16 Agustus 2023
12:42 WIB
Penulis: Yoseph Krishna, Khairul Kahfi
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui kebijakan hilirisasi sumber daya alam (SDA) yang terus digalakkan pemerintah memang terasa pahit bagi pengekspor bahan mentah serta pendapatan negara dalam jangka pendek.
Tapi dia memastikan apabila ekosistem besarnya sudah terbentuk dan pabrik pengolahan SDA sudah beroperasi, ke depan Indonesia akan merasakan buah manis, khususnya bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
"Sebagai gambaran setelah kita stop ekspor nikel ore di 2020, investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat dan kini ada 43 pabrik pengolahan nikel yang membuka peluang kerja sangat besar, ini baru satu komoditas," ungkap Jokowi dalam Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR 2023 di Jakarta, Rabu (16/8).
Bahkan, Jokowi sudah melakukan perhitungan apabila hilirisasi dijalankan secara konsisten untuk nikel, tembaga, bauksit, CPO, hingga rumput laut, rata-rata pendapatan per kapita di Indonesia akan mencapai Rp153 juta atau US$10.900 dalam 10 tahun ke depan, Rp217 juta dalam 15 tahun, dan Rp331 juta atau US$25.000 dalam 22 tahun ke depan.
"Sebagai perbandingan pada 2022 lalu kita berada di angka Rp71 juta. Artinya dalam 10 tahun lompatannya bisa dua kali lipat lebih, di mana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai, pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing," tegasnya.
Lebih lanjut, merujuk catatan International Institute for Management Development (IMD), Kepala Negara mengatakan, daya saing Indonesia tahun 2022 juga berhasil merangkak naik dari ranking 44 menjadi 34 atau menjadi kenaikan tertinggi di dunia.
Dia menerangkan sektor ekonomi hijau dan hilirisasi merupakan peluang yang besar untuk meraih kemajuan bangsa.
Apalagi, Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang berlimpah, mulai dari bahan mineral, hasil perkebunan, kelautan, hingga sumber energi baru dan terbarukan (EBT).
Baca Juga: Bamsoet: Hilirisasi Bisa Berjalan Ketika Kualitas Industri Sudah Siap
Di sisi lain, Jokowi menilai sumber SDA yang berlimpah tidaklah cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju.
Artinya Indonesia hanya akan menjadi bangsa pemalas jika hanya menyandang status sebagai pemilik dan menjual bahan mentah tanpa ada nilai tambah dan keberlanjutan.
"Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah dan menyejahterakan rakyatnya dan ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi," kata RI 1.
Adapun hilirisasi yang ingin dilancarkan Jokowi adalah hilirisasi dengan transfer teknologi untuk pemanfaatan sumber EBT dan meminimalisir dampak lingkungan. Pemerintah dalam hal ini telah mewajibkan perusahaan tambang untuk membangun pusat persemaian untuk menghitankan kembali lahan pascatambang.
Tak sampai situ, hilirisasi juga ia sebut jangan berhenti pada komoditas mineral, tetapi juga non-mineral seperti sawit, rumput laut, kelapa, dan komoditas potensial lainnya dengan mengoptimalkan kandungan lokal.
"Tentunya juga bermitra dengan UMKM petani dan nelayan sehingga manfaatnya terasa langsung bagi rakyat kecil. Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus dilanjutkan," tegas Jokowi.
Baca Juga: Jokowi: Negara Dan Organisasi Manapun Tak Bisa Setop Hilirisasi RI
Sebelumnya, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menyebut model ekonomi sirkularitas harus terus dikampanyekan dengan mengupayakan efisiensi sumber daya. Selain itu, pemanfaatan kembali residu industri untuk diolah dan memberikan nilai tambah yang lebih besar juga perlu terus digaungkan.
Hal itu ia ungkapkan berkaitan dengan besarnya potensi sumber daya alam (SDA) di Indonesia yang semestinya bisa dikelola sendiri di dalam negeri untuk menghasilkan produk dengan nilai jual lebih tinggi.
Namun demikian, langkah tersebut ia katakan hanya dapat berjalan ketika kualitas industri nasional sudah siap dan mampu secara seksama dalam memroses material sumber daya dari hulu ke hilir.
"Sebagaimana yang digagas oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni tentang hilirisasi mineral seperti emas, bauksit, nikel, tembaga, dan bijih besi," ungkap Bambang dalam pidatonya pada Sidang Tahunan MPR 2023 di Jakarta, Rabu (16/8).