c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

02 Oktober 2024

20:09 WIB

Ketidakseimbangan Supply-Demand Jadi Musabab Tingginya Biaya Logistik

Keberhasilan proyek infrastruktur dan konektivitas era Jokowi masih terhadang ketidakseimbangan supply dan demand logistik antara Pulau Jawa dan Luar Jawa, yang menyebabkan biaya logistik tinggi.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Ketidakseimbangan <em>Supply-Demand</em> Jadi Musabab Tingginya Biaya Logistik</p>
<p id="isPasted">Ketidakseimbangan <em>Supply-Demand</em> Jadi Musabab Tingginya Biaya Logistik</p>

Ekonom Senior Piter Abdullah, Group Head Transformasi Korporasi Manajemen Program PT Pelindo Mona Yudika, dan Direktur Operasi dan Digital Services PT Pos Indonesia Hariadi dalam sesi diskusi di Jakarta, Rabu (2/10). ValidNewsID/Yoseph Krishna  

JAKARTA - Ekonom Senior Piter Abdullah mengakui pemerintah era Presiden Joko Widodo cukup berhasil dalam hal pembangunan infrastruktur dan konektivitas untuk mendukung sektor logistik nasional.

Namun demikian, kedua hal itu ternyata belum cukup mampu untuk menekan biaya logistik yang hingga saat ini masih jadi tantangan. Ketidakseimbangan antara supply dan demand logistik pun ia sebut menjadi penyebabnya.

"Secara mikro, baik di PT Pos Indonesia, maupun PT Pelindo, termasuk juga logistik udara itu sedang reform yang luar biasa. Tapi yang saya sebutkan tadi pada ujungnya tujuan akhir kita menurunkan biaya logistik yang bisa memperbaiki daya saing, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan kesejahteraan. Itu yang belum terjadi," jelas Piter dalam sesi diskusi Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas bertajuk 'Smart Supply Chain: Digitalisasi Sistem Logistik Indonesia', Rabu (2/10).

Piter mengatakan saat ini terjadi ketidakseimbangan supply dan demand terjadi antara Pulau Jawa dan luar Jawa. Pengiriman barang dari Jawa saat ini memang sudah murah, tetapi ketika kembali lagi dari luar Jawa, harganya menjadi mahal karena muatan kosong.

Baca Juga: Pemerintah Bidik Biaya Logistik Nasional Turun Ke Level 8-9%

Dengan demikian, sebagus apapun sistem logistik dibangun dengan tujuan efisiensi, masih belum memenuhi tujuan awal Presiden Joko Widodo sejak awal mejabat sebagai RI 1 sejak 10 tahun silam, yakni menurunkan biaya logistik.

"Itulah yang menyebabkan logistik kita pengirimannya menjadi mahal," kata dia.

Tol laut yang terus digaungkan oleh Kepala Negara pun dinilai Piter tak terlalu bergema dan tak berdampak pada penurunan biaya logistik karena ada permasalahan ketidakseimbangan supply dan demand.

"Misalnya dari sini kita kirim ke NTT lah, ke Kupang, penuh mungkin kapalnya. Tapi dari sana ke sini itu kosong, karena di situ tidak ada (sentra ekonomi). Nah, pemikiran konsep untuk mengatasi ketidakseimbangan supply-demand ini yang belum selesai," tuturnya.

Mengutip data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan Kementerian Perhubungan, biaya logistik di Indonesia sepanjang tahun 2023 lalu masih berada di level 14,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca Juga: Konflik Laut Merah, Biaya Angkut dan Logistik Mencekik Pengusaha

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun mematok target penurunan biaya logistik menjadi 8% dari PDB Indonesia. Beberapa aspek pun disebutnya bakal menjadi fokus, mulai dari transformasi digital layanan logistik, pengurangan biaya transportasi, optimalisasi tol laut, penguatan konektivitas, serta peningkatan aksesibilitasi antarwilayah.

"Upaya ini bertujuan untuk menurunkan biaya logistik dari 14,29% menjadi 8% dari PDB," tegas Menhub beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, Piter mengungkapkan ketidakseimbangan supply dan demand dapat diatasi dengan menghapuskan satu pintu ekspor-impor Indonesia. Sebagai contoh, pintu impor barang elektronik lebih baik dibuka di daerah Bitung, Sulawesi Utara, supaya muatan kapal yang kembali ke Pulau Jawa tidak kosong.

"Agar ada permintaan untuk shipping dari Manado ke Jawa. Jadi ini, shipping domestik, jangan dari luar langsung ke Jakarta, sehingga tertumpuk di Jakarta," pungkas Piter Abdullah.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar