c

Selamat

Jumat, 29 Maret 2024

EKONOMI

07 Juni 2022

15:15 WIB

Kenaikan Harga Bahan Pangan Capai 100% Lebih

Harga beragam bahan pangan seperti cabai naik lebih dari 100%. kenaikan bervariasi juga terjadi pada komoditas telur dan daging sapi

Editor: Faisal Rachman

Kenaikan Harga Bahan Pangan Capai 100% Lebih
Kenaikan Harga Bahan Pangan Capai 100% Lebih
Pembeli memilih cabai yang dijual di Pasar Tradisional Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dok.Antara Foto/Yulius Satria Wijaya

JAKARTA – Lebaran sudah lewat lebih dari sebulan, tapi harga bahan pangan pokok di pasar tradisional masih tinggi. Sejumlah pedagang di Pasar Slipi, Jakarta Barat, misalnya, mengeluhkan harga pangan pokok karena mengalami kenaikan hingga dua kali lipat.

"Beberapa ada yang naik hingga dua kali lipat lebih, salah satunya cabai rawit merah per kilogram," kata salah seorang pedagang di Pasar Slipi, Jakarta Barat, Sri, Selasa (7/6).
 
Untuk harga cabai rawit merah yang sebelumnya Rp40 ribu per kilogram kini naik menjadi Rp100 ribu per kilogram. Sementara itu, harga cabai rawit hijau juga mengalami kenaikan dari yang sebelumnya Rp50 ribu per kilogram kini menjadi Rp70 ribu per kilogram.

Kemudian harga cabai rawit keriting yang semula berkisar Rp40 ribu per kilogram menjadi Rp70 ribu per kilogram. Lalu, harga terong juga mengalami kenaikan dari yang berkisar Rp12 ribu per kilogram kini menjadi Rp15 ribu per kilogramnya.
 
Sri menjelaskan, kenaikan ini sudah terjadi semenjak satu minggu lalu. Dia menduga kenaikan disebabkan minimnya stok di Pasar Induk sedangkan permintaan semakin meninggi.

Sulit Menjual
Karena kondisi tersebut, Sri selaku pedagang mengaku kesulitan dalam menjual bahan pangan yang dijajakan. Sri berharap pemerintah melakukan beberapa kebijakan demi menurunkan harga bahan pokok

"Kami juga susah jualnya karena tidak ada yang mau beli. Biasanya suka beli sekilo, ini lama hanya beli satu ons saja," jelasnya.
 
Senada, pedagang lain bernama Syawal juga mengeluhkan hal yang sama. Dia mengatakan beberapa harga bahan pangan naik seperti telur yang tadinya Rp28 ribu per kilogram menjadi Rp30 ribu per kilogram. Selain itu, harga tepung curah yang tadinya Rp9 ribu per kilogram menjadi Rp10 ribu per kilogram.
 
"Kalau ini harga tepung bermerek 'Gatotkaca' itu naik dari Rp10 ribu menjadi Rp11 ribu," jelasnya.
 
Walau beberapa bahan pangan naik, dia juga menyebutkan, ada bahan pangan yang sejauh ini harganya stabil seperti minyak goreng kemasan. Saat ini dia menjual minyak goreng dengan harga Rp45 ribu untuk kemasan dua liter dan Rp23 ribu untuk kemasan satu liter.

"Kalau yang curah itu Rp18 ribu per kilogram," jelas Syawal.

Ia mengaku, saat ini hanya sedikit warga yang mau membeli minyak kemasan di tempatnya. Warga lebih tertarik membeli minyak goreng curah, lantaran harganya jauh lebih murah.

"Banyak yang beli minyak curah, dalam sehari bisa habis satu jeriken," jelas dia.

Indeks Harga Konsumen
Kepala Pusat Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman mengakui, tingginya harga komoditas terlihat dari indeks harga konsumen (IHK).

"Harga komoditas memang masih di atas ya. Seperti kita lihat dari inflasi saja misalnya, inflasi pada Mei 2022 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) memang angkanya cukup besar," kata Rizal, Senin.

Menurutnya, meskipun pada Mei 2022 angka inflasi atau indeks harga konsumen masih relatif lebih kecil yakni 0,40%, dibanding April yakni 0,95%, namun hal itu menunjukkan, komoditas tertentu masih tinggi.


"Inflasinya ini menunjukkan, masih terjadi inflasi meskipun angkanya turun. Artinya dari inflasi inti, volatile food, maupun administered prices-nya itu terjadi penurunan," ujar Rizal.

Secara tahunan, inflasi IHK Mei 2022 tercatat 3,55% year on year (yoy), lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya yang sebesar 3,47% (yoy). Angka ini lanjut Rizal, menunjukkan harga barang dan jasa masih cukup tinggi (yoy).

