untung.
“(Rebound ini) sebagian juga oleh aksi profit taking, mengingat dinamika tarif yang berubah-ubah selama ini,” ujar dia.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dia memperkirakan rupiah berkisar Rp16.200-16.300 per dolar AS pada hari ini.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi (3/6) melemah sebesar 37 poin atau 0,23%, dari sebelumnya Rp16.253 menjadi Rp16.290 per dolar AS.