c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

14 Mei 2025

18:32 WIB

Jelang Sarasehan Ekonomi Islam, CSED INDEF: Perlu Perubahan Paradigma Makro

INDEF menilai Sarasehan Ekonomi Islam perlu menyusun lanskap struktural yang selama ini membatasi kontribusi sektor ekonomi syariah terhadap pertumbuhan nasional.

Penulis: Siti Nur Arifa

<p id="isPasted">Jelang Sarasehan Ekonomi Islam, CSED INDEF: Perlu Perubahan Paradigma Makro</p>
<p id="isPasted">Jelang Sarasehan Ekonomi Islam, CSED INDEF: Perlu Perubahan Paradigma Makro</p>

Ilustrasi - Ekonomi Syariah. ANTARA.

JAKARTA - Kepala Center for Sharia Economic Development (CSED) INDEF Nur Hidayah menegaskan, agenda Sarasehan Ekonomi Islam dalam Muktamar V Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia perlu membahas berbagai perubahan dan kebijakan terkait peta jalan dan arah baru ekonomi serta keuangan syariah Indonesia di waktu yang akan datang.

Menurutnya, arah baru ekonomi dan keuangan syariah Indonesia harus dimulai dari perubahan paradigma makro. Bukan hanya sekadar reformasi kelembagaan, tetapi menyusun ulang lanskap struktural yang selama ini membatasi kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan nasional.

“Kita tidak sedang kekurangan inisiatif, tetapi kekurangan orkestrasi kebijakan dan arah besar yang sistemik. Ekonomi Syariah (eksyar) harus ditempatkan sebagai bagian integral dari strategi pembangunan nasional, bukan kompartemen terpisah dengan jargon keagamaan semata,” ujarnya dalam Konferensi Pers INDEF menjelang Muktamar IAEI 2025, Rabu (14/5).

Sekadar informasi, IAEI dijadwalkan menggelar Muktamar ke-V pada 15-17 Mei mendatang dengan agenda utama Sarasehan Ekonomi Islam Indonesia.

Baca Juga: Dua Kandidat Ketua IAEI, Ada Nama Rosan Roeslani

Sebab itu, Hidayah memaparkan beberapa temuan penting yang disorot pihaknya terkait tantangan struktural, regulatif, dan institusional masih menjadi penghambat utama bagi kontribusi sektor eksyar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Utamanya, Hidayah menyorot mengenai kontribusi eksyar terhadap PDB yang masih di bawah 10%. Padahal lebih dari 86% penduduk Indonesia adalah Muslim, hal tersebut yang menurutnya menunjukkan terdapat disparitas antara potensi dan aktualisasi.

Lebih lanjut, dirinya juga menyorot pangsa pasar perbankan syariah yang berdasarkan catatan OJK di tahun 2024 masih stagnan di kisaran 6,7%. Sementara kontribusi sektor keuangan syariah terhadap UMKM masih minim dan belum menyentuh sektor-sektor produktif utama seperti pertanian, maritim, dan manufaktur halal.

“Ekonomi syariah masih terjebak dalam pendekatan sektoral, seperti hanya fokus pada keuangan syariah atau industri halal, tanpa pendekatan integratif yang menggabungkan dimensi fiskal, moneter, sosial, dan spasial,” imbuhnya.

Hidayah juga menyorot sumbangan zakat, infak, dan wakaf yang berdasarkan catatan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) per tahun 2024 terhadap pembangunan nasional sangat kecil, yakni hanya sekitar 3,2% dari potensi Rp327 triliun. Padahal jika dikelola optimal dalam kerangka fiskal nasional, ZISWAF dinilai bisa menjadi quasi-public fund untuk pembangunan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi hijau.

“Masalah mendasarnya adalah ekosistem kebijakan dan tata kelola. Kita perlu menciptakan sinergi antara perbankan syariah, fintech, industri halal, sistem distribusi, dan regulasi fiskal,” tambah Hidayah.

Memperkuat Ekonomi Syariah
Menjawab permasalahan yang ada, Hidayah berharap forum Muktamar V IAEI bisa menjadi momentum kebangkitan arah baru ekonomi Syariah di Indonesia, dengan mengutamakan beberapa agenda prioritas, salah satunya menyusun Grand Strategy Ekonomi Syariah 2025–2035 berbasis RPJPN dan RPJMN, SDGs dan Maqasid al-Shariah.

Hidayah juga mendorong kehadiran Undang-Undang Ekonomi Syariah Nasional sebagai dasar hukum pengembangan ekosistem syariah secara lintas sektor, mendorong integrasi vertikal-horizontal antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan ekonomi syariah yang berbasis potensi wilayah.

“Forum Muktamar V IAEI perlu menguatkan peran IAEI sebagai policy think tank dan policy influencer utama pemerintah, bukan sekadar forum akademik,” imbuhnya.

Baca Juga: OJK: Indeks Literasi dan Inklusi Pasar Modal Syariah Masih Rendah

Sementara itu seiring dengan dinamika dan tantangan baru dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, CSED Indef menilai perlu adanya langkah-langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan dan akselerasi pencapaian IAEI.

Adapun hal tersebut, dapat dilakukan dengan penguatan kaderisasi dan regenerasi kepemimpinan yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan zaman yang mampu menjawab tantangan digitalisasi, globalisasi, dan integrasi ekonomi syariah secara holistik.

Menekankan ungkapan Hidayah, perlu juga adanya UU Ekonomi Syariah yang mengoptimalkan peran, fungsi dan sinergi semua pemangku kepentingan dalam ekosistem ekonomi syariah yang berdampak pada pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, mengoptimalkan pendidikan dan pelatihan yang berdampak terhadap kemajuan eksyar. Serta, menempatkan usaha ekonomi dan keuangan syariah sebagai infant industry yang sedang bertumbuh dan perlu disokong serta diberikan insentif, agar memberikan kontribusi optimal untuk perekonomian nasional.

Hal itu dipandang sebagai strategi dalam mengembangkan sektor ekonomi dan keuangan syariah di tanah air.

Di saat bersamaan, INDEF menilai para pelaku di masing-masing elemen juga perlu berperan aktif dan memiliki komitmen tinggi dalam memajukan eksyar.

“Transformasi kepemimpinan ini diharapkan dapat memperkuat peran IAEI sebagai motor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi dan keuangan syariah yang berkelanjutan dan inklusif,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar