21 Desember 2022
14:22 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo menegaskan hendak menjadikan energi hijau sebagai sumber kekuatan dalam membangkitkan kegiatan hilirisasi serta industrialisasi Indonesia ke depan. Dirinya sudah meminta kepada stakeholder terkait untuk menjadikan energi hijau murah sebagai strategi ekosistem hilirisasi.
Dengan demikian, upaya ini dapat menghasilkan produk Indonesia dengan kualitas premium, yang bisa bersaing langsung dengan produk dari negara-negara lain. Presiden menilai, harga energi hijau hari ini masih tergolong mahal.
“Energi hijau harus murah, itu kuncinya. Kalau muncul energi hijau dan harganya masih US$8-12 sen untuk apa?” jelasnya dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Jakarta, Rabu (21/12).
Hitungannya, hydropower yang hadir di Indonesia dapat menyediakan harga energi hijau ke level yang lebih rendah lagi di kisaran US$2-4 sen, jauh di bawah harga batu bara. Menurut Presiden, potensi ini bisa dimulai dari pengolaan hydropower di Sungai Kayan, Kalimantan Utara dan Sungai Mamberamo, Papua.
“Kalau sungai-sungai yang lain juga kita lakukan hal yang sama, inilah sebetulnya kekuatan besar (energi hijau nasional),” sebutnya.
Sementara itu, Kepala Negara juga menekankan, kemampuan domestik berupa hilirisasi harus dimaksimalkan dengan menyetop kegiatan ekspor barang-barang minerba yang ditambang dari Indonesia. Pasalnya, Indonesia tidak mendapatkan manfaat ekonomi secara penuh dan cenderung merugi, dari kegiatan yang sudah dilakukan berpuluh tahun ini.
“Pajak enggak dapet, kalau kita ikut memiliki deviden enggak juga dapat, royalti juga enggak dapat, ekspor juga enggak dapat, pembukaan lapangan kerja kita juga enggak dapat. Enggak dapat apa-apa, inilah yang harus dihentikan,” tegasnya.
Baca Juga: Indonesia Tutup Keran Ekspor Bijih Bauksit Per Juni 2023
Meski tidak dilakukan secara drastis, era penyetopan ekspor barang mentah sudah dimulai dari penghentian ekspor nikel, dan akan terus terjadi pada komoditas lain di masa mendatang. Ke depan, pemerintah tidak akan membiarkan Indonesia tetap mengeskpor bahan mentah lagi.
Melonjaknya capaian ekonomis dari hilirisasi nikel dari US$1,1 miliar setara Rp18 triliun menjadi US$30 miliar setara Rp460 triliun di saat ini, jadi contoh sukses strategi hilirisasi yang dilakukan pemerintah.
Dirinya kembali menyebut, bahwa pemerintah tidak akan gentar menghadapi gugatan yang dialamatkan kepada Indonesia atas kebijakan penyetopan ekspor barang mentah. Berkali pun digugat, Indonesia tidak akan mundur untuk melakukan hilirisasi.
“Tugas kita adalah mencari nilai tambah yang sebesar-besarnya, dan itu bisa terlihat (hilirisasi nikel),” terangnya.
Hilirisasi pun berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara yang sebesar 27%, serta pertumbuhan secara umum di Pulau Sulawesi sebsar 8,24% (yoy). Jokowi menyebut, capaian ekonomi ini juga menjadi bukti nyata, bahwa hilirisasi akan berpengaruh penting dalam kegiatan ekonomi di sebuah wilayah.
Ia berharap, jika semua provinsi di Indonesia dapat melakukan hilirisasi dan industrialisasi. Untuk reformasi struktural riil, pemerintah akan siap mengubah perundang-undangan di hulu, kemudian mengimplementasikannya.
“Dalam pelaksanaan, yang sulit memang di sini (implementasi). (Upaya) ini terus akan kita lakukan,” akunya.
Bermacam EBT Indonesia
Menteri ESDM Arifin Tasrif membeberkan, bermacam potensi energi baru-terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia bisa menjadi sumber energi yang sangat penting ke depan. Termasuk di dalamnya kelapa sawit dan tebu yang bisa diolah menjadi bioetanol maupun campuran untuk biodiesel. Apalagi Indonesia memiliki tanah yang sangat luas untuk dijadikan perkebunan.
Potensi EBT lainnya, lanjutnya, pada lokasi-lokasi tertentu sudah menggunakan sumber energi matahari. Di mana pada titik tersebut level radiasi sangat tinggi, dan bisa menjadi lokasi yang sangat tepat untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Selanjutnya, potensi EBT panas bumi yang dimiliki Indonesia dengan potensi panas bumi sebesar 24 GW. "Panas bumi salah satu pembangkit yang penting untuk mendukung sumber energi lain yang bersifat intermitten," imbuh Arifin (12/11).
Baca Juga: Pemerintah Investasi Rp10 T untuk Pengembangan Energi Bersih
Potensi lainnya yaitu air yang bisa menjadi sumber EBT dengan kontribusi sangat besar bagi kelistrikan di Indonesia. Sementara potensi besar terakhir adalah energi angin lewat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Selatan Jawa dan mengarah ke Timur Selat Makassar, hingga Papua.
Mengacu pada Green RPTUL, Dirjen EBT dan dan Konservasi Energi Dadan Kusdiana menjelaskan, pengembangan EBT akan menghasilkan total investasi sekitar US$55,18 miliar, membuka 281.566 lapangan kerja baru dan mengurangi emisi GRK sebesar 89 juta ton CO2e
Lebih lanjut, Dadan menguraikan, peluang investasi pengembangan EBT sesuai RUPTL PLN 2021-2030, secara beruntun antara lain Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Panas Bumi membutuhkan investasi sebesar US$17,35 miliar; PLT Surya Skala Besar US$3,2 miliar; PLT Air US$ 25,63 miliar; dan PLT EBT Base US$5,49 miliar.
Sementara untuk PLT Bioenergi membutuhkan investasi sebesar US$2,2 miliar; PLT Bayu US$1,03 miliar; PLT Peaker US$0,28 miliar; serta dan PLT Surya Atap US$3 miliar.