28 Oktober 2025
20:11 WIB
Kemenperin Gandeng ITB Kembangkan Industrialisasi Silika Dan Grafit
Ditjen IKFT dan ITB akan melaksanakan dua kajian teknologi spesifik mengenai industrialisasi silika dan grafis.
Penulis: Ahmad Farhan Faris
Editor: Fin Harini
Ilustrasi Pasir Kuarsa atau Pasir Silika. Shutterstock/xpixel
JAKARTA – Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) akan melaksanakan dua kajian teknologi spesifik mengenai industrialisasi silika dan grafis. Kajian ini sebagai tindak lanjut program prioritas industrialisasi bahan galian non logam tersebut.
“Kami berharap melalui kerja sama ini mampu menyusun kajian teknologi dan mendukung program prioritas nasional industrialisasi bahan galian nonlogam seperti silika dan grafit,” kata Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa (28/10).
Untuk diketahui, Direktorat Jenderal IKFT telah meluncurkan dua program prioritas nasional industrialisasi bahan galian non logam sejak tahun 2024. Program tersebut meliputi Industrialisasi Silika menjadi Wafer Silikon dalam rangka Mendukung Kemandirian Industri Photovoltaic (PV) Module dan Semikonduktor Dalam Negeri, serta Industrialisasi Grafit untuk Mendukung Ekosistem Industri Electric Vehicle (EV) Nasional.
Baca Juga: Dirjen EBTKE Siapkan Aturan Pemanfaatan Mineral Ikutan Panas Bumi
Pada tahun 2025, Direktorat Jenderal IKFT bersama dengan ITB akan melaksanakan dua kajian teknologi spesifik sebagai langkah nyata dari tindak lanjut program prioritas tersebut. Pertama, penyusunan Kajian Teknologi Pengolahan dan/atau Pemurnian Silika menjadi Metallurgical-Grade Silicon Berbasis Sumber Daya Mineral Nasional.
Kedua, Kajian Teknologi Pemurnian Grafit Alam dan Pengolahan Grafit Sintetis beserta Analisis Keekonomian untuk Implementasi Industri di Indonesia.
Agus menyambut baik komitmen penandatanganan kesepakatan kerja sama (KKS) yang dijalin antara Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian dengan ITB.
Penandatanganan kerja sama dilakukan oleh Direktur Jenderal IKFT Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier, bersama dengan Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi ITB, Prof Lavi Rizki Zuhal, serta disaksikan Rektor ITB, Prof Tatacipta Dirgantara.
Menurut dia, langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam memacu industrialisasi dan meningkatkan daya saing pada sektor industri prioritas nasional sebagaimana target pemerintah.
Kesiapan Teknologi
Direktur Jenderal Direktorat Jenderal IKFT Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier mengatakan industrialisasi bukan hanya soal pengolahan produk semata, tetapi menyangkut kesiapan teknologi, ketersediaan data, dan basis ilmiah yang kuat untuk pengambilan kebijakan.
“Oleh karena itu, kerja sama ini memiliki arti penting, karena kajian yang dihasilkan nantinya tidak hanya menjadi referensi penyusunan kebijakan, tetapi memastikan pengembangan dan pemanfaatan teknologi di sektor pengolahan mineral dapat sesuai dengan kebutuhan industri dan masyarakat,” jelas Taufiek.
Lebih lanjut, penyusunan kajian ini dinilai penting karena Indonesia memiliki potensi besar pada komoditas silika dan grafit yang berperan strategis bagi industri masa depan.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian ESDM pada tahun 2025, ketersediaan (resources) sumber daya mineral silika di Indonesia baik dalam bentuk pasir silika/kuarsa, batu kuarsa, dan kuarsit mencapai 27 miliar ton dan cadangan (reserve) mencapai 7 miliar ton.
Sementara itu, ketersediaan grafit di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 31 juta ton (tereka dan terunjuk). Selain dari sumber mineral berupa grafit alam, grafit juga dapat diproduksi dari sumber daya potensial lainnya seperti kokas minyak bumi dan batu bara.
Baca Juga: Hemat! PTBA Ungkap Proyek Grafit Sintetis Dari Riset Ke Pilot Hanya Rp287 M
“Silika ini banyak digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilir seperti ban, kaca, semen, dan semikonduktor, sedangkan grafit merupakan komoditas strategis bagi industri pelumas, elektronik, komposit, dan otomotif, dan dapat pula dibuat dari bahan berbasis karbon lainnya,” jelas Taufiek.
Taufiek berharap kolaborasi dengan ITB ini mampu membuka ruang partisipasi aktif dari para akademisi dan peneliti untuk berkontribusi langsung dalam pembangunan nasional.
“Kami percaya bahwa hasil kajian yang dihasilkan dari kerja sama ini akan menjadi landasan penting dalam perumusan kebijakan yang tepat sasaran dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor ITB Prof Tatacipta Dirgantara mengatakan kesepakatan kerja sama ini menjadi wujud kehadiran Kampus ITB dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Saat ini, kata dia, ITB memiliki misi utama untuk menjadi universitas kelas dunia bereputasi global sekaligus tetap relevan bagi bangsa.
“Hal ini yang mendorong kami untuk jeli mencari potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah,” imbuhnya.