Hal itu dapat dilihat dari kenaikan beberapa harga komoditas pangan, di antaranya telur ayam, daging sapi, dan cabai merah, serta beberapa jenis beras.

"Artinya, harga barang dan jasa masih di atas besaran angka yang ditargetkan. Di mana tahun ini inflasi ditargetkan 3%," ujar Rizal.

Persiapan Strategi
Sebelumnya, Anggota DPR RI Daniel Johan meminta pemerintah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan di Indonesia. Menurutnya, tingginya harga bahan pokok disebabkan komoditas pangan yang semakin langka. 

“Kita harus segera melakukan langkah nyata untuk menghadapi ancaman krisis pangan yang sudah menjadi kekhawatiran sejumlah negara," kata Daniel Johan baru-baru ini.

Dia mencontohkan telur ayam ras yang sebelumnya dijual seharga Rp35 ribu per rak, naik menjadi Rp48 ribu per rak. Selain itu, kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) membuat stok daging hewan ternak menurun di pasaran, sehingga harganya melambung tinggi.

Di Pasar Slipi, harga daging sendiri masih dibanderol Rp150 ribu per kilogram (kg). Hal ini terjadi karena harga daging ke pedagang dari rumah potong hewan (RPH) masih relatif tinggi pasca lebaran.
 
"Dari kemarin sampai sekarang masih di angka Rp150 ribu per kilogram. Belum kembali ke harga sebelum Lebaran karena dari RPH memang masih tinggi," kata salah seorang pedagang daging sapi di Pasar, Slipi, Ade, Selasa.
 
Ade mengatakan, semula harga daging sempat menyentuh angka Rp170 ribu per kilogram, beberapa hari sebelum Lebaran. Setelah Lebaran, harga mulai turun, namun tidak terlalu jauh hingga akhirnya terhenti di angka Rp150 ribu per kilogram. Padahal, lanjut Ade, harga normalnya hanya mencapai Rp120 ribu per kilogram.

"Kalau harga tetap di Rp150 ribu, kita juga susah jualnya. Sedangkan stok daging yang belum terjual masih banyak," kata dia.

Oleh karena itu, dirinya berencana akan menjual dengan harga murah demi menghabiskan stok daging yang ada. "Ya bakal jual murah pada akhirnya. Biar modal balik aja, sudah tidak cari untung lagi," jelasnya.


Masalah Global
Daniel menegaskan, peringatan ancaman krisis pangan juga telah dikeluarkan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dan PBB. Hal ini tak terlepas dari adanya berbagai permasalahan global berpartisipasi terhadap ancaman krisis pangan.
 
"Perlu ada peningkatan produksi pangan melalui program-program yang efektif dan cepat memberikan hasil, agar Indonesia siap menghadapi krisis pangan," katanya pula.
 
Daniel khawatir krisis bahan pangan global akan sangat memukul industri pangan Indonesia termasuk tempe, karena Indonesia masih mengandalkan impor kedelai. Menurutnya, jika harganya terus meningkat, harga-harga industri turunannya juga pasti akan terdampak.
 
Dia mendorong pemerintah menyiapkan langkah-langkah strategis agar imbas dari kenaikan harga pangan di tingkat global, tidak terlalu menekan kondisi di Tanah Air. Menurut dia, DPR RI melalui fungsi anggaran juga mendukung upaya mitigasi risiko global melalui penambahan alokasi subsidi pada tahun 2022.

Rizal Taufikurahman menambahkan, stabilisasi harga perlu dijaga melalui penguatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah agar inflasi berada pada tingkat sasaran makro ekonomi 2022 di angka 3%.  

Menurut Rizal, terdapat beberapa skenario yang dapat dilakukan. Misalnya pemerintah perlu mengidentifikasi penyebab turunnya inflasi inti di samping terjadinya naiknya inflasi kebutuhan pangan.

"Untuk itu, permintaan masyarakat perlu dijaga dengan harga yang tidak volatile," tukas Rizal.

Hal tersebut, lanjut Rizal, juga perlu dukungan dari Bank Indonesia untuk menjaga target inflasi tahun ini tercapai dengan mengarahkan pada konsistensi kebijakan BI. 

Sementara itu, seiring dengan menjaga permintaan tersebut, masyarakat juga diarahkan untuk memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri.

Dalam hal ini, Rizal menyampaikan bahwa produk dalam negeri perlu berdaya saing dari segi harga, kualitas, maupun kuantitasnya. "Jadi, untuk penggunaan produk dalam negeri, perlu diperhatikan juga bahwa produk dalam negeri harus mampu bersaing dengan produk impor, terutama dari sisi harga dan kualitas," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER