c

Selamat

Selasa, 23 April 2024

EKONOMI

15 Oktober 2021

11:21 WIB

Kemenperin Dorong Konsumsi Olahan Ikan Cegah Stunting

Masih ada potensi industri pengolahan ikan yang dapat dimaksimalkan di Indonesia

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Kemenperin Dorong Konsumsi Olahan Ikan Cegah Stunting
Kemenperin Dorong Konsumsi Olahan Ikan Cegah Stunting
Produk ikan olahan UMK M dipamerkan secara digital saat peluncuran Gernas BBI Ragam Aceh Ikan vs Kopi di Banda Aceh, Aceh, Rabu (8/9/2021). ANTARAFOTO/Irwansyah Putra

JAKARTA – Pemerintah jalankan beragam program cegah stunting dengan mendorong sumber makanan sehat, beragam, serta kaya gizi mikro. Lewat Kemenperin, pencegahannya dilakukan dengan meningkatkan konsumsi produk hasil pengolahan ikan.

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah dari standar usianya karena kondisi kurang gizi. 

Plt Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menjelaskan, sebagaimana diketahui, ikan merupakan salah satu sumber pangan lokal yang dapat dikembangkan karena sehat dan kaya kandungan gizi mikro. Sekaligus mudah dijumpai di sekitar masyarakat. 

“Solusi yang paling dekat adalah mengupayakan konsumsi ikan, karena Indonesia mempunyai potensi perikanan yang sedemikian besar,” terangnya dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (14/10).

Pemerintah mengincar rataan konsumsi ikan di dalam negeri agar dapat terus ditingkatkan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi produksi ikan yang sangat banyak.

Sejauh ini, konsumsi ikan nasional terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia. Konsumsi ikan nasional naik dari 47,34 kg/kapita/tahun (2017); menjadi 54,50 kg/kapita/tahun (2019). Target pada 2021, konsumsi ikan nasional bisa naik mencapai sebesar 60 kg/kapita/tahun.

Kendati, tambahnya, industri pangan olahan masih memiliki potensi besar untuk terus berkembang. Dari data konsumsi pangan olahan, baru 30% sumber daya yang berhasil Indonesia olah.

"Masih ada potensi 70% yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja baru,” imbuhnya. 

Oleh karena itu, Kemenperin mendorong pengembangan industri pengolahan ikan agar lebih produktif dan inovatif. Hal ini juga akan strategis membantu meningkatkan kesejahteraan dan pemenuhan gizi masyarakat. 

“Jika kita mampu merevitalisasi dan mengembangkan industri makanan dan minuman, termasuk industri pengolahan pangan,” paparnya

Apalagi, unit usaha sektor industri makanan minuman didominasi oleh skala usaha kecil dan mikro (UKM). Sebanyak 99,54% dari total unit usaha sektor industri mamin merupakan unit skala usaha kecil dan mikro. 

"Sisanya merupakan skala menengah-besar,” ungkap Putu.

Putu juga melaporkan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami beban ganda gizi. 

Sementara ikan mengandung beragam gizi mulai dari protein, lemak, minyak ikan, vitamin A, D, B6, B12, mineral, yodium, dan zat besi. Jadi dapat mengatasi masalah kekurangan zat gizi mikro pada masyarakat. 

“Beban ganda gizi tersebut adalah kekurangan zat gizi mikro yang menyebabkan stunting yang kemudian menimbulkan kerugian ekonomi negara sebesar 2-3% dari PDB/tahun,” jelasnya.

Pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun 14% pada 2024. Adapun prevalensi stunting di Indonesia pada 2014 berada pada level 37% dan berhasil ditekan hingga mencapai 27,6% pada 2019.

Juli melanjutkan, penanggulangan masalah stunting melalui program suplementasi dan perubahan perilaku konsumsi masyarakat terus dilakukan. Lewat konsumsi sumber makanan beragam dan kaya gizi termasuk zat gizi mikro, serta fortifikasi pangan. 

Ragamisasi Produk Olahan
Head of Legal & Corporate Affairs Indonesia & PNG PT Heinz ABC Indonesia Lusia Mira Buanawati pada kesempatan yang sama menjelaskan, untuk meningkatkan konsumsi ikan, unit usaha dapat mengolah ikan menjadi beragam produk seperti nugget, bakso, dan olahan masakan lainnya yang menarik untuk dikonsumsi. 

Lusia pun melanjutkan, produk ikan mengandung protein, vitamin, mineral, dan asam lemak tak jenuh (Omega 3, 6, dan 9). Sehingga dapat mengatasi masalah kekurangan zat gizi mikro pada masyarakat.

“Ikan juga dapat meningkatkan kecerdasan otak (IQ) karena banyak mengandung Omega 3. Produk ikan kaleng seperti sarden juga menjadi salah satu opsi meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat,” tutur Lusia.

Pakar dan ahli gizi Aulia Aprilia menjelaskan, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi yang terjadi terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). 

Hal ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya. Lebih jauh, kondisi ini akan mengancam kualitas SDM Indonesia ke depan. 

“Rendahnya asupan zat gizi mikro terutama pada ibu hamil dan anak balita diketahui dapat memengaruhi pertumbuhan janin, perkembangan kognitif pada anak dan daya tahan terhadap infeksi,” jelas Aulia.

Selain itu, menurutnya, anak yang lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan stunting berpotensi tiga kali lebih besar menderita penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya, serta mempunyai harapan hidup yang lebih pendek.

“Kandungan gizi ikan lokal jauh lebih banyak daripada ikan impor. Misalnya pada ikan kembung terdapat kandungan Omega 3 sebanyak 2,6 gram dan selenium yang dapat membantu mencegah komplikasi pada ibu hamil serta menurunkan risiko BBLR dan stunting,” paparnya.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar