24 Oktober 2023
12:54 WIB
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bahwa kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed Fund Rate (FFR) yang makin tinggi akan menyulitkan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Jokowi menerangkan jika The Fed kembali mengerek suku bunga FFR, itu akan mengakibatkan aliran modal keluar asing atau capital outflow. Dia menekankan hal tersebut membuat modal yang masuk ke dalam negeri balik ke Amerika Serikat.
"Kebijakan kenaikan suku bunga yang tinggi dan dalam waktu yang lama oleh Amerika Serikat juga semakin merumitkan, terutama (bagi) negara-negara berkembang," ujarnya dalam acara BNI Investor Daily Summit 2023 di Jakarta, Selasa (24/10).
Baca Juga: Pecah Telur, Suku Bunga BI Oktober Naik Jadi 6%
Seperti diketahui, kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat terus menjadi pembahasan dan pemantauan di mata pasar. Pada September 2023, The Fed menahan suku bunga, sehingga FFR masih berada di level 5,25%-5,50%.
Namun, tingkat FFR diperkirakan masih akan naik hingga 5,75% pada tahun ini. Melihat hal itu, Jokowi menuturkan bahwa bayang-bayang perlemahan ekonomi akibat kenaikan suku bunga Amerika Serikat masih ada.
"Kemudian juga tentang pelemahan ekonomi global, yang kita tunggu katanya (FFR) tahun depan akan naik, tahun depan akan naik, ternyata juga belum," kata Kepala Negara.
Sementara itu, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga atau BI-7DRRR dari 5,75% menjadi 6% pada September 2023. Ini adalah kenaikan suku bunga BI yang pertama di 2023.
Terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersama anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), termasuk Gubernur BI Perry Warjiyo menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Senin (23/10), untuk melaporkan perkembangan perekonomian global terkini.
Sri Mulyani menilai dinamika perekonomian global memberikan imbas yang harus diantisipasi. Untuk itu, anggota KSSK turut menyampaikan kepada Presiden pentingnya koordinasi kebijakan fiskal dan moneter guna menghadapi tantangan dalam menjaga stabilitas perekonomian.
"Oleh karena itu, fiskal dan moneter akan terus berkoordinasi secara sinkron, harmonis. Tentu kita harus saling melakukan penyesuaian. Kita menggunakan dari mulai instrumen yang ada di market, maupun dari sisi komunikasi kebijakan yang akan kita terus lakukan bersama-sama antara BI dan Kementerian Keuangan," ucap Menkeu.
Baca Juga: Apa Itu Suku Bunga Acuan BI Dan Fungsinya
Untuk sektor keuangan, lanjut Sri Mulyani, pihaknya akan memantau stabilitas mulai dari keuangan, perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan bukan bank. Hal ini juga termasuk pada pergerakan arus modal asing baik yang masuk maupun keluar.
Di samping itu, KSSK juga telah menyiapkan sejumlah langkah untuk terus mengamankan agar sektor riil tetap terjaga dan daya beli masyarakat pada kelompok menengah ke bawah tetap bisa didukung melalui instrumen yang akan segera dirumuskan.
"Ada adjustment pasti. Namun itu adalah di dalam konteks untuk terus menjaga stabilitas dan menjaga pertumbuhan ekonomi dan ekonomi tetap bisa berjalan secara sustainable," kata Sri Mulyani.