29 November 2022
11:26 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Kementerian Perindustrian menyebutkan pemerintah telah menjamin ketersediaan bahan baku dari sisi suplai (supply side), melalui peningkatan daya saing dan produktivitas industri. Hal ini untuk mendukung kinerja ekspor industri makanan dan minuman (mamin).
“Di samping itu, untuk sisi permintaan (demand side), kami mendukung perluasan akses pasar dan pengurangan hambatan,” ujar Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dalam keterangannya di Jakarta, Senin (28/11).
Kemenperin mencatat, selama Januari-September 2022, ekspor industri mamin mencapai US$35,99 miliar, meningkat pesat dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar US$12,76 miliar.
Selain itu, investasi pada industri mamin pada kuartal II/2022 mencapai Rp41,37 triliun, dan mampu menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 5,5 juta orang.
Dia melanjutkan, salah satu upaya ekspor yang dilakukan adalah meningkatkan pengapalan bumbu masakan dan rempah melalui program ‘Spice Up the World’. Begitu juga pengembangan restoran Indonesia di luar negeri.
Adapun target program di atas hingga 2024 yaitu peningkatan nilai ekspor bumbu dan rempah menjadi US$2 miliar serta hadirnya 4.000 restoran Indonesia di luar negeri. Melalui program tersebut, diharapkan industri cooking aid dapat memanfaatkan rantai produksi global.
“(Pemanfaatan) dengan terus meningkatkan inovasi produk, packaging dan branding, sehingga produk makanan dan minuman yang diproduksi di Tanah Air dapat diterima oleh pasar dunia,” jabarnya.
Industri cooking aid (bumbu masak) seperti kecap, sambal, saus tomat dan bumbu masakan merupakan salah satu jenis industri yang memiliki neraca perdagangan positif. Pada sembilan bulan pertama di 2022, ekspor cooking aid Indonesia telah mencapai US$175,8 juta, sementara impor produk sejenis senilai US$90,5 juta.
Produk unggulan ekspor cooking aid Indonesia didominasi oleh bumbu masak dan kecap, sedangkan untuk produk saus dan olahannya masih cukup besar nilai impornya. Saat ini, Indonesia masih berada di posisi ke-15 untuk negara eksportir cooking aid di dunia.
“Dengan kekayaan bahan baku rempah dan keragaman bumbu masak Indonesia, ini tentu menjadi potensi untuk terus ditingkatkan ekspornya,” jelas Putu.
Pada waktu yang sama, salah satu perusahaan industri cooking aid minuman kemasan PT Heinz ABC Indonesia melakukan peresmian ekspansi pabriknya di Karawang, Jawa Barat.
Perusahaan dengan merek dagang ABC tersebut menambah investasinya sebesar Rp1,2 triliun untuk line produksi di Karawang Plant.
Dengan penambahan investasi tersebut, total investasi PT Heinz ABC Indonesia di Karawang Plant menjadi Rp2 triliun. Sekjen Kemenperin Dody Widodo menyebut, penambahan investasi ini sangat penting dan merupakan kabar baik, dalam upaya menggerakkan kembali ekonomi nasional.
“Melalui penyediaan lapangan kerja dan memberikan kesempatan serta manfaat bagi usaha kecil, koperasi, juga usaha pendukung lainnya agar dapat berkembang bersama,” kata Dody pada seremoni perluasan pabrik PT Heinz ABC Indonesia tersebut.
Sekjen Kemenperin menambahkan, pihaknya juga mengapresiasi upaya PT Heinz ABC Indonesia untuk menggunakan bahan baku berasal dari dalam negeri, bekerja sama dengan para petani di daerah.
Penambahan investasi yang dilakukan oleh perusahaan diharapkan, mampu turut berkontribusi positif pada peningkatan neraca perdagangan sektor industri makanan dan minuman.
Dody menambahkan, pemerintah juga terus mendorong peningkatan inovasi produk cooking aid yang turut memopulerkan citarasa khas Indonesia ke luar negeri.
“Kita bisa lihat, PT Heinz ABC Indonesia selain memproduksi sambal internasional, ada sambal citarasa Indonesia seperti sambal ulek yang khusus menggunakan teknologi ulek,” ujar Dody.
Apresiasi Investasi Teknologi Baru
Pada kesempatan tersebut, Sekjen Kemenperin juga mengapresiasi peningkatan infrastruktur dan teknologi pabrik yang menggunakan teknologi bersih.
Dengan menerapkan komitmen triple zero yang berarti pabrik ini mengimplementasikan prinsip-prinsip utama praktik manufaktur yang berkelanjutan.
Seperti zero waste to landfill atau mengoptimalkan proses daur ulang sampah, water stewardship (penatagunaan air), dan zero emissions (pengurangan emisi).
“Kami memberikan apresiasi kepada PT Heinz ABC Indonesia yang telah memperluas dan meningkatkan infrastruktur serta menggunakan teknologi bersih yang menjanjikan,” jelasnya.
Head of Operation Kraft Heinz Indonesia & Papua Nugini, Prasetyo Kismono menjelaskan, upaya perusahaan dalam menerapkan komitmen triple zero telah mampu mengurangi emisi hingga 60%. Lewat penggantian penggunaan batu bara menjadi sekam padi untuk boiler.
Perusahaan juga telah memasang solar panel yang mampu memproduksi kebutuhan listrik hingga 100% pada siang hari, dengan kapasitas mencapai 3,2 megawatt.
Selanjutnya, sebagai bagian dari Water Stewardship, pabrik PT Heinz ABC Indonesia di Karawang juga telah dilengkapi dengan Instalasi Pengelolaan Air Limbah otomatis yang baru (new fully automated Wastewater Treatment Plant), yang memungkinkan untuk mendaur ulang air pascaproduksi hingga 70%.
Hasil pengolahan limbah itu, dapat digunakan ulang melalui teknologi Reverse Osmosis, serta menghasilkan 250 kilowatt listrik dari gas metana yang timbul di Wastewater Treatment Plant. Terkait komitmen Zero Waste to Landfill 2025, saat ini perusahaan telah mendaur ulang lebih dari 92% sampah padat yang dihasilkan di pabrik Karawang.
“(Semua ini) didorong oleh nilai perusahaan untuk melakukan hal yang benar atau Do the Right Thing, kami terus berkomitmen untuk mengembangkan seluruh operasi secara berkelanjutan,” pungkas Prasetyo.