23 Mei 2023
19:50 WIB
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana, melakukan upaya untuk menghentikan rencana Eropa yang ingin melakukan penghentian atau menyetop dan mengurangi pabrik plastik virgin atau yang berbahan baku migas.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan, upaya itu dilakukan untuk bisa menjaga industri plastik yang berkontribusi besar dalam industri kimia di Indonesia.
“Minggu depan kami ditugaskan Pak Menteri (Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita) mengawal virgin plastic ke Prancis. Bagaimana dunia ini akan setop dan mengurangi pabrik-pabrik plastik yang origin, berbasis migas. Sementara dunia ini tidak mungkin tidak menggunakan plastik. Ini yang kita perjuangkan,” tuturnya.
Dia menyampaikan hal ini di sela-sela Focus Group Discussion (FGD) tentang Optimalisasi Jasa Engineering, Procurement & Construction Nasional Dalam Mendukung Perkembangan Industri, di Jakarta, Selasa (23/5).
Warsito menjelaskan, latar belakang upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia itu yakni setelah konferensi kedua terkait sampah plastik.
Meski isu tersebut mengarah terkait sampah plastik, namun ada usulan untuk mengurangi distribusi dan produksi plastik original atau virgin atau yang berbahan baku migas.
“Artinya kita bukan bicara recycling plastik, atau daur ulang plastik tapi bicara yang di hulunya. Nah, kita kan sangat khawatir kalau itu dijadikan mandatori dan kita harus hitung sama-sama, bahwa kita juga tidak mungkin akan mengurangi atau bahkan menstop produksi plastik yang berbasis migas,” tuturnya.
Belum lagi, saat ini ada sejumlah proyek petrokimia raksasa yang tengah dibangun dan digadang-gadang, dapat memenuhi kebutuhan plastik polietilen seperti proyek Chandra Asri Petrochemical dan Lotte Chemical.
Di sisi lain, Warsito menegaskan pemerintah tetap mendukung upaya untuk menjaga lingkungan. Namun, dia juga menekankan perlunya pertimbangan untuk bisa tetap menjaga pembangunan industri demi perekonomian.
Dia juga mengakui sektor petrokimia masih memungkinkan untuk bisa mengurangi karbon dengan proses dan teknologi yang tepat guna. Misalnya saja, di industri plastik, ada alternatif bahan baku berupa biorefinery yang telah dikembangkan oleh Korea Selatan.
“Kami susah siapkan posisi Indonesia dan harapannya kita bisa memberikan keseimbangan antara aspek ekonomi, lingkungan dan sosial di sana,” imbuhnya.
Sesi kedua Intergovernmental Negotiating Commitee akan mengembangkan instrumen mengikat terkait sampah plastic. Termasuk lingkungan laut, pada 29 Mei-2 Juni 2023 di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis.
Kapasitas Industri
Kemenperin sendiri mencatat, kapasitas industri barang jadi plastik nasional saat ini mencapai 7,679 juta ton dengan total konsumsi barang jadi plastik sebesar 8,227 juta ton. Dari total konsumsi barang jadi plastik tersebut, sebanyak 7,12 juta ton dipenuhi dari dalam negeri.
Pada 2021, kebutuhan bahan baku industri tersebut secara nasional mencapai 7,76 juta ton. Dari jumlah itu, 3,194 juta ton diantaranya merupakan bahan baku plastik produksi lokal yang dipenuhi oleh industri petrokimia dalam negeri.
Selain itu, kebutuhan baku plastik juga dipenuhi oleh plastik daur ulang dari dalam negeri.
“Angka impor produk untuk memenuhi kebutuhan barang jadi plastik maupun bahan baku untuk industri plastik mengindikasikan masih diperlukannya upaya peningkatan kapasitas produksi dan investasi baru di sektor ini untuk substitusi produk impor,” papar Warsito beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, pemerintah mengambil peran untuk memfasilitasi iklim investasi industri yang lebih berdaya saing. Kemenperin sendiri telah melakukan beberapa upaya strategis antara lain memberikan insentif harga gas bumi US$6 per Million British Thermal Unit (MMBTU).
Termasuk melakukan upaya pengendalian impor Bea Masuk Anti Dumping Biaxially Oriente Polyethylene Terephtalate (BMAD BOPET) dan pengamanan pasar dalam negeri.
Selain itu, Kemenperin juga gencar mengoptimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan pasar ekspor. Lalu, mengadakan Program Peningkatan Produksi Dalam Negeri (P3DN), pemberian insentif fiskal seperti Tax Allowance, Tax Holiday, Super Deduction Tax untuk R&D dan vokasi, serta penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Awal tahun ini, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita sendiri memberikan apresiasi kepada Mayora Group atas keberhasilan pembangunan pabrik daur ulang PET, dengan kualitas yang memenuhi standar keamanan pangan (food grade). Trlebih lagi total investasinya mencapai Rp183 miliar.
“Pabrik ini wujud nyata sebagai milestone yang akan membantu kita semua untuk mengurangi sampah yang ada di masyarakat, khususnya sampah plastik,” terangnya.
Agus juga menyampaikan, keberadaan pabrik tersebut membuktikan, PET yang selama ini distigmakan menjadi ‘monster’ atau barang yang berbahaya, saat ini justru menjadi sesuatu yang mempunyai nilai tambah. Ini karena PET menjadi bahan baku dari bagian ekosistem ekonomi sirkular yang sama-sama sedang dikembangkan.
Menperin optimis, adanya pabrik daur ulang plastik PT BIPJ dengan kapasitas produksi Recycled PET Plastic (RPET) sebesar 22.000 ton per tahun ini, dapat memperkuat ekosistem daur ulang dan ekonomi sirkular. Juga dapat meningkatkan tingkat pengumpulan sampah plastik di Indonesia.
“Saya berpesan kepada Mayora Group dan PT BIPJ agar dapat menjaga lingkungan sekitar dengan baik, selaras dengan komitmen pemerintah dalam upaya menciptakan industri hijau,” tegas Agus.