c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

23 Oktober 2025

18:06 WIB

Kementan Janji Replanting Lahan Kakao RI 248 Ribu Ha Pakai APBN-BPDP

Kementan mengungkapkan akan ada 248 ribu ha lahan perkebunan kakao yang akan direvitalisasi atau peremajaan sampai 2027, dengan menggunakan anggaran APBN dan BPDP. 

Penulis: Erlinda Puspita

<p>Kementan Janji <em>Replanting</em> Lahan Kakao RI 248 Ribu Ha Pakai APBN-BPDP</p>
<p>Kementan Janji <em>Replanting</em> Lahan Kakao RI 248 Ribu Ha Pakai APBN-BPDP</p>
Ketua Kelompok Tanaman Kementan Yakub Ginting saat ditemui usai acara Peringatan Hari Kakao Indonesia 2025 "Penguatan Sektor Hulu untuk Memperkokoh Hilirisasi Kakao Indonesia", di Jakarta, Kamis (23/10). Erlinda PW 

JAKARTA - Ketua Kelompok Tanaman Kementan Yakub Ginting mengungkapkan, pemerintah akan melakukan peremajaan (replanting) perkebunan kakao Indonesia melalui pendanaan dari APBN dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) hingga 2027. Langkah ini untuk meningkatkan produktivitas tanaman kakao.

Data Kementan mencatat, total area kakao se-Indonesia saat ini mencapai 1,3 juta ha. Terdiri dari, 890 ribu ha lahan tanaman menghasilkan, 290 ribu ha luas lahan tanaman rusak atau tak menghasilkan, dan tanaman kakao belum menghasilkan mencapai 212 ribu ha. Sedangkan total petani yang terlibat di sektor kakao mencapai 1,5 juta orang.

Selanjutnya, luas lahan kakao RI terus menurun rata-rata 2,86% per tahun selama 2019-2023. RI sempat punya lahan kakao seluas 1,56 juta ha di 2019, namun hanya tersisa menjadi hanya 1,3 juta ha.

Penyusutan lahan juga berdampak pada produksi yang ikut menyusut 3,79% per tahun dalam periode yang sama. Sebagai perbandingan, kakao lokal sempat menyentuh 734 ribu ton di 2019, namun anjlok jadi 632 ribu ton di 2023. Tak heran, produktivitas kakao juga menurun sebesar 0,53% tiap tahun, dari 721 kg/ha menjadi 710 kg/ha dalam periode yang sama.

"(Semua penurunan itu) akibat persaingan komoditas, karena kita tau kakao tidak terlalu menarik sehingga petani banyak beralih ke komoditas lain seperti sawit atau tanaman pangan yang lebih menghasilkan," aku Yakub dalam Peringatan Hari Kakao Indonesia 2025 'Penguatan Sektor Hulu untuk Memperkokoh Hilirisasi Kakao Indonesia', Jakarta, Kamis (23/10).

Baca Juga: ACBI: RI Perlu Perbaikan Tanah Untuk Dongkrak Ekspor Kakao!

Dari kondisi tersebut, pemerintah menuturkan perlunya replanting kakao yang targetnya mencakup 248.500 ha hingga 2027 secara bertahap. Meliputi replanting lahan kakao 4.266 ha di 2025, lalu 175.500 ha di 2026, dan 68.734 ha di 2027. Target peremajaan tanaman kakao ini masuk dalam program hilirisasi komoditas pertanian.

"Jadi kalau kita bandingkan dengan tadi jumlah tanaman rusak kita itu 290 ribuan hektare melalui program hilirisasi ini sebenarnya sudah hampir terpenuhi 240 ribuan hektare, yaitu 248.500 hektare melalui program hilirisasi," ujar dia.

Replanting Kakao Pakai APBN-BPBD
Yakub juga berjanji, upaya peremajaan lahan kakao akan menggunaan pendanaan APBN dan BPDP. Per 2025, APBN sudah mulai dipakai untuk replanting lahan kakao seluas 4.266 ha, meski belum terhitung realisasi anggaran yang terpakai.

Sedangkan untuk anggaran BPDP baru bisa digunakan setelah regulasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) terbit. Rancangan aturan ini sekarang menurut Yakub sudah berada di Kementerian Hukum dan HAM, yang dalam waktu dekat segera terbit, baru akan ditindaklanjuti dengan Perdirjen.

"Tahun 2027 itu target kami semua clear (replanting kakao) 248.000 ha, karena sudah dilakukan mulai tahun ini... dari APBN, ditambah lagi nanti dari BPDP," jelasnya.

Baca Juga: Bakal Urus Kakao, Kelapa, Dan Karet, Pemerintah Bakal Ubah BPDPKS Jadi BPDP

Adapun kebutuhan anggaran replanting setiap hektare lahan kakao mulai dari biaya bibit, pemupukan awal, hingga perawatan mencapai sekitar Rp30 juta. Pembiayaan yang berasal dari APBN ini nantinya akan difokuskan untuk pengadaan bibit dan biaya tanam sebagai stimulan bagi petani.

Yakub menegaskan, pembiayaan dari APBN akan diprioritaskan untuk alokasi anggaran peremajaan terlebih dahulu, karena program ini sudah berjalan. Karenanya, petani kakao yang sudah menerima bantuan replanting lahan via APBN tidak diperbolehkan lagi menerima pendanaan dari BPDP.

“Jadi nanti kalau yang sudah dapet APBN tidak bisa mendapat BPDP. Enggak boleh dua dong, sumber pembiayaan dua. Tapi ini kan biar makin luas, makin banyak (penerima),” jelasnya.

Produksi Kakao Utama RI
Yakub membeberkan, sekitar 60% produksi kakao nasional saat ini berasal dari empat provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Sisanya ditopang dari Aceh, Lampung, NTT, dan Jawa Timur. 

Baca Juga: Ikhtiar Mengembalikan Kejayaan Kakao Nusantara

Imbas penurunan produksi dan produktivias, Yakub menyebut volume impor kakao cenderung meningkat tiap tahun, yaitu 304.350 ton (2021), 313.493 ton (2022), dan 340.451 ton (2023). Sebaliknya, ekspor cenderung terus menurun tiap tahun, yaitu 387.712 ton (2021), 385.421 ton (2022), dan 339.589 ton (2023).

"Jadi total tahun 2023 Kami punya data bahwa impor kita itu sedikit lebih banyak dari ekspor kita jadi ini yang menjadi fokus Kita seharusnya kita meningkatkan produksi," imbuhnya. 

Selain itu Yakub menyampaikan saat ini petani kakao juga mendapat alokasi pupuk subsidi. Namun realisasinya masih minim.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar