c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

15 Februari 2022

19:37 WIB

JHT Untuk Masa Pensiun, Jika Di PHK Ada JKP

Pekerja diminta tak terlalu mengandalkan JHT, pekerja yang terkena PHK kini akan mendapatkan perlindungan baru lewat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

JHT Untuk Masa Pensiun, Jika Di PHK Ada JKP
JHT Untuk Masa Pensiun, Jika Di PHK Ada JKP
Ilustrasi pekerja pabrik. dok. Antaranews

JAKARTA – Kebijakan yang memutuskan uang Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa diambil setelah pekerja memasuki usia pensiun di umur 56 tahun, menuai kontroversi. Perencana Keuangan Safir Senduk mengatakan, polemik tersebut muncul karena terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai konsep JHT.

Termasuk, minimnya kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan di masa datang. Padahal program JHT yang dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dianggap memberikan manfaat cukup besar bagi pekerja.  

Program ini dinilainya sebagai penguat fondasi masyarakat yang tidak lagi memiliki penghasilan ketika memasuki usia pensiun.
 
“JHT adalah salah satu program sosial yang memberikan proteksi kepada pekerja, sehingga dalam kondisi apapun pencairan klaim harus dilakukan ketika masyarakat memasuki usia tua. Namanya saja JHT, memberikan jaminan bahwa hari tua kita aman. Kalau sebelum hari tua sudah bisa kita ambil namanya JHM (Jaminan Hari Muda),” kata Safir Senduk di Jakarta, Selasa (15/2) seperti dilansir Antara.
 
Dengan demikian, menurutnya, dari sisi financial planning, perubahan skema pencairan JHT yang disusun pemerintah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 2/2022, tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua sudah tepat. 

Ia menjelaskan program JHT berbeda dibandingkan dengan tabungan konvensional, seperti rekening bank yang bisa dicairkan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan nasabah.
 
Safir menyadari penolakan dari kalangan pekerja didasari pada hilangnya penghargaan yang diterima, ketika mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah usia produktif. 

Terlebih mayoritas pekerja tidak memiliki simpanan jangka pendek yang bisa diakses dalam situasi mendesak.
 
Akan tetap, ia mengingatkan, pemerintah sejatinya telah memberikan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). 

Menurutnya, program ini bisa memberikan perlindungan bagi kalangan pekerja saat dikenai PHK dan berfungsi sebagai jaring pengaman sosial.
 
 "JKP bisa memberikan klaim kepada pekerja. Seharusnya dengan adanya program ini tidak ada lagi permasalahan karena manfaat yang diberikan pemerintah melalui program ini cukup besar,” ucapnya.

Dana Pengembangan
Sekadar mengingatkan, JHT adalah program wajib bagi peserta penerima upah, dengan iuran per bulan sebesar 5,7% dari upah yang diterima. 

Dari jumlah tersebut, pekerja membayar iuran sebesar 2%, sedangkan 3,7% dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan.
 
Ketika memasuki hari tua, manfaat yang diterima oleh pekerja dari JHT berupa uang tunai yang bersumber dari iuran yang telah dibayarkan selama menjadi peserta. Ditambah dengan hasil pengembangan dana tersebut.
 
Menurut Safir Senduk, dengan menggunakan asumsi upah per bulan sebesar Rp5 juta per bulan, maka iuran yang dibayarkan untuk program JHT sebesar Rp285.000 per bulan atau Rp3,42 juta per tahun.
 
Apabila pekerja menjadi peserta JHT pada usia 25 tahun dan dinyatakan pensiun ketika usia 56 tahun. Artinya pekerja tersebut membayar iuran selama 31 tahun dengan total dana yang dibayarkan mencapai Rp106,02 juta.
 
Dengan mempertimbangkan adanya perubahan saldo awal tiap tahun, serta imbal hasil yang diterima setelah iuran tersebut diinvestasikan ke berbagai instrumen oleh BPJS Ketenagakerjaan, dana yang dibayarkan tentu lebih besar. 

Hitung punya hitung, manfaat yang diperoleh pekerja saat hari tua berdasarkan penghitungan Kalkulator JHT mencapai Rp248,55 juta.
 
