25 Februari 2025
20:41 WIB
Kemenperin Bidik Lima Negara Jadi Pasar Ekspor Fesyen Muslim RI
Indonesia bisa jajaki negara dengan konsumsi fesyen muslim terbesar seperti Iran, Turki, Arab Saudi, Pakistan dan Mesir sebagai negara tujuan ekspor yang potensial
Peragaan busana pada acara Muslim Fashion Festival (Muffest) 2025 di Jakarta, Kamis (20/2/2025). ANTARA/ Kemenperin
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, tengah menjajaki lima negara mayoritas berpenduduk beragama islam yakni Iran, Turki, Arab Saudi, Pakistan dan Mesir, sebagai negara tujuan ekspor industri fesyen muslim Indonesia yang potensial.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita di Jakarta, Selasa (25/2) menuturkan, dengan adanya peluang pasar dan perkembangan industri fesyen muslim saat ini, produsen fesyen muslim Indonesia, harus optimistis untuk memaksimalkan penguasaan pasar domestik maupun meningkatkan daya saing di pasar global.
“Kita bisa jajaki negara dengan konsumsi fesyen muslim terbesar seperti Iran, Turki, Arab Saudi, Pakistan dan Mesir sebagai negara tujuan ekspor yang potensial,” ucapnya.
Ia mengatakan, peluang perkembangan sektor industri pakaian muslim diperkirakan tumbuh pesat beberapa tahun ke depan. Hal ini sejalan dengan berkembangnya pasar ekonomi Islam di dunia.
Merujuk laporan State of Global Islamic Economy 2023-2024 yang dirilis oleh Lembaga DinarStandard, pengeluaran konsumen muslim terhadap enam sektor komoditas dapat menembus US$3,1 triliun pada tahun 2027. Nilai belanja tersebut tumbuh 4,8% dalam kurun waktu lima tahun, jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang tercatat sebesar US$2,29 triliun.
"Adapun enam komoditas sektor ekonomi Islam yang diperkirakan tumbuh pesat tersebut, yaitu makanan, fesyen, media dan rekreasi, travel, farmasi, serta kosmetik,” kata Reni.
Menurut Reni, sektor fesyen muslim menempati posisi kedua tertinggi dengan prediksi konsumsi pada tahun 2027 mencapai US$428 miliar. Adapun proyeksi konsumsi barang/jasa halal di Indonesia pada tahun 2025, diperkirakan mencapai US$330,5 miliar. Sementara untuk produk pakaian jadi menduduki posisi tertinggi kedua yang dikonsumsi di pasar syariah Indonesia.
Oleh karena itu, guna memperkuat kemampuan industri fesyen muslim dalam negeri, Reni mengajak seluruh pelaku usaha sektor tersebut untuk mengembangkan produk yang dihasilkan. Termasuk mendorong agar dapat menjalin kerja sama dengan industri pakaian jadi domestik.
“Mengingat tenaga kerja industri pakaian jadi mencapai 2,7 juta pekerja dengan jumlah 569 ribu industri, yang menurut data Profil Industri Mikro dan Kecil 2022 dan Statistik Industri Manufaktur Indonesia tahun 2022, hal ini akan mendukung industri modest fesyen lokal menjadi tuan di rumah sendiri,” ucap Reni.
Pasar Malaysia
Sejauh ini, produk fesyen lokal semakin mendapat tempat di pasar internasional. Salah satu kisah inspiratif datang dari Febrary Surya, pengusaha asal Bandung yang sukses menembus pasar Malaysia melalui brand fesyennya, Alivia House.
Perjalanan bisnis Febrary dimulai sejak 2016, ketika ia merintis usaha sebagai reseller dan kemudian mulai memproduksi produk sendiri, seperti celana sarung dan rok celana. Usahanya berkembang pesat dengan lebih dari 40 distributor di berbagai kota di Indonesia.
Namun, pandemi covid-19 yang melanda pada 2020 sempat membuat bisnisnya terpuruk. Penutupan toko fisik yang menjadi andalan para distributornya menyebabkan penjualan anjlok, hingga ia harus menghentikan operasional bisnisnya.
Tidak ingin menyerah, Febrary kembali bangkit pada 2022 dengan meluncurkan Alivia House. Berbeda dari sebelumnya, kali ini ia menerapkan sistem penjualan Business to Consumer (B2C) dengan memanfaatkan platform e-commerce.
“Dulu, proses penjualan membutuhkan percakapan panjang untuk membangun kepercayaan pelanggan. Kini, dengan kemajuan e-commerce, proses pembelian menjadi lebih mudah dan efisien,” ujar Febrary.
Keberhasilan Alivia House semakin terlihat setelah terpilih sebagai salah satu dari 18 UMKM yang mengikuti program Anak Muda Bisa Ekspor, hasil kolaborasi Shopee Indonesia, Kementerian UMKM, dan SMESCO Indonesia. Program ini membuka peluang bagi UMKM untuk menembus pasar luar negeri, termasuk Malaysia.
Berdasarkan data Shopee, pada 2024 lebih dari 50 juta produk UMKM Indonesia telah diekspor ke luar negeri. Produk fesyen menjadi salah satu kategori favorit di pasar Asia Tenggara, Asia Timur, hingga Amerika Latin.
“Ekspor yang mudah seperti ini sangat membantu kami memperluas pasar. Dengan meningkatnya permintaan, jumlah produksi otomatis bertambah. Program ini juga memberikan pelatihan terkait strategi pemasaran dan tren fesyen di negara tujuan ekspor, sehingga sangat bermanfaat bagi kami,” jelas Febrary.
Program ini juga mencakup pelatihan dan diskusi bagi UMKM fesyen mengenai strategi pemasaran internasional. Dengan pendekatan ini, pelaku usaha seperti Febrary bisa lebih siap dalam mengembangkan bisnisnya dan bersaing di pasar global.
Keberhasilan Febrary Surya menjadi bukti bahwa dengan inovasi dan adaptasi yang tepat, UMKM lokal memiliki peluang besar untuk meraih kesuksesan di pasar internasional.