21 Juli 2025
10:48 WIB
Isu Politik Jepang Lemahkan Kurs Rupiah, Bisa Tembus ke Rp16.360
Nilai tukar rupiah sementara ini berpotensi lanjut melemah dipengaruhi faktor isu stabilitas politik di Jepang. Di sisi lain, indeks dolar AS saat ini berbalik menguat.
Editor: Khairul Kahfi
Seorang teller Bank Mandiri menunjukkan uang pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 di Plasa Mandiri, Jakarta. Antara Foto/M Risyal Hidayat/hp.
JAKARTA - Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan, nilai tukar (kurs) rupiah berpotensi lanjut melemah dipengaruhi faktor isu stabilitas politik di Jepang. Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Senin pagi (21/7) di Jakarta melemah sebesar 28 poin atau 0,17%, dari sebelumnya Rp16.297 menjadi Rp16.325 per dolar AS.
"Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan melemah di kisaran Rp16.320-16.360 (per dolar AS) dipengaruhi oleh faktor regional isu stabilitas politik jepang dan global index dollar yang berbalik menguat," jelasnya melansir Antara, Jakarta, Senin (21/7).
Baca Juga: Rupiah Menguat, Pernyataan Dovish The Fed Jadi Pemicu
Melansir Bloomberg, pada perdagangan Minggu (20/7), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau memerah ke level 98,46 poin atau turun tipis 0,02 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 98,48 poin.
Adapun pergerakan DXY harian kemarin (20/7) berkisar antara 98,34-98,50 poin, atau cenderung bergerak turun sedikit dibanding penguatan beberapa waktu belakangan terhadap rentang level DXY 52 pekan terakhir di kisaran 96,37-110,17 poin.
Di sisi lain, dolar AS yang dipantau pada pukul 10.35 WIB hari ini (21/7) terpantau menghijau 0,28% atau naik sekitar Rp45 terhadap mata uang rupiah. Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.342 per dolar AS, dengan proyeksi pergerakan harian sekitar Rp16.320-16.344 per dolar AS.
Mengutip Kyodo, koalisi pemerintahan Jepang dipastikan akan kehilangan mayoritas di Majelis Tinggi (House of Councillors), sebuah hasil yang semakin menekan Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang bersikeras tidak akan mundur meskipun partainya kembali menerima pukulan berat.
Hasil Pemilu Jepang pada Minggu (20/7) menunjukkan, peluang tidak berpihak kepada Ishiba karena semua partai oposisi utama menolak bergabung dengan Partai Demokrat Liberal (LDP) dan mitranya, Komeito, dalam koalisi yang diperluas.
Kini, koalisi pemerintah telah kehilangan kendali mayoritas di kedua majelis parlemen, Majelis Tinggi maupun Majelis Rendah (House of Representatives) yang memiliki kekuasaan lebih besar, sebuah situasi yang sangat jarang terjadi dalam sejarah Jepang pascaperang.
Dukungan dari partai oposisi akan menjadi semakin krusial untuk meloloskan undang-undang dan anggaran.
LDP dan Komeito gagal memenuhi target pra-pemilu untuk memenangkan setidaknya 50 dari 125 kursi yang diperebutkan untuk mencapai ambang batas mayoritas di majelis tinggi.
LDP tampaknya kehilangan dukungan dari sebagian pemilih konservatif, sementara Sanseito, partai populis berhaluan kanan, muncul sebagai alternatif.
Meski mengusung slogan 'Jepang Didahulukan' dan agenda kebijakan nasionalis yang menargetkan warga asing, yang dianggap kritikus sebagai xenofobia atau anti orang asing, Sanseito berhasil melampaui 10 kursi di Majelis Tinggi, level yang memungkinkannya mengajukan rancangan undang-undang di parlemen.
Baca Juga: Rupiah Melemah, Ekspektasi Penurunan Suku Bunga The Fed Pudar
Pemilu kali ini menjadi tolak ukur tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan minoritas Jepang yang baru berjalan beberapa bulan, di tengah rasa frustrasi yang meningkat terkait penanganan inflasi, pertumbuhan upah yang tidak memadai, dan terbatasnya kemajuan dalam negosiasi tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.
Anggota Majelis Tinggi memiliki masa jabatan tetap selama enam tahun, berbeda dengan Majelis Rendah yang dapat dibubarkan oleh perdana menteri. Setengah dari total 248 anggota Majelis Tinggi dipilih setiap tiga tahun untuk menghindari pergantian seluruh kursi secara sekaligus.
Dari total 125 kursi yang diperebutkan, termasuk satu untuk mengisi kekosongan, 75 dipilih dari distrik pemilihan dan 50 melalui sistem perwakilan proporsional. Sekitar 520 kandidat bersaing memperebutkan kursi pada pemilu ini.
Tingkat partisipasi pemilih diperkirakan mencapai 58,52% pada Senin, pukul 4 pagi waktu setempat, meningkat dari 52,05% yang tercatat pada pemilu Majelis Tinggi tahun 2022.
Sebanyak 26 juta orang memberikan suara awal karena pemilu kali ini berlangsung di tengah akhir pekan panjang selama tiga hari.
“Sementara dari domestik, (kurs rupiah mendapatkan sentimen positif dari) pasar saham dan obligasi negara (yang) masih melanjutkan penguatan,” ungkap Rully.