Adapun, instrumen investasi yang dijadikan penempatan dana kelolaan JHT, di antaranya adalah Surat Berharga Negara (SBN) dan deposito perbankan. Dengan tingkat imbal hasil rata-rata di kisaran 5-7%.

Bukan Iuran Baru
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memastikan, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) kini akan mendapatkan perlindungan baru. 

Salah satunya lewat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
 
"Sekarang telah ada program yang dibentuk khusus untuk melindungi pekerja dari risiko tersebut yaitu Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP," jelas Ida Fauziyah dalam keterangan virtual yang diterima di Jakarta, Senin malam.
 
Ida mengatakan JKP tidak mengakibatkan adanya pembayaran iuran baru dari pekerja, karena iuran dibayar oleh pemerintah setiap bulan. 

Sejauh ini, ia bilang, telah dikeluarkan dana awal Rp6 triliun untuk JKP.
 
Dia menegaskan bahwa program JKP adalah perlindungan sosial ketenagakerjaan baru yang belum pernah ada sebelumnya. 

Selain bantuan tunai, pemanfaat dapat mengakses informasi pasar kerja. Untuk hal itu, telah dipersiapkan mediator untuk menangani perselisihan hubungan industrial dan pengantar kerja yang melakukan asesmen dan konseling.
 
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sendiri, lanjutnya, juga sudah mempersiapkan lembaga-lembaga pelatihan dan program pelatihan yang sesuai dengan pasar kerja. Program pelatihan ini untuk mendorong peserta JKP untuk kembali mendapatkan pekerjaan.
 
Ida juga mengingatkan, peserta yang terkena PHK berhak untuk mendapatkan uang pesangon. Termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak atau uang kompensasi, bagi pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
 
Dengan adanya berbagai program-program jaminan sosial lain untuk melindungi pekerja dalam berbagai skenario termasuk JKP, kata Ida, maka Program Jaminan Hari Tua (JHT) seharusnya tidak tumpang tindih dengan program lain.
 
"Karena terintegrasi dalam satu sistem yang sama dengan program-program jaminan sosial lainnya, maka manfaat JHT seharusnya tidak tumpang tindih dengan manfaat program jaminan sosial lainnya," tegas Ida.

JHT dimaksudkan untuk menyiapkan para pekerja di hari tua dan baru bisa diterima pada usia 56 tahun. Ketentuan itu tidak berlaku untuk peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap. JHT juga dapat diberikan sebagian sebelum usia yang ditetapkan, dengan syarat telah mengikuti program JHT minimal 10 tahun.
 
 "Apabila manfaat JHT kapanpun bisa dilakukan klaim 100%, maka tentu tujuan Program JHT tidak akan tercapai," kata Ida.

Demo Buruh
Kendati begitu, ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja wilayah Jabodetabek menyatakan tetap akan menggelar aksi unjuk rasa di dua tempat. Kedua tempat tersebut adalah Kantor Kementerian Ketenagakerjaan dan Kantor Pusat BP Jamsostek pada Rabu (16/2).
 
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan, aksi digelar untuk menuntut pencabutan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Keputusan tersebut dinialai merugikan buruh.  

"Aksi akan diikuti ribuan (buruh) karena puluhan ribu tidak memungkinkan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Wilayah Jabodetabek akan kita pusatkan aksi di Kantor Kemenaker dan Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek," kata Said dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Selasa.
 
KSPI menurutnya telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. KSPI juga meminta agar diberlakukan kembali Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang mengatur pekerja atau peserta BPJS Ketenagakerjaan, dapat mengambil atau mencairkan dana JHT paling lama satu bulan setelah di-PHK, mengundurkan diri atau pensiun dini dari perusahaan.
 
"Jaminan Hari Tua atau jaminan sosial dalam bentuk tabungan ini sangat dibutuhkan oleh buruh. Baik yang ter-PHK maupun mengundurkan diri karena ingin berwiraswasta, atau pensiun dini menghabiskan usia di kampung dengan menggunakan dana JHT itu," kata Said.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar