16 September 2025
20:15 WIB
Kombo Pinjol-Judol Ancam Target Ekonomi dari Injeksi Rp200 T
Judol dan pinjol merupakan faktor nyata penghambat pertumbuhan ekonomi dan berdampak negatif signifikan. Judol mendorong gaya hidup konsumtif, boros serta mengurangi etos kerja.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Petugas menata barang bukti berupa uang tunai dalam konferensi pers pengungkapan kasus judi online di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (2/11/2024). Antara Foto/Rivan Awal Lingga/agr
JAKARTA - Ekonom Universitas Brawijaya Noval Adib menilai, kebijakan Menteri Keuangan yang menggelontorkan dana Rp200 triliun ke perbankan tidak hanya perlu ditelaah dari segi teori dan kebijakan ekonomi, melainkan juga sosial-ekonomi masyarakat Indonesia yang belakangan erat dengan praktik pinjaman online (pinjol) serta judi online (judol).
Menurut Noval, judol dan pinjol merupakan faktor yang secara nyata menghambat pertumbuhan ekonomi dan memberikan dampak negatif signifikan.
“Judi online akan mendorong gaya hidup konsumtif, boros serta mengurangi etos kerja. Orang jadi panjang angan-angan dan malas bekerja keras. Uang dan waktu yang seharusnya dipakai untuk usaha produktif malah dihabiskan untuk berjudi,” ujar Noval dalam pernyataan tertulis, Jakarta, Selasa (16/9).
Baca Juga: BI: Judi Online Berkontribusi Pada Penurunan Simpanan Nasabah
Kondisi yang Noval gambarkan, berkaitan dengan pernyataan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa yang sebelumnya mengaku optimistis guyuran dana Rp200 triliun ke perbankan dapat meningkatkan persaingan kredit untuk disalurkan ke sektor riil dan pihak swasta, sehingga berpengaruh terhadap pembukaan lapangan kerja.
Sebelumnya, berbagai kalangan ekonom juga telah menyorot bahwa permasalahan yang terjadi justru bukan datang dari segi likuiditas, melainkan minat investasi sektor swasta yang menurun disebabkan pengusaha malas berekspansi karena ketidakpastian hukum, ekonomi biaya tinggi, dan berbagai faktor lainnya.
Noval menambahkan, salah satu faktor lain yang dimaksud adalah keraguan investor terhadap karakter masyarakat atau tenaga kerja yang terjebak dalam mental pinjol dan judol.
“Pada gilirannya fenomena buruk ini akan menurunkan iklim investasi karena kepercayaan investor akan menurun. Apa mau investor mempekerjakan masyarakat yang punya hobi judol atau pinjol?” jelas Noval.
Baca Juga: Celios: Suntikan Rp200 T ke Himbara Bisa Tak Dorong Ekonomi, Jika...
Lesunya permintaan kredit dari pihak swasta di sektor riil juga disuarakan Ekonom Mari Elka Pangestu yang menegaskan bahwa saat ini dunia usaha bukan kekurangan dana. Dirinya menyebut, ketersediaan kredit di sektor perbankan sudah memadai namun tidak diimbangi oleh penyerapan yang ideal.
Dia pun mempertanyakan injeksi likuiditas pemerintah Rp200 triliun ke perbankan dapat optimal menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, transmisi penyaluran kredit yang tidak lancar karena ketiadaan dari sisi permintaan.
"Permasalahannya bukan soal menyediakan pembiayaan, melainkan bisa tidak kita meningkatkan kesempatan yang ada untuk investasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Mari saat menjabarkan update perekonomian Indonesia dalam agenda 42nd Indonesia Update Conference oleh Australian National University, Jumat (12/9).
Mempersulit UMKM
Selain pengusaha atau korporasi swasta, UMKM menjadi sektor utama yang ditargetkan dapat menerima injeksi dana kredit Rp200 triliun yang disuntikkan pemerintah melalui perbankan.
Namun kenyataannya, BRI mencatat, UMKM menjadi salah satu sektor yang terganggu akibat maraknya judol di 2024, dengan menimbulkan persoalan kredit macet akibat pelaku UMKM yang terkena judol.
Baca Juga: Cegah Judol, OJK Blokir 25.912 Rekening Bank!
Alih-alih berputar dalam perekonomian, kredit yang dicairkan perbankan nyatanya masuk ke ranah judol. Kondisi ini pernah disampaikan oleh Menteri UMKM Maman Abdurrahman yang menyebut, uang masyarakat yang mengalir ke judi online mencapai Rp960 triliun dalam kurun waktu satu tahun.
“Ada Rp960 triliun uang yang nyasar masuk ke judi online, yang seharusnya kalau dipakai untuk belanja itu bisa menggerakkan ekonomi kita luar biasa," ujar Maman pada akhir tahun lalu (25/11/2024).
Sementara itu per April 2025, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap, data terbaru jumlah perputaran uang dari judol mencapai Rp1.200 triliun, lebih besar dari sepanjang 2024.
Kondisi ini yang kembali disorot Noval, dapat menjadi risiko dari kebijakan penyuntikan dana Rp200 triliun oleh pemerintah kepada perbankan.
Apalagi BRI, sebagai salah satu penyalur kredit UMKM terbesar di Indonesia, mendapat porsi dana injeksi paling besar mencapai Rp55 triliun.
“Mengucurkan dana Rp200 triliun untuk kredit ke masyarakat dengan karakter seperti ini tentu sangat berbahaya karena ujung-ujungnya nanti dana jumbo itu akan jatuh juga ke bandar judol atau pinjol,” tandas Noval.