c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

06 Oktober 2025

11:02 WIB

Kalah Sengketa Baja, Dosen Andalas Ungkap Keuntungan Eropa Jika Patuh Putusan WTO

Dosen Andalas mengungkapkan sejumlah keuntungan strategis bagi Uni Eropa jika mematuhi keputusan WTO terhadap sengketa baja nirkarat dengan Indonesia.

Penulis: Erlinda Puspita

<p id="isPasted">Kalah Sengketa Baja, Dosen Andalas Ungkap Keuntungan Eropa Jika Patuh Putusan WTO</p>
<p id="isPasted">Kalah Sengketa Baja, Dosen Andalas Ungkap Keuntungan Eropa Jika Patuh Putusan WTO</p>

Ilustrasi: Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019). ANTARAFOTO/Fakhri Hermansyah/foc.

JAKARTA - Dosen Departemen Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi mengungkapkan Uni Eropa (UE) sebaiknya mematuhi putusan Organisasi Dagang Dunia (World Trade Organization/WTO) terhadap hasil sengketa yang memenangkan Indonesia.

Salah satunya pada sengketa stainless steel (baja nirkarat) atau dikenal sengketa "DS616 European Union – Countervailing and Anti-Dumping Duties on Stainless Steel Cold-Rolled Flat Products from Indonesia”.

Syafruddin menilai, kepatuhan pada hasil putusan WTO tersebut akan memberikan berbagai keuntungan bagi Uni Eropa sendiri.

Baca Juga: Uni Eropa Naikkan Tarif Impor Baja Nirkarat India Dan Indonesia

"Mematuhi putusan WTO menghadirkan tiga keuntungan strategis bagi UE. Pertama, kepastian hukum untuk pelaku usaha," ujar Syafruddin dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (6/10).

Adanya kepastian hukum ini ia yakini bisa membuat produsen dan importir merancang investasi berdasarkan aturan yang stabil. Selain itu, bisa mengurangi biaya ketidakpastian dan mengembalikan prekditabilitas yang kerap UE suarakan kepada mitra dagang.

Keuntungan kedua ialah, reputasi UE sebagai normative power.  Benua Biru ini telah membangun pengaruh melalui standar tinggi dan penghormatan pada hukum internasional. Sehingga, langkah UE yang justru mengingkari putusan WTO akan mudah terbaca sebagai standar ganda.

"Ketiga, penguatan multilateralisme.  Sistem penyelesaian sengketa WTO hanya berfungsi bila anggota menghormati putusan, termasuk saat putusan itu tidak menguntungkan," imbuh Syafruddin.

Menurut Syafruddin, argumentasi bahwa instrumen pertahanan dagang (anti dumping atau bea imbalan) tetap sah untuk melindungi industri domestik. Namun, pernyataan tersebut tepat selama dalam perumusan taat pada aturan WTO.

"Ketika panel independen menilai bukti dan menemukan pelanggaran, langkah rasional adalah memperbaiki kebijakan. Upaya memperpanjang proses melalui banding tanpa solusi memicu ketidakpastian, merusak iklim investasi, dan melemahkan posisi UE saat menuntut kepatuhan dari pihak lain," jelas Syafruddin.

Seperti diketahui sebelumnya, Panel WTO pada 2 Oktober 2025 telah merilis bahwa Indonesia menang dalam gugatan pengenaan bea masuk imbalan ekspor baja nirkarat Indonesia oleh Uni Eropa. Pada putusan tersebut, WTO menyatakan sebagian besar tindakan UE terkait pengenaan bea masuk imbalan pada baja nirkarat asal Indonesia tidak konsisten dengan aturan WTO, khususnya Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM Agreement).

"Kemenangan Indonesia pada sengketa ini adalah pencapaian besar untuk menjamin akses pasar baja nirkarat Indonesia di UE dan negara lain. Kami mendorong UE menghormati putusan Panel WTO dan segera mencabut bea masuk imbalan yang tidak sesuai aturan. Selanjutnya, Indonesia berharap kedua pihak dapat lebih fokus pada penguatan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan,” ungkap Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Budi Santoso dalam keterangan resmi, Jumat (3/10).

Banding Kasus Biodiesel
Tak hanya kemenangan Indonesia atas sengketa baja nirkarat dengan UE, Indonesia sebelumnya juga menang dalam sengketa biodiesel (DS618) dalam Putusan Panel WTO. Usai pengumuman kemenangan Indonesia, UE justru mengajukan banding putusan tersebut ke Badan Banding WTO yang saat ini tidak berfungsi (appeal into the void).

Budi Santoso menyebut, pemerintah Indonesia tetap menghormati hak prosedural UE untuk mengajukan banding. Namun, ia menyoroti langkah UE yang mengajukan banding ke Badan Banding WTO.

Baca Juga: Menang Lagi! WTO Minta Eropa Bebaskan Bea Masuk Ekspor Baja Nirkarat RI

Pasalnya, Badan ini tidak berfungsi akibat blokade Amerika Serikat (AS) terhadap pengisian keanggotaan, sehingga tidak ada kuorum minimum atau jumlah paling sedikit dari anggota yang harus hadir dalam keputusan Badan Banding WTO untuk memproses kasus banding.

"Banding memang merupakan hak setiap anggota WTO. Namun langkah UE ini bisa dipandang sebagai upaya mengulur waktu. Karena itu, Indonesia mendorong UE untuk bekerja sama secara konstruktif, mengadopsi putusan panel, serta turut mengatasi kelumpuhan sistem penyelesaian sengketa WTO. Selanjutnya, Indonesia akan mengambil langkah strategis untuk mengamankan dan memperluas akses pasar biodiesel ke UE,” tutup Budi